Oleh : Alvi Sahridah Batubara Dan Rekan saya Siti Nurhayati, kami selaku mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Prof.Dr Hamka(Uhamka).
- Pendahuluan
Pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan Perempuan untuk hidup berketuruan, yang dilangsungkan menurut ketentuan syariat isam. Sementara pernikahan dalam islam suatu perjanjian suci yang dilakukan oleh laki-laki dan Perempuan yang ingin melanjutkan hungan yang halal. Mereka akanj mengikat janji untuk menyatakan bahwa sudah siap untuk membangun rumah tangga. Allah SWT menjadikan pernikahan yang diatur menurut syariat islam sebagai penghormatan dan penghargaan yang tinggi, dengan adanya pernikahan yang sah maka pergaulan antara laki-laki dan Perempuan menjadi terhormat sesuai dengan kedudukan manusia yang tidak makhram jadi makhram. Pernikahan dilakukan dengan proses hukum, sehingga hal-hal atau Tindakan yang muncul akibat pernikahan mendapat perlindungan secara hukum. Sementara jika pernikahan tidak dicatat secara hukum jika ada hal-hal yang berhubungan akibat pernikahn tidak akan bisa dapat perlindungan secara hukum. Pernikahan dalam hukum islam maupun hukum nasional diindonesia dapat dilihat dari tiga segi yaitu, segi hukum, sosial, dan ibadah. Apabila ketiga sudut pandang tersebut sudah terpenuhi maka tujuan pernikahan dalam islam sudah tercapai. Yaitu keluarga yang Sakinah, mawaddah wa Rahmah. Namun ada beberapa orang yang melakukan pernikahan dibawah tangan atau dikenanl dengan nikah siri.
Kata siri berasal dari bahasa Arab yaitu sirri yang artinya adalah rahasia. Namun apabila digabungkan antara kata nikah dan kata sirri maka dapat diartikan secara bahasa dengan nikah diam-diam yang dirahasiakan yakni tidak ditampakkan. Pernikahan sirih adalah suatu pernikahan yang meski memenuhi syarat hukum nikah tetapi karena alasan tertentu tidak tercatat di kantor urusan agama (KUA). Secara hukum islam, pernikahan tersebut dianggap sah karena telah memenuhi syarat dan kriteria pernikahan yaitu adanya ijab, qabul, dua orang mempelai, wali dan dua orang saksi. Jadi pernikahan sirih itu sah dimata agama tetapi tidak sah dimata hukum. Hukum nikah sirih dalam islam sah dan dihalalkan, asalkan syarat dan rukun nikah terpenuhi. Sementara dalam, Pernikahan siri atau pernikahan tanpa melibatkan pencatatan hukum dinyatakan sebagai pelanggaran hukum. Sebab hal itu dinilai melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1946. (Arifin, 2000: 6).
- Pembahasan
Nikah siri yang berarti nikah yang dilakukan tanpa pencatatan di lembaga pencatatan sipil atau KUA (Kantor Urusan Agama). Nikah ini memiliki dua hukum yang berbeda yaitu hukum pernikahan dan hukum tidak mencatatkan pernikahan di KUA. Status anak saat nikah sirih. Seorang anak yang sah menurut Undang-Undang, yaitu hasil dari perkainan yang sah. Ini tercantum dalam Undang- Undang No. 1 tahun 1974 tentang Pernikahan, pasal 42 ayat 1 : Anak yang sah merupakan anak-anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Hal ini merujuk bahwa status anak