Categories:

Kontributor: Abd. Kholil Arrasyid (Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Perintah melaksanakan sholat telah ditegaskan baik dalam Alquran maupun sunnah. Sehingga seorang muslim yang berakal dan sudah baligh wajib melaksanakan sholat. adapun waktu  dalam melaksanakan sholat ada lima, yaitu: zuhur, azar, Magrib, isya dan subuh.  seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Daud dalam Sunan Abu Daud no. 332, yang artinya:

Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Saya telah dijadikan imam oleh Jibril di Baitullah dua kali, maka ia shalat bersama saya; shalat Zuhur ketika tergelincir matahari, shalat Asar ketika bayang-bayang sesuatu menyamainya, shalat Magrib ketika terbenam matahari, shalat Isya’ ketika terbenam syafaq (mega merah), dan shalat Subuh ketika fajar bercahaya. Maka besoknya shalat pulalah ia bersama saya; shalat Zuhur ketika bayang-bayang sesuatu menyamainya, shalat Asar ketika bayang-bayang sesuatu dua kali panjangnya, shalat Magrib ketika orang puasa berbuka, shalat Isya’’ ketika sepertiga malam, dan shalat Subuh ketika menguning cahaya pagi. Lalu Jibril menoleh kepadaku dan berkata, “Wahai Muhammad, inilah waktu shalat nabi-nabi sebelum engkau, dan waktu shalat adalah antara dua waktu itu.” (H.R. Abu Daud)

Seperti yang di ketahui bahwa sholat merupakan perintah langsung dari Allah kepada hambanya sebagai bentuk penghambaan diri kepada-Nya, lantas bagaimana dengan orang yang meninggalkan sholat, Nabi SAW bersabda dalam hadis yang diriwayatkam Imam at-Tirmidzi dalam Sunan at-Tirmidzi no. 2545

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ:(قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ)

وَفِي الْبَاب عَنْ أَنَسٍ وَابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ

Dari Abdullah bin Buraidah dari bapaknya dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkannya maka dia sungguh telah kafir’.” ( H.R. at- Tirmidzi, Dan pada bab tersebut dari Anas dan Ibnu Abbas, Abu Isa berkata; ‘Ini hadits hasan shahih gharib).

Hadis  di atas telah memberikan peringatan bagi seorang muslim dampak meninggalkan sholat ialah di cap kafir, naudzubillah.

Namun ada persoalan lain yang tidak kalah lebih pentingnya yaitu telah banyak tersebarnya hadis-hadis palsu mengenai hukuman bagi yang meninggalkan sholat. Seperti yang terdapat dalam manuskrip “Empat Puluh Hadis Nabi” tepatnya dilembaran ke-3, yang di digitalisasi oleh Endangered Archives Programme (EAP) yang disediakan oleh The British Library. Sayangnya manuskrip tersebut tidak jelas siapa pengarang, tahun serta alasan dibuat manuskrip tersebut, di ketahui manuskrip ini  disimpan oleh pengoleksi manuskrip La Gina yang  berada di Kec. Maligona, Kab. Muna, Sulawesi Tenggara.

(قال النّبِيّ صَلىّ الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ تَرَكَ صَّلَاةَ الْفَجْرِ تَبَرَّأَ مِنْهُ الْاِيْمَنُ

قَالَ النَّبِيّ صَلىّ الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ تَرَكَ الظُّحْرِ تَبَرَّأَ مِنْهُ الْاَنْبِيَاءُ

قَالَ النَّبِيّ صَلىّ الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ تَرَكَ صَّلَاةَ العَصْرِ تَبَرَّأَ مِنْهُ مَلَائِكَةُ

قَالَ النَّبِيّ صَلىّ الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ تَرَكَ صَّلَاةَ الْمَغْرِبِ تَبَرَّأَ مِنْهُ الْقُرْآنُ

قَالَ النَّبِيّ صَلىّ الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ تَرَكَ صَّلَاةَ الْعِشَأِ تَبَرَّأَ مِنْهُ الرَّحْمٰنُ)

Rasulullah SAW Bersabda : Barangsiapa yang meninggalakan Sholat Fajr berlepas darinya keimanan

Rasulullah SAW Bersabda : Barangsiapa yang meninggalkan Sholat Zuhur berlepas darinya Nabi-nabi

Rasulullah SAW Bersabda : Barangsiapa yang meninggalkan Sholat Azar berlepas darinya Malikat-malaikat

Rasulullah SAW Bersabda : Barangsiapa yang meninggalkan Sholat Maghrib berlepas darinya Al-Qur’an

Rasulullah SAW Bersabda : Barangsiapa yang meninggalkan Sholat Isya’ berlepas darinya kasih sayang Allah

Ada beberapa cara untuk mengetahui apakah hadis diatas benar-benar palsu atau tidak,  salah satunya ialah mengecek sanad dari hadis tersebut, karena sanad atau rantai periwayat merupakan unsur penting dalam mengecek keshahihan suatu hadis. Namun dalam lembaran manuskrip diatas hadis-hadisnya tidak tercantum rantai sanad. Selanjutnya ialah melihat keterangan penilaian dari ulama hadis, manuskrip diatas juga tidak terdapat keterangan dari ulama mengenai hadis yang termuat didalamnya. Karena dalam mengetahui kevaliditas suatu hadis perlu ada keterangan dari ulama-ulama hadis mengenai status dan tingkatan hadis tersebut. Dan dalam penelusuran penulis, hadis-hadis yang termaktub dalam lembaran manuskrip diatas  tidak terdapat dalam kutubut Tis’ah.

Dari hal diatas dapat kita ketahui bahwa hadis yang termuat dalam lembaran manuskrip tersebut adalah Maudhu’. Perkara ini juga senada dengan apa yang di fatwakan oleh  Komite Tetap Urusan Fatwa dan Riset Ilmiah Saudi Arabia pernah ditanya tentang hadits tersