Ada dua cerita yang selalu membuat beliau mengangis dan ini ada hubungannya dengan Indonesia. 

Dahulu ada murid beliau di ma’had tahdzib Damaskus yang bernama Suparman (salah satu murid terbaik Syekh Rusdi di zaman itu, ketika mengajar Fara’id, Suparman ini yang menulis apa yang akan beliau ajarkan di papan tulis). Suparman memunyai istri lalu melahirkan di Damaskus, dan berkunjunglah Syekh Rusdi beserta istrinya untuk menjenguknya, lalu Syekh Rusdi bertanya pada istri Suparman: 

“Kamu disini ngapaian aja?” 

“Nggak ngapa-ngapain, Syekh”

“Kamu masuk ke Damaskus, pulang nggak alim itu khasara (rugi), sangat-sangat khasara, paling nggak kamu hafal Alquran” terus istrinya menjawab 

“Saya menghafalnya kemana, Syekh?” 

Akhirnya Syekh Rusdi menyarankan untuk menghafal ke istri beliau. Kemudian istri Suparman ini menghafal kepada istri Syekh Rusdi, selama tiga bulan hafal Alquran dengan itqan.

Setelah Suparman menyelesaikan studinya, ia sekeluarga pulang ke Indonesia. Ketika pulang istrinya langsung mengajar dan membuka pengajian Alquran untuk masyarakat sekitarnya. Suatu ketika Suparman mendapatkan pekerjaan di Malaysia yang lebih baik, akhirnya mereka sekeluarga pindah kesana. Di Malaysia, naik mobil kecelakaan, istri Suparman meninggal. 

Itu adalah kisah yang selalu membuat Syekh Rusdi menangis. Sedih sekali Syekh Rusdi ketika menceritakannya. Kagum terhadap kegigihan istri suparman dalam menghafal dan mengamalkannya. Setelah kejadian tersebut, Syekh Rusdi dan Suparman putus kontak. Sampai sekarang beliau tidak mengetahui kabar dari Suparman apakah ia meninggal atau masih hidup dan tinggal dimana? Syekh Rusdi berharap dapat berhubungan kembali dengan muridnya Suparman. 

Cerita kedua, bermula ketika pengecekan arah kiblat di Jami’ Manjak. Di masjid itu terdapat sebuah menara yang digunakan untuk meneropong arah kiblat. Adat ahlu al-syam zaman dulu dalam menentukan arah kiblat. Melalui daerah setelah nahr aisyeh terdapat gunung yang bernama jabal mani’ (karena gunung ini yang mengarah persis ke Ka’bah) jika dari menara masjid diteropong arahnya persis ke jabal mani’, maka arah kiblat itu benar. Intinya, ketika masyarakat ingin membangun masjid untuk menentukan arah kiblat adalah dengan meneropong ke arah  jabal mani’.

Waktu itu yang memunyai alat bukanlah orang Islam, jadi pengecekan arah kiblat tidak hanya dilakukan oleh orang Islam tapi juga ada seorang dari non muslim. Pada suatu ketika orang ini naik ke menara di Jami’ Manjak untuk meneropong. Saat diteropong bukannya melihat jabal mani’ tapi malah melihat Ka’bah, kemudian ia turun dan langsung membaca syahadat.

 Dua cerita tersebut adalah cerita yang selalu dikisahkan Syekh Rusdi dengan berurai air mata, beliau selalu menangis ketika mengisahkan kedua cerita tersebut.

Beliau adalah generasi terakhir dari murid Syekh Hasan Habannakah rahimahu Allah, memulai rihlah ilmiah di usia yang masih sangat muda (Sebelum menginjak usia 15 tahun). Beliau juga berguru pada murid-murid Syekh Hasan, dari murid-murid senior beliau ada empat yang sangat berpengaruh bagi beliau, diantaranya Syekh Shadiq Habannakah (Adik Syekh Hasan Habannakah, dan bermulazamah sangat lama), Syekh Husain Khattab, Syekh Kurayyim Rajih dan Syekh Mustafa Khin.