mempunyai hubungan dara dengan kedua orang tuanya. Dalam beberpa kasus tentang hak anak hasil nikah siri terdapat kesusahan dalam pengurusan hak hukum sepeti nafkah, warisan maupun akta kelahiran. Status anak nikah siri tidak dicatat oleh negara, maka status anak tersebut dikatakan di luar nikah. Secara agama, status anak dari hasil nikah siri mendapat hak yang sama dengan anak hasil pernikahan sah berdasarkan agama. Akan tetapi, hal ini tidak selaras dengan hukum yang berlaku di Indonesia. (Hamka, 1992: 1). Hal ini bertentangan perundang-undangan yang dinyatakan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 43 Ayat 1: A. hukum nikah sirih di Indonesia diatur dalam undang-undang perkawinan no 1 tahun 1974 pasal 2 yang berbunyi: perwinan sah apabila dilakukan menurut hukum masinNg-masing agamanya dan kepercayaan itu, tiap-tiap perkawinan menurut perudang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, meskipun telah sah dimata agama setiap perkawinan tetap harus tercatat secara negara. Artinya, nikah siri dianggap tidak sah di mata hukum Indonesia karena tidak adanya akta nikah serta surat-surat resmi terkait legalitas pernikahan tersebut. Faktor – Faktor Nikah Siri :
- Faktor Ekonomi
Alasan utama penggunaan tetap ekonomi. Kejadian ini sering dialami oleh para calon pengantin yang merasa khawatir dalam mengumpulkan dana untuk persiapan pernikahannya. Di Indonesia cukup banyak orang yang mematok harga atau mahar ratusan juta, sehingga tak heran jika nikah siri menjadi solusinya. Menyediakan tempat pernikahan, rumah, mobil, dan kebutuhan pernikahan akan mendorong laki-laki untuk mempertimbangkan menikah secara sah baik secara agama maupun negara.
- Takut Tersebar
Di Indonesia, ada berbagai aturan yang harus dipatuhi dalam tradisi pernikahan. Berdasarkan kepatuhan terhadap peraturan agama, negara, adat, atau budaya yang berlaku.Cara ini dinilai rumit dan menghabiskan banyak tenaga, uang, dan perbekalan.
Tentu saja banyak tamu yang diundang ke pernikahan , dan kabar yang tersebar di bisa jadi tidak menyenangkan bagi pasangan tersebut.
- Persyaratan Rumit
Islam merupakan agama yang cinta kasih serta memiliki banyak kemudahan. Dibuktikan dengan ketentuan menikah telah dipermudah sedemikian rupa, tujuannya agar terjalin hubungan yang sehat dan tidak dipersulit. Tentu jika mengacu pada pedoman agama Islam pasti banyak yang paham, namun yang jadi permasalahan adalah pasangan yang tidak mau bersusah payah. Bukan rahasia lagi jika banyak adat istiadat dan tradisi yang dijalankan dalam pernikahan di setiap daerah. Banyaknya keperluan seperti pesta, sandang, pangan, dan kebutuhan lainnya sehingga menjadi beban bagi kedua belah pihak. Melihat fenomena tersebut, masyarakat justru merasa miskin dan semakin banyak uang yang terbuang sia-sia. Tergantung pada adat istiadat dan budaya, pernikahan harus difasilitasi sesuai dengan peraturan agama. Faktanya tidak banyak orang yang bisa menerima bahwa nikah yang diperlukan hanyalah ketentuan layaknya rukun dan syarat nikah.
- Model Keluarga
Indonesia mempunyai berbagai daerah yang sangat erat kaitannya dengan adat istiadat, budaya, dan adat istiadat masyarakat setempat. nikah siri tidak menjamin hubungan akan bertahan lama. Banyak orang lajang yang menikah bukannya bahagia justru mengalami trauma dan kesulitan. Hal ini sering terjadi pada istri dan anak yang lahir dari pernikahan siri. Cobaan berat dalam pernikahan Ciri mungkin memiliki konsekuensi serius, dan suaminya mungkin menghilang tanpa sepatah kata pun di tanpa ada yang menyadarinya. Latar belakang dan keadaan keluarga merupakan faktor yang menjadi pertimbangan sebelum memutuskan melangsungkan perkawinan siri. Seperti halnya di Jawa, agenda Ijab-Qabul diikuti dengan pesta yang berlangsung cukup lama, mungkin sehari hingga seminggu. Pasangan seperti yang merasa gaya tersebut hanya membuang-buang uang, memutuskan menikah dengan Sirri dan melupakan entri data ke KUA
Dampak Psikologi Terhadap Anak Akibat Pernikahan Siri
Dampak psikologis terhadap anak menurut Kartono (1985: 49) Apabila perkawinan dilaksanakan hanya secara agama saja, dan tidak dicatatkan pada instansi yang berwenang dalam hal ini KUA Kecamatan, maka suami dapat saja mengingkari perkawinan tersebut. Untuk itu Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sebagai syarat sahnya suatu perkawinan. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa perkawinan yang sah akan mengakibatkan anak-anak yang dilahirkan tersebut menjadi anak sah. “Bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahiran akibat dari persetubuhan setelah dilakukan nikah. Sedangkan di dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditentukan bahwa: “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.“ anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Karena tidak ada bukti adanya perkawinan tersebut, kepentingan seperti terkait dengan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Pasport, Akta Kelahiran anak, atau pun berkaitan dengan politik yaitu berhaknya memberikan suara atau dipilih pada pemilihan umum tidak dapat dilayani. Semua itu karena tidak adanya bukti pernikahan berupa Akta Nikah/Buku Nikah yang akhirnya tidak dapat membuat KTP dan kk. Mungkin kedua pasangan bisa menjalani dengan lancar, walaupun pasti akan ada hambatan. Anak yang tidak tahu apapun akan menjadi korban. Akan terlihat dari waktu bahwa anak tidak nyaman dengan situasi ini, perasaan dan psikologi akan terganggu. lingkup yang paling kecil dan sering menjadi acuan karakter anak, berada di ranah keluarga. Ini menjadi lokasi pertama anak mencoba semua hal yang dia tahu. Anak diusia balita hanya fokus pada sosok ayah dan ibu. Tentu keduanya memiliki peran yang sama dalam mendidik anak menjadi lebih baik. Jika anak diberikan arahan dengan dibentak, dipukul, serta dimaki-maki, kemungkinan saat dewasa sikap tersebut akan ada dalam diri anak. Mengetahui jika ayah dan ibunya menikah sirri mungkin akan akan frustasi, capek harus menerima ejekan, depresi hingga bisa menyebabkan bunuh diri. bermacam perasaan yang mereka kemukakan; seperti rasa malu, minder, kecewa, walaupun mereka menganggap pernikahannya sah secara agama namun mereka yang hidup bermasyarakat pasti memiliki perasaan-perasaan seperti itu dan jika dibiarkan berlarut-larut akan berdampak tidak sehat terhadap mental seseoran
- Kesimpulan.
Meski sah menurut agama, namun pernikahan di bawah tangan tidak barakah dan luput dari perlindungan hukum perkawinan. Sehingga membawa akibat atau dampak, baik secara hukum agama maupun secara psikologis bagi anak tidak sahnya perkawinan bawah tangan menurut hukum negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di mata hukum, yakni: Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah. Konsekuensinya, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu.Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya (pasal 42 dan pasal 43 UU Perkawinan, pasal 100 KHI). Di dalam akte kelahirannya pun statusnya dianggap sebagai anak luar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannya. Keterangan berupa status sebagai anak luar nikah karena nama si ayah tidak tercantum akan berdampak secara sosial dan psikologis bagi si anak dan ibunya. Yang jelas merugikan adalah, anak tidak berhak atas biaya kehidupan dan pendidikan, nafkah dan warisan dari ayahnya
DAFTAR PUSTAKA
Aisah. Status Anak Dari Hasil Nikah Sirri. (Skripsi: Fakultas Syariah, IAIN Walisongo, 2006). Semarang.
Abidin, Slamet dan Aminuddin. 1999. Fiqih Munakahat, Jilid I, Bandung: CV Pustaka Setia.
Alex Sobur. 1991. Anak Masa Depan, Bandung: Angkasa. Al-Ghazi, Syekh Muhammad bin Qasim. Tth. Fath al-Qarib, Indonesia:
Maktabah al-lhya at-Kutub al-Arabiah. Al-Malibary, Syaikh Zainuddin Ibn Abd Aziz. T.th. Fath al-Mu’in, Beirut: Dar al- Fikr.
Al-Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia
Terlengkap, Yogyakarta: Pustaka Progressif.
No responses yet