Pasal Budi Pekerti Kanjeng Nabi Muhammad SAW, hadits riwayat Sayyidina Hasan RA (2)

Lanjutan..

..قد ترك نفسه من ثلاث: المراء والإكثار وما لا يعنيه. وترك الناس من ثلاث: كان لا يذم أحدا ولا يعيبه ولا يطلب عورته. ولا يتكلم إلا فيما رجا ثوابه وإذا تكلم أطرق جلسائه كأنما على رءوسهم الطير، فإذا سكت تكلموا، لا يتنازعون عنده الحديث، من تكلم عنده أنصتوا له حتى يفرغ، حديثهم عنده حديث أولهم، يضحك مما يضحكون منه ويتعجب مما يتعجبون منه..

“..Kanjeng Nabi Muhammad SAW tidak pernah melakukan tiga hal: debat kusir, menyombongkan diri dan berperilaku yang tidak pada tempatnya. 

Kanjeng Nabi SAW tidak memperlakukan orang dengan tiga hal: beliau tidak pernah mencela orang, beliau tidak pernah mempermalukan orang di depan umum, beliau tidak pernah mencari-cari aib orang.

Kanjeng Nabi SAW diam kecuali jika pembicaraan itu mengandung manfaat. Bila beliau berbicara, semua sahabat di majelisnya tertunduk diam, seolah-olah kepala mereka dihinggapi burung. Bila Kanjeng Nabi diam, barulah para sahabat berbicara.

Para sahabat tidak pernah ngotot-ngototan adu argumen saat bersama Kanjeng Nabi SAW. Bila ada seseorang yg berbicara di majelis Kanjeng Nabi, satu majelis itupun diam memperhatikannya hingga selesai bicara. Yang berbicara di majelis Kanjeng Nabi SAW berurutan sesuai yang datang pertama. 

Kanjeng Nabi ikut tertawa dengan apa yang para sahabat tertawakan. Kanjeng Nabi juga ikut kagum dengan apa yang para sahabat kagumi..”

Penjelasan :

12. Kanjeng Nabi tidak pernah al miroi (المراء), makna pertama jidal atau debat walau itu benar. Maka bermakna Kanjeng Nabi SAW suka mengalah selama itu tidak mengganggu kehormatan Gusti Allah.

Makna kedua, riya’. Yaitu memamerkan amal demi pujian orang.

13. Kanjeng Nabi tidak pernah al iktsar (الإكثار) bermakna sombong, bermewah-mewahan di depan umum atau banyak bicara. Bisa juga dimaknai yang mengunggulkan diri sendiri.

Maka bermakna Kanjeng Nabi tidak pernah sombong. Sedangkan dawuh beliau seperti 

أنا سيد ولد آدم ولا فخر

“Aku penghulu bani Adam dan aku tidak bermaksud sombong”

Bermakna pemberitahuan dan pembenaran atas fakta yang ada sesuai perintah Gusti Allah, sehingga manusia tahu siapa yang harus dijadikan pedoman hidup dan beragama.

14. Kanjeng Nabi tidak pernah maa laa ya’nihi (وما لا يعنيه) bermakna tidak pernah berperilaku dan berkata yang tidak pantas dan tidak berguna dalam urusan agama dan dunianya. Seperti dawuh Kanjeng Nabi SAW

من حسن الإسلام المرء تركه ما لا يعنيه

“Di antara tanda kebaikan keIslaman seseorang, jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat (tidak pantas) bagi ditinya”

Dawuh Gusti Allah

وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ

“Mereka yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak bermanfaat”

13. Kanjeng Nabi tidak suka mencela orang (كان لا يذم أحدا), yakni tidak memanggil orang dengan panggilan yg dibenci orang itu, tidak memaki orang tanpa haq.

14. Kanjeng Nabi tidak suka mempermalukan orang (لا يعيبه), yakni tidak menggosip, tidak menyebar aib dan tidak menyebarkan kesalahan orang lain tanpa haq.

15. Kanjeng Nabi tidak suka mencari kesalahan orang (لا يطلب عورته), yakni tidak suka mencari cacat, dosa dan kesalahan orang, yang kemudian dipakai bahan gosip. Di mana cacat itu kalau diketahui orang lain, maka jadi hal yg memalukan. Artinya, Kanjeng Nabi selalu menjaga kehormatan harga diri orang lain.

