Tasawwuf itu ilmu penggerak. Ilmu yg bukan sekedar pencerahan jiwa, tapi juga jadi mesin penggerak amal lahiriyah. Konon, Sholahuddin Al Ayyubi mampu menggerakkan ratusan ribu pasukan menguasai Yerusalem setelah sebelumnya belajar Ihya’ Ulumiddin karya Imam Ghozali. Pangeran Diponegoro pun mampu mengobarkan Perang Jawa karena punya jiwa seorang sufi. Belum lg ratusan gerakan perlawanan guru sufi terhadap kolonial pasca Perang Jawa di berbagai daerah.

Jadi, salah besar kalo belajar tasawwuf kok malah males kerja, males ibadah syariat lahiriyah, males belajar ilmu lainnya dan gak peduli sama dunia. Tasawwuf justru jadi pintu gerbang orang mau melakukan syariat lahiriyah secara disiplin dan jadi titik tolak penggerak masyarakat. Bukan malah pinter petatah-petitih merasa kege-eran bak seorang wali kutub.

Syariatnya kenceng, amal sholehnya kenceng, wiridane ya kenceng, itu sufi.

Ngomong-ngomong wali, ada satu anekdot.

Kyai Sarip adalah seorang kyai kampung biasa di pelosok yang tiap hari ngajar ngaji anak-anak  kecil. Tapi tanpa sepengetahuannya, orang-orang menganggap Kyai Sarip itu wali gara-gara doanya sering mujarab. Padahal Kyai Sarip menganggap doa mujarabnya itu kejadian biasa saja.

Desas-desus kewaliannya pun tersebar luas hingga ada sekelompok orang dari luar daerah yang datang pada Kyai Sarip. Mereka ingin mengkonfirmasi kebenaran tersebut.

“Kyai Sarip, kami ingin dengar kejadian ajaib yang pernah njenengan alami,” tanya seorang dari kelompok orang yg sowan itu.

Kyai Sarip pun tidak ngeh kenapa tiba-tiba mereka datang dan tanya demikian. Tapi karena ditanya, ya dia jawab saja.

“Hmm.. Pada suatu waktu saya pernah sekarat,” kata Kyai Sarip, “Kemudian ada ikan yang datang menyelamatkan saya,”

“Wah, gimana ceritanya, Kyai? Tolong ceritakan pada kami?” tanya para pendengar penasaran.

“Saat itu saya sedang sekarat karena kelaparan,” kata Kyai Sarip memulai cerita sambil memasang muka serius, “Trus ada sungai di dekat saya, kebetulan saya bawa pancing, lalu ada ikan datang mengambil umpan saya dan saya berhasil menangkap ikan itu dan saya memakannya, ikan itu pun menyelamatkan hidup saya,”

“Lah, kalo gitu sih bukan kejadian ajaib, Kyai,” pendengar pun kecewa.

“Trus mau kalian gimana?” suara Kyai Sarip meninggi, “Kalo kalian mau cerita ikan itu bisa ngomong, tentu saya tetap akan membunuhnya dan memakannya, apa lagi yang bisa diperbuat orang kelaparan di hadapan seekor ikan?”

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *