Karena yang terpikir hanya sahabat besar yang dijamin masuk surga atau sahabat papan atas yang punya nama harum, karena peran dan prestasinya, padahal masih ada puluhan ribu sahabat papan bawah yang namanya tak pernah disebut dalam kitab atau tak pernah dikenal karena perannya tidak siginifikan.
Siapa bisa setara dengan sahabat sekelas Abu Bakar yang sidiq atau Umar al farouq, Ustman dua cahaya mata atau Ali yang sangat mulia — setianya para isteri nabi saw atau Abu Dzar, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar penguasa zuhud dan tak butuh dunia — mereka semua dijamin masuk surga tanpa dihisab dan tinggal bersama Nabi saw di surga paling tinggi —-
Lahhh kita ? Dimana ? bukan tak boleh mengidola dan menjadikan model ideal para sahabat besar, tapi bukan untuk mensejajarkan diri atau mengkomparasi, bukan kelasnya.
——-
Mungkin saya lebih nyaman melevelkan diri dengan Abdullah si pemabuk atau Nuaiman yang bladhus tapi kerap bikin Nabi saw tertawa —- Ada puluhan ribu sahabat nabi tidak semua dijamin masuk surga, dengan berbagai prilaku, ada yang hapal Quran dan sekaligus mampu memahami dan menasirkannya sekelas Ibnu Abbas, tapi juga ada sahabat yang selama hidup hanya baca ‘qulhu’ disetiap shalat fardhu,
ada yang tidak pernah puasa selain puasa ramadhan, ada yang hanya membayar zakat sekali setahun dan haji jalan kaki, tak ada sunah lain yang mampu dikerjakan.
Ada sahabat yang sangat alim— tak pernah ketinggalan shalat jamaah di masjid bersama nabi, puasa sunah sepanjang hidup, shalat malam puluhan rakaat, mengkhatamkan Quran setiap tiga hari sekali, tapi juga banyak sahabat lainnya yang namanya saja tak pernah disebut, tidak dikenal saking kecilnya dan tak punya peran sama sekali.
Bahkan ada yang mbeling jarang pergi ke masjid, kerepotan tak bisa shalat dengan khusyu, berebut waris atau ngacir tak ikutan perang dengan berbagai alasan dan dalih seperti: Ka’ab, Hilal dan Murarah ketiga sahabat mulia yang sempat di cuekin Nabi saw. Perihidup para sahabat adalah hal biasa, natural apa adanya.
*^^^^^*
Tidak semua sahabat Nabi saw hapal Quran apalagi menghapal ribuan hadits —- saat itu belum ada mushaf al Quran apalagi kitab kodifikasi hadits, semua berserak dalam suhuf, pelepah kurma, batu dan hapalan. Jadi tak semua sahabat bisa mengakses perihidup Rasululah dengan utuh.
Nu’aiman misalnya, salah seorang dari ribuan sahabat papan bawah, mbeling, mbladhus dan suka ngerjain Nabi saw: ‘Di saat bersama Nabi saw di Masjid tiba-tiba perutnya mules karena lapar, lantas ia keluar masjid memesan dua bungkus makanan. Nuaiman mengundang Rasululah saw bersama makan.
Usai makan, Rasulullah berdiri beranjak pergi setelah mengucap terimakasih, apa kata Nuaiman: ‘Wahai Rasululah jangan keburu pergi anda belum bayar makanan tadi ? Lahhh kamu yang pesan kan ? jawab Rasulullah pendek.
‘Wahai Rasulullah di mana-mana itu raja yang traktir rakyatnya atasan bayar bawahannya — jawab Nuaiman sambil terkekeh. Rasulullah pun mengambil dari saku bajunya memberikan uang kepada Nuaiman untuk bayar pesan makanan sambil tersenyum melihat ulah sahabatnya ini.
*^^^*
Rasulullah saw dikenal sayang sama sahabatnya ini meski punya kebiasan mabuk yang belum bisa ditinggalkan dan melarang para sahabatnya yang lain mencela, memaki apalagi melaknatnya. ‘ … dan tak seorang pun berhak melarang ia mencintai Allah dan aku ‘ kata Rasulullah saw.
No responses yet