Zuhud itu lawannya tamak dan gila dunia. Orang memang gak bisa lepas dari urusan dunia, tapi jiwa bisa dilepas dari ketergantungan dunia. Bagi seorang santri, pejabat bahkan pengusaha, penting sekali punya jiwa zuhud. Dengan zuhud, kita jadi fokus pada produktifitas, bukan malah rakus dan konsumtif.
Menurut Imam Ghozali, hakikat zuhud adalah :
عزوف النفس عن الدنيا وانزواؤها عنها طوعا مع القدرة عليها
“Adanya rasa bosan, jemu dan jenuh dalam jiwa terhadap dunia dan mendorong jiwa itu untuk menahan, menolak dan menghindar dari gebyar dunia dan godaannya, lalu menerima dengan ridho apa yang sudah ditakdirkan baginya”
Zuhud itu kalo diibaratkan berupa ilmu dan nur ilahiah yang menjadikan hati kita tenang menghadapi dunia. Ilmu dan nur ilahiah itu berupa pemahaman yang malakah (mendarah daging) bahwa kehidupan akhirat itu yg terbaik dan lebih kekal dari kehidupan dunia dan mampu menganggap kenikmatan dunia itu remeh temeh.
Sikap zuhud itu menghasilkan perilaku qonaah, bermental kaya, dermawan, tidak suka menahan hak orang lain, kasih sayang, tawakal dan masih banyak lagi. Dan yang terpenting, orang zuhud makrifatnya tidak terpecah dengan dunia.
Contoh orang zuhud itu seperti cerita Mbah Mus Rembang tentang Almaghfurlah KH Abdullah Fatah, atau oleh Mbah Mus biasa disapa Mbah Dullah Kajen.
Pernah ada seorang kaya yang ikut mengaji pada Mbah Dullah, berbisik-bisik, “Orang sekian banyaknya yang mengaji kok dikasi makan semua, kan kasihan Kyai,”
Dan orang ini pun sehabis mengaji menyalami Mbah Dullah dengan salam tempel, bersalaman dengan menyelipkan uang. Spontan Mbah Dullah memberi pengumuman, agar jamaah yang mengaji tidak usah bersalaman dengan beliau sehabis mengaji, “Cukup bersalaman dalam hati saja!” dawuh beliau.
Konon orang kaya itu kemudian diajak Mbah Dullah ke rumahnya yang sederhana dan diperlihatkan tumpukan karung beras yang nyaris menyentuh atap rumah, “Lihatlah, saya ini kaya!” dawuh Mbah Dullah kepada tamunya itu.
Kisah lain. Pernah suatu hari datang menghadap beliau, seseorang dari luar daerah dengan membawa segepok uang ratusan ribu. Uang itu disodorkan kepada Mbah Dullah sambil berkata, “Terimalah ini, Mbah, sedekah kami ala kadarnya.”
“Di tempat Sampeyan apa sudah gak ada lagi orang faqir?” tanya Mbah Dullah tanpa sedikit pun melihat tumpukan uang yang disodorkan tamunya, “Kok Sampeyan repot-repot membawa sedekah kemari?”
“Orang-orang faqir di tempat saya sudah kebagian semua, Mbah. Semua sudah saya beri.”
“Apa Sampeyan menganggap saya ini orang faqir?” tanya Mbah Dullah.
“Ya enggak, mbah…” jawab si tamu terbata-bata.
Belum lagi selesai bicaranya, Mbah Dullah sudah memotong dengan suara penuh wibawa, “Kalau begitu, Sampeyan bawa kembali uang Sampeyan. Berikan kepada orang faqir yang memerlukannya!”
Nah, itulah cerita Mbah Dullah Kajen sebagai teladan bagaimana zuhud itu. Zuhud itu bukan lepas total dari dunia dan gak boleh kaya, tapi zuhud itu dalam jiwanya tidak bergantung pada dunia.
No responses yet