Syekh Rusdi merupakan seorang mudaris (guru) dan pengajar hampir di seluruh ma’had al-syar’i di Damaskus, ahli dalam hampir semua cabang ilmu. Fiqih, Fara’id, Nahwu, Manthiq dan Ushul Fiqh adalah fan keilmuan yang menjadi basis atau konsentrasi yang beliau tekuni dan ajarkan sampai menjadi pakar dan ahli. Sampai-sampai, beliau hafal Minhaj dan buku-buku fiqih lainnya secara madlmun (tematik). Setiap harinya kecuali hari Jumat beliau mengajar di ma’had-ma’had lebih dari sepuluh kali, sepuluh pelajaran yang berbeda-beda (sepuluh muhadharah). Beliau juga di dapuk sebagai rais muddaqiq (ketua peneliti) di wazirah al-awqaf, untuk buku-buku manahij al-fiqh al-syafi’i dan ushul fiqh al-syafi’i untuk ma’had-ma’had syar’i di seluruh Suriah. 

Dipercayanya beliau di Jami’ Manjak

Jami’ Manjak merupakan tempat bersejarah bagi mercusuar keilmuan yang ada di daerah Maidan, Damaskus (tulisan tentang Jami’ Manjak akan dibahas di tulisan lain yang lebih mendalam) di masjid ini ada sebuah tradisi masyikhah. Siapa yang akan memegang pengajian disana secara turun temurun. 

Saat ini, Syekh Rusdi Qalam-lah yang menjadi pemegang tradisi tersebut –menggantikan pengajian-pengajian yang diampu oleh Syekh Shadiq Habannakah. Sebelumnya, beliau adalah pengganti atau badal ketika Syekh Shadiq sedang udzur atau berhalangan. Ketika Syekh Shadiq ada, beliau membaca kitab yang akan diajarkan oleh beliau. Semisal pengajian Fath al-Mu’in, Syekh Rusdi yang membacakan dan Syekh Shadiq yang menerangkan, jadi sedekat itulah hubungan keduanya dalam beristifadah. 

Selain itu setiap harinya di Jami’ Manjak, ada pengajian umum Kanzu al-Ragibin, Faidlu al-Ilahi al-Malik, Ghayah al-Wushul, Tafsir Baidlawi dan baru memulai pengajian baru Mughni Muhtaj. Pengajian khususnya dari kitab-kitab besar seperti; Roudhah al-Thalibin, Tuhfah al-Muhtaj sampai kitab-kitab kecil Syarah Waraqat Imam Haramain, Tuhfah al-Habib, Minhaj al-Thalibin, Fath al-Mu’in, Syarah Ibnu Aqil, dsb. Pengajian umum di masjid ini diperuntukan untuk semua kalangan, dan pengajian khusus diperuntukan untuk para thallab al-ilmi, terutama para thullab ajanib, sehingga pembahasan pada pengajian khusus biasanya lebih detail dan tafsil dibandingkan pengajian umum.

Ayah kedua bagi kami :

Beliau terkenal tidak hanya sebagai Syekh tapi juga seorang Ayah, tidak hanya untuk thullab ajanib (ajam atau orang asing) tapi juga semua orang Suriah. Beliau tidak hanya mengajar tapi juga membantu kita, tidak hanya dalam masalah ukhrawi tapi juga masalah dunia, sudah tidak terhitung banyaknya orang-orang yang telah dibantu beliau dalam umur al-duniyawiyah. Beliau adalah pengusaha yang sangat dermawan kepada semua orang. 

Beliau selalu menekankan bahwasanya pelajar agama harus memunyai pekerjaan. Beliau tidak mau pelajar agama itu minta-minta ke orang, sangat-sangat tidak mau, itu prinsip. Maka beliau  suka ketika pelajar agama kaya. Pelajar harus afif salah satunya dengan bekerja. Agar tidak  hidup dari agama, tidak menjual agama seperti yang terjadi sekarang ini. Kenapa harus memunyai pemasukan selain dari agama? Agar tidak terjadi fitnah. Jadi ketika seorang thalib mengajar, dia murtah, memiliki pekerjaan, agar ia terbiasa mandiri dan dapat menghidupi kehidupannya serta keluarganya.

