Abu Ibrahim Ishaq adalah salah satu ulama Aceh yang mengkader banyak para ulama generasi sesudahnya. Selain alim, beliau juga dikenal lihai dalam berdebat, dengan tawaran solusi-solusi jitu. Sehingga kehadiran beliau di arena muzakarah sangat dinantikan oleh para peserta muzakarah. Abu Ibrahim Ishaq Lamno juga ulama yang mencintai ilmu pengetahuan, hingga mengantarkan beliau ke Padang dan berguru kepada Syekh Zakaria Labaisati Malalo Pimpinan Madrasah Tarbiyah Islamiyah Malalo Padang yang merupakan murid dari Syekh Muhammad Jamil Jaho dan sahabat serta murid dari Syekh Muda Waly al-Khalidy. Keahlian beliau dalam berdebat, mungkin diturunkan oleh gurunya Syekh Zakaria yang dikenal ahli ushul fiqih dan lihai dalam berdebat.

Mengawali karier keilmuannya Abu Ibrahim Ishaq Lamno mengenyam pendidikan umum Sekolah Rakyat (SR) di desanya Mukhan. Setelah menyelesaikan pendidikan di desanya, Abu Ibrahim Ishaq mulai mengembara untuk menuntut ilmu agama di berbagai tempat. Lembaga pendidikan agama yang pertama beliau tuju adalah Dayah Bustanul Aidarusiyah atau Dayah BUSAIDA yang didirikan dan dipimpin oleh Teungku Syekh Haji Aidarus bin Teungku Khatib Sulaiman atau dikenal dengan Abu Mesjid Sabang Lamno. Abu Aidarus merupakan murid dari ulama pejuang Teungku Chik Ahmad Buengcala yang syahid dalam peperangan di Tangse. Dan Abu Aidarus juga murid ulama ahli tasauf Teungku Haji Muhammad Arif.

Setelah beberapa tahun belajar di Dayah Bustanul Aidarusiyah, pada tahun 1949 Abu Ibrahim Ishaq Lamno mulai merantau dalam memperdalam kajian keilmuannya, dan dayah yang dituju adalah Dayah Darussalam Labuhan Haji yang dipimpin oleh Abuya Syekh Muda Waly. Pada tahun kedatangan Abu Ibrahim Ishaq Lamno ke Labuhan Haji, pada masa itu, masih banyak ulama-ulama yang masih mengenyam pendidikan di Dayah Darussalam Labuhan Haji sebut saja misalnya: Teungku Syekh Aidarus Abdul Ghani Kampari, Teungku Syekh Imam Syamsuddin, Teungku Syekh Abdullah Tanoh Mirah, Teungku Syekh Syahabuddin Syah, Teungku Syekh Abdul Aziz Samalanga dan para ulama lainnya yang umumnya mereka menjadi ulama kharismatik.

Lebih kurang sembilan tahun Abu Ibrahim Ishaq memperdalam ilmunya di Labuhan Haji dengan segenap kesungguhan dan ketekunan telah mengantarkan Abu Ibrahim Ishaq Lamno menjadi seorang yang alim dan mendalam ilmunya. Walaupun telah alim, Abu Ibrahim Ishaq kemudian melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Dayah Mudi Mesra Samalanga belajar langsung kepada gurunya Teungku Syekh Abdul Aziz yang dikenal dengan Abon Samalanga yang baru pulang dari Labuhan Haji di tahun 1958. Beberapa tahun berikutnya Abu Ibrahim Ishaq belajar dan mengajar di Dayah Mudi Mesra tersebut.

Pada era ini di Mudi Mesra masih banyak para ulama yang masih menimba ilmu dari Abon Samalanga seperti Abu Kasim Tb yang juga teman Abu Ibrahim Budi yang sama sama pernah di Darussalam, Abon Teupin Raya, Abu Kuta Krueng, Abu Lhoknibong dan para ulama lainya. Pada tahun 1963 setelah mengenyam pendidikan di Dayah Mudi Mesra, Abu Ibrahim Ishaq kemudian berangkat ke Padang untuk belajar kepada salah seorang ulama Padang yang juga sahabat Abuya Syekh Muda Waly yaitu Syekh Zakaria Labaisati Malalo, seorang ulama yang dikenal ahli dalam bidang Ushul Fiqih, Mantiq dan merupakan murid dari Ulama terkenal Padang Syekh Muhammad Jamil Jaho yang juga murid dari Syekh Ahmad Khatib Minangkabau.

Selain Abu Ibrahim Ishaq Lamno, yang belajar di Malalo Padang, ada beberapa ulama lainnya seperti: Abuya Syekh Haji Bahauddin Tawar Tanah Merah, Abuya Teungku Haji Zamzami Syam Singkil dan para ulama lainnya. Lebih kurang tiga tahun Abu Ibrahim Budi di Malalo Padang belajar dan mengajar, maka pada tahun 1966 beliau pulang ke wilayahnya, kembali setelah 17 tahun mengembara untuk menimba ilmu di berbagai dayah dan perguruan tinggi Islam.

Setelah menjadi alim besar, Abu Ibrahim Ishaq mendirikan sebuah lembaga pendidikan Dayah yang bernama Bahrul Ulum Diniyah Islamiyah yang kemudian dikenal dengan Dayah Budi Lamno dan melekat kepada nama beliau sebagai Abu Ibrahim Budi Lamno.
Mulai tahun 1987 beliau menjadi guru, ulama yang mendidik para santri-santrinya dengan penuh komitmen dan dedikasi hingga mengantarkan mereka menjadi ulama-ulama yang mengawal agama masyarakat. Tidak terhitung banyaknya lulusan dari Dayah Budi Lamno, bahkan banyak yang kemudian menjadi ulama-ulama kharismatik yang diperhitungkan di wilayahnya masing masing.

Selain mengkader banyak para ulama, Abu Ibrahim Budi Lamno juga banyak membangun usaha kewirausahaan di Dayah agar para santrinya menjadi para ilmuwan yang mandiri. Sehingga begitu banyak aset yang dimiliki oleh Dayah Budi Lamno yang diperuntukkan bagi kemaslahatan ummat. Abu Ibrahim Budi juga dikenal sebagai seorang ulama yang aktif dalam setiap Kajian Keilmuan Tingkat Tinggi Keislaman atau yang dikenal dengan Mubahasah dan Muzakarah Ulama baik di level Aceh Barat maupun Aceh secara umum. Dengan kedalaman ilmunya, beliau sering menjadi penengah atas berbagai polemik yang muncul dan berkembang. Sehingga disebutkan apabila sebuah Muzakarah tidak hadir Abu Ibrahim Budi, maka akan terasa hambar, Wallahua’lam.

Setelah pengabdian yang panjang dan kontribusi yang tulus, di tahun 1997 dalam usia 61 wafatlah sang ulama tersebut. Namun, sebelum wafatnya, beliau telah mengkader banyak para ulama yang melanjutkan estafet keilmuan dan keulamaannya, di antara ulama-ulama tersebut adalah: Aba H Asnawi Ramli pelanjut kepemimpinan Dayah Budi Lamno, Abu Muhammad Amin Keumala, Abati Babah Buloh, Abu Hasballah Nisam, Abu Ataillah Ishaq Ulee Titi dan puluhan ulama lainnya yang tersebar di seluruh Aceh. Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *