Beliau adalah anak seorang ulama dan pemuka Tarekat Naqsyabandiyah di wilayah Singkil yaitu Syekh Muhammad Tahir. Nama aslinya Abuya Baihaqi, namun setelah berkiprah secara luas di Desa Lipat Kajang dengan membuka dayahnya di Batu Korong, jadilah masyarakat mengenal beliau dengan sebutan Abuya Batu Korong.
Kehadiran Abuya Batu Korong memiliki arti penting dalam peta keilmuan masyarakat Singkil pada era kontemporer, mengingat jasanya yang besar dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan agama. Selain Abuya Batu Korong, ada dua ulama besar lainnya yang juga sangat memengaruhi iklim keagamaan dan keagamaan masyarakat Singkil dan sekitarnya yaitu Abuya Syekh Bahauddin Tawar Tanah Merah dan Abuya Teungku Haji Zamzami Syam Pimpinan Pesantren Darul Hasanah Syekh Abdurrauf al-Singkili. Ketiga Ulama tersebut lahir dalam waktu yang berdekatan, dan ketiga-tiganya bisa disebut sebagai “Guru Besar” masyarakat Singkil dan Subulussalam.
Semenjak kecil Abuya Baihaqi Batu Korong telah dipersiapkan oleh ayahnya untuk menjadi seorang ulama yang paripurna. Sehingga pendidikan agama Abuya Baihaqi langsung diajarkan oleh ayahnya yang juga ulama dan juga seorang mursyid. Semenjak kecil pula telah diajarkan berbagai cabang keilmuan, mulai dari mempelajari Al-Qur’an secara mendalam, kitab-kitab Jawo dan menghafal kitab-kitab matan dalam Mazhab Syafi’i telah mengantarkan Abuya Batu Korong sebagai seorang pemuda yang alim. Bahkan dalam usia 16 tahun beliau telah disulukkan oleh Syekh Muhammad Tahir dan dijadikan asisten beliau dalam ilmu dan tarekat.
Setelah dididik oleh ayahnya Syekh Muhammad Tahir, pada tahun 1947 Abuya Batu Korong berangkat ke Dayah Darussalam Labuhan Haji untuk mematangkan kajian keilmuannya dibawah asuhan guru besarnya Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy, seorang ulama yang menjadi sentral ulama dayah pada era sesudahnya. Abuya Batu Korong termasuk ulama generasi awal dari Murid Syekh Muda Waly al-Khalidy. Beliau segenerasi dengan Abuya Bahauddin Tawar yang juga tiba di Darussalam pada tahun 1947.
Di antara murid-murid Abuya Syekh Muda Waly yang datang dibawah tahun lima puluhan adalah Abu Yusuf ‘Alami, Syech Marhaban Hasan Kruengkalee, Syech Adnan Bakongan, Abuya Jailani Kota Fajar, Abu Imam Syamsuddin Sangkalan, Abuya Aidarus Bangkinan, Abu Qamaruddin Teunom, Abu Jakfar Lailon, Abuya Bahauddin Tanah Merah, Abuya Baihaqi Batu Korong, Abu Zamzami Syam Singkil dan para ulama lainnya. Adapun murid Abuya yang datang diatas tahun lima puluhan seperti Abu Keumala, Abu T. Usman al-Fauzi Lueng Ie, Abu Abdullah Tanoh Mirah, Abu Abdul Aziz Samalanga, dan banyak para santri lainnya, yang umumnya mereka telah alim sebelum dididik oleh Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Dayah Darussalam Labuhan Haji, Abuya Batu Korong kemudian menetap di sebuah desa di Kecamatan Simpang Kanan masih dalam kawasan Singkil yaitu Desa Lipat Kajang. Di Lipat Kajang beliau mulai mengabdikan ilmunya menjadi guru dan pengayom agama masyarakat setempat. Semenjak tiba di Lipat Kajang, keinginan Abuya Batu Korong untuk membangun sebuah lembaga pendidikan bagi masyarakat begitu tinggi. Dengan bermodal tekad, semangat dan tawakkal kepada Allah SWT, Abuya kemudian berhasil membuka sebuah wilayah yang dikenal angker di kawasan Batu Korong Lipat Kajang pada tahun 1989.
Dari Pesantren Babussalam Batu Korong lah bermula kiprah Abuya semakin bersinar. Banyak murid dan lulusan Pesantren Babussalam Batu Korong yang menjadi guru bagi masyarakatnya. Sehingga kawasan hutan Batu Korong yang dikenal “angker” berubah menjadi kawasan impian masyarakat. Melihat kepada semangat masyarakat dalam menuntut ilmu, maka Abuya Batu Korong di tahun 2002 menggagas pendirian Sekolah Tinggi Agama Islam Syekh Abdurrauf Singkil yang dikenal dengan STAISAR Singkil. Sebagai kelanjutan dari pendidikan di Pesantren Babussalam Batu Korong.
Beliau juga ulama yang menginisiasi berdirinya Dayah di kawasan Perbatasan yang biasanya rentan dalam persoalan agama. Beliau telah mendirikan Dayah di wilayah Danau Paris. Abuya Batu Korong adalah ulama yang sarat dengan pengabdian dan pemilik tekad baja. Setelah berkiprah secara luas dan besar untuk masyarakat Singkil dan sekitarnya, wafatlah ulama hebat tersebut di tahun 2015 dalam usia lebih dari delapan puluh tahun. Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan.
No responses yet