Rujukan Fatwa dan Fara’id :

Kenapa beliau terkenal dan masyhur di Suriah? Karena beliau merupakan rujukan fatwa dan fara’id syafi’i (meskipun bukan mufti fiqih Syafi’i di Suriah). Beliau diakui para ulama, dapat memraktekkan fiqih yang ada dalam kitab ke dalam waqi’i, (mengaplikasikan dan disesuaikan pada kehidupan nyata) karena menerapkan fiqih di kehidupan nyata adalah hal yang sulit dilakukan dan diperlukan ilmu tersendiri. 

Misalnya, ketika kita membaca Tuhfah Al-Muhtaj, permasalahan muamalah yang sering kita jumpai sehari-hari tentu tidak semuanya tertulis dalam kitab, ada permasalahan modern yang pasti tidak tercantum dalam kitab. Lalu bagaimana solusinya? Dengan mengqiyaskan atau menerapkan kaidah-kaidah yang ada dalam kitab kedalam dunia nyata. Keahlian dalam mengaplikasikan fiqh inilah yang membuat para Masayikh Damaskus mengakui kapasitas beliau sebagai seorang Fuqaha’.

Kenapa beliau bisa seperti itu? Karena beliau tidak hanya mengajar thallab al-ilmi, tapi juga pengusaha, dokter, pedagang, insinyur dan berbagai macam halaqah berbasis profesi yang beliau bina. Beliau juga mempunyai pengajian untuk para khuttaba’ dan Imam. Tak ketinggalan, beliau juga terjun langsung untuk melihat keadaan masyarakat secara real. Dengan wasilah inilah beliau dapat melihat fiqih sesuai dengan kebutuhan penggunanya, dan menghukumi sesuatu sesuai dengan kondisi dan keadaan yang berlaku.

Pandangan tentang Ijazah dan Sanad :

Beliau merupakan salah satu ulama yang berpandangan bahwasanya ijazah tidak terlalu penting. Beliau sangat tidak menyukai ketika orang datang kepadanya dengan niatan meminta ijazah, beliau sangat-sangat tidak suka.

“Saya memunyai sanad sangat banyak, sampai-sampai bertas-tas isinya sanad semua, tapi saya tidak mau dan tidak peduli akan hal itu karena kata Syekh Shadiq – ketika Syekh Rusdi bertanya mengatakan: ‘sanadmu itu ilmumu’ – jadi tidak butuh yang namanya kertas atau tulisan, sangat tidak diperlukan.” Beberapa kali beliau ditawari sanad oleh ulama-ulama Syam, ulama Hind, ulama Mesir, ulama manapun dan beliau tidak mau menerima itu. “Bukti bahwasanya kamu pintar, ya ilmumu itu”  Tetapi, beliau berpandangan jika Alquran dan hadits membutuhkan sanad, begitulah pandangan beliau terhadap ijazah dan sanad. 

Cara belajar beliau dalam memahami ilmupun dapat kita renungkan baik-baik, bahwa beliau sangat menekankan tentang muraja’ah. Sebelum dan sesudah dipelajari. Dulu ketika beliau mengaji kitab Qatru al-Nada, beliau akan memuraja’ah sebanyak sepuluh kali sebelum dan sesudah ngaji, setelah itu beliau akan mengajarkannya kepada orang lain. Contoh lainnya adalah ketika beliau ingin ngaji Minhaj al-Thalibin ke masayikhnya, semua syuruh dan hawasyi Minhaj al-Thalibin akan di muraja’ah terlebih dulu sebelum datang ke pengajian. Kitab fiqih yang menjadi favorit beliau adalah Roudlut al-Thalib dan Mughni al-Muhtaj.  Hal ini menujukkan konsistensi dan ketekunan beliau terhadap ilmu itu sendiri dengan membacanya berulang-ulang hingga mutqin terhadap ilmu tersebut.