16. Kanjeng Nabi SAW diam kecuali jika pembicaraan itu mengandung manfaat. Manfaat di sini dilihat secara syariat yaitu pahala, hidup enak di akhirat dan mendapat ridho dari Gusti Allah.

Artinya, Kanjeng Nabi hanya berbicara hal penting yang diridhoi Gusti Allah, baik bagi diri maupun orang lain.

17. Bila Kanjeng Nabi berbicara, semua sahabat di majelisnya tertunduk menghadap bumi dan diam untuk memperhatikan dawuh Kanjeng Nabi. Bagi para sahabat Nabi, ini adalah ekspresi kebahagiaan dan pengagungan terhadap derajat kenabian Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Dan para sahabat paham, kalam yang disabdakan Kanjeng Nabi SAW bukan atas hawa nafsu beliau, melainkan berdasarkan wahyu Gusti Allah. Maka, merendahkan diri di hadapan kalam Kanjeng Nabi berarti merendahkan diri di hadapan Kalam Gusti Allah.

Saking khusyuknya menunduk diam, seolah-olah kepala para sahabat sedang dihinggapi burung. Diumpamakan dihinggapi burung karena burung pada umumnya tidak akan hinggap di dahan yang bergerak-gerak.

18. Bila Kanjeng Nabi SAW diam, barulah para sahabat berbicara. Sehingga sahabat tidak pernah memotong pembicaraan Kanjeng Nabi SAW atau berbicara saat Kanjeng Nabi berbicara. Sehingga para sahabat menerima dawuh Kanjeng Nabi secara utuh, tidak sepotong-sepotong.

Makna lainnya, para sahabat punya kebiasaan saat bertemu Kanjeng Nabi, selalu menunggu Kanjeng Nabi berbicara dulu hingga Kanjeng Nabi mempersilahkan sahabat berbicara. Sehingga sunnah para sahabat tidak akan berbicara sebelum dipersilahkan Kanjeng Nabi.

19. Para sahabat tidak pernah saling ngotot-ngototan adu argumen saat bersama Kanjeng Nabi SAW. Yaitu tidak ada yg saling memotong pembicaraan karena ingin menang-menangan debat.

20. Jika ada perselisihan antar sahabat atau mereka sedang berdiskusi, Kanjeng Nabi mempersilahkan secara bergantian satu persatu sahabat berbicara hingga selesai. Sehingga forumnya tertib dan teratur. Bila ada seseorang yg berbicara di majelis Kanjeng Nabi, satu majelis itupun diam memperhatikannya hingga selesai bicara.

Ini semua adalah adab sebuah forum yang dicontohkan Kanjeng Nabi dan para sahabatnya.

21. Yang berbicara di majelis Kanjeng Nabi SAW berurutan sesuai yang datang pertama kepada Kanjeng Nabi. Atau bisa dimaknai, Kanjeng Nabi dan para sahabat dalam berdiskusi, selalu mempersilahkan sahabat-sahabat yg lebih tua atau yg senior atau yg menguasai permasalahan untuk berbicara dulu kemudian bergantian berurutan hingga sampai sahabat yang baru beriman. Kecuali jika sahabat baru itu ditunjuk untuk bicara dulu.

Ini adalah adab bagaimana hubungan senior dan junior dalam masyarakat.

22. Kanjeng Nabi ikut tertawa dengan apa yang para sahabat tertawakan. Kanjeng Nabi juga ikut kagum dengan apa yang para sahabat kagumi. Ini menceritakan hubungan keakraban yang terjadi antara Kanjeng Nabi dan para sahabat. 

Kanjeng Nabi sangat suka bergaul, menyenangkan hati dan membesarkan hati para sahabatnya. Betapa Kanjeng Nabi itu pemimpin yg merakyat dan menerima apa adanya sifat2 para sahabatnya yang bermacam-macam itu dan mengakrabi para sahabat hingga satu persatu para sahabat itu bangga merasa punya kedekatan khusus dengan Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *