Hafid Ibu Rusyd menyamakan antara orang yang hanya pintar menghapal pendapat para Ulama Fikih dengan Pedagang Sendal.
“Dia punya dagangan sendal banyak dijejer didepan, tapi ia bukanlah pembuat sendal. Buktinya, ia tak mampu membuat sendal sendiri, ketika daganganya tidak ada yang sesuai ukuran pembelinya.”
لاتحسب الفقه تمرا انت آكله # لن تبلغ الفقه حتى تلعق الصبرا
Jangan kamu sangka fikih itu ibarat sebutir kurma yang boleh kamu telan (seenaknya) # Kamu tidak akan mencapai fikih itu sehingga merasakan kepahitan (karna sukar dipahami).
Dalam ‘ Majmuah Rasail’ Ibnu Abidin dikatakan :
ولاينبغي الإفتاء الا لمن عرف أقاويل العلماء، وعرف من اين قالوا…
Tidak layak berfatwa, kecuali kepada orang yang mengetahui pendapat-pendapat para ulama dan dari mana pendapat tersebut.
Jika pendapat ulama, kita mudah mengetahuinya. Tapi, soal darimana pendapat tersebut, ini harus ngaji dulu. Tidak bisa hanya dengan membaca begitu saja.
Menurut Ibnu Najim, ada dua alasan :
- Pendapat ulama biasanya ada konsep dan karakter tertentu, dan ini hanya diketahui oleh orang-orang yang punya ilmu dan pengalaman dalam belajar usul dan furu’ (cabang).
- Biasanya, persoalan ijtihadiyah (bukan yang pasti) itu logis maknanya. Tidak bisa kita mengetahui dengan baik, tanpa sisi hukum yg mendasarinya. Seseorang akan merasa kebingungan, tanpa mengetahui bangunan dasarnya, dan dia akan lebih banyak berbuat kesalahan.
Maka dari itu, penting untuk diutarakan bahwa kembali murojaah lagi itu penting, sebelum gobloknya bertambah.
No responses yet