Dari Rusia – Malaysia :

Murid-murid beliau sudah tak terhitung banyaknya, di dalam negeri sendiri telah banyak ustadz-ustadz yang pernah berguru pada beliau diantaranya; Syekh Thariq Maghribiyyah, Syekh Abdurrazaq Saman, Syekh Anas Sirwan, Syekh Shofwan al-Hamd dll. Selain itu,  banyak muridnya yang tersebar dari Rusia (Dagistan dan Chechnya), Asia Tengah, hingga Malaysia, bahkan Mufti Malaysia –Zulkifli Mohamad al-Bakri– pernah berguru pada Syekh Rusdi. Hampir semua pelajar Dagistan pernah mengaji langsung dengan Syekh Rusdi dan sisanya pernah mengikuti pengajiannya secara daring, tidak heran jika beliau sangat masyhur disana. 

Beliau selalu menaruh pehatian lebih kepada pelajar-pelajar yang berada di luar Damaskus dalam artian, beliau memandang bahwasnya pelajar-pelajar ini akan menjadi tokoh di tempat asalnya. Ketika ada pelajar dari Aleppo, Raqa’, Dar’a, dan wilayah-wilayah lain di luar Damaskus, meminta pengajian khusus beliau akan sebisa mungkin menyanggupinya. Karena beliau melihat bahwasanya mereka akan menjadi tokoh dan rujukan ilmu (mas’ul yang sangat besar) di daerah asalnya. Sama halnya ketika ada pelajar-pelajar dari Indonesia, Malaysia, Rusia, Prancis, Afrika, Cina, dsb meminta pengajian khusus, karena ini adalah bentuk kaderisasi ulama di masa yang akan datang.

Karamah beliau :

Baru-baru ini, beliau telah sembuh dari sakit keras, yang membuat dokter takjub pada beliau. Karena biasanya orang yang mengidap penyakit ini (Leukimia) mempunyai harapan hidup yang sangat kecil (rata-rata meninggal). Tapi beliau Syekh Rusdi terlihat sehat wal afiyat dan dapat beraktivitas seperti biasa.

Di lain hal, dulu ada dua ma’had, Badrudin dan Ihsan yang sedang membutuhkan uang (pada masa konflik masa serba kekurangan, keadaan perang dan tak menenetu). Seykh Rusdi bingung mencari solusinya, tiba-tiba datang seorang saudagar, datang ke beliau dan ngomong “Saya tadi malam bermimpi bertemu Rasulullah, beliau berkata untuk datang ke Jami’ Manjak dan menyerahkan uang ini ke orang yang bernama Rusdi” Padahal si saudagar ini tidak mengenal Seykh Rusdi, begitupula dengan Syekh Rusdi yang juga tak mengenalnya. Uang yang banyak itu pun langsung dibagikan ke dua ma’had yang sangat membutuhkan tadi.

Kesederhanaan Beliau :

Beliau adalah sosok yang sangat mandiri dan low profile yang selalu mengerjakan apa-apanya sendiri. Beliau hanya memakai imamah dan jubah kebesaran ketika salat Jumat. Ketika beliau membuat teh untuk dirinya dan murid-muridnya –untuk Dars– tidak mau dibuatkan, serta mencuci sendiri pula gelas dan tekonya, murid-murid beliau pasti berebut untuk mencucinya tapi beliau selalu tidak berkenan. Ketika ingin mematikan lampu atau ketika ingin mengambil air minum yang disitu terdapat banyak muridnya beliau tetap akan melakukannya sendiri tanpa memerintah muridnya. 

Satu waktu setelah talaqqi, beliau ingin membersihkan kipas di maktabnya, beliau dengan sendirinya melepas jubahnya, memakai celana dan kaos putih lalu langsung naik untuk mengambil kipas tersebut, padahal saya sudah menawarkan diri untuk mengambil dan membersihkan semua kipas itu sendiri, tapi tetap saja beliau selalu tidak berkenan, sampai-sampai saya berebut untuk cepat-cepat mengambil sebnayak-banyaknya agar beliau bisa membawa sedikit saja. Tapi tetap saja beliau bilang “kamu jangan bawa banyak-banyak, ayo kita bagi dua”. Pernah sekali waktu saya membawakan sandalnya, dan beliau langsung memarahi saya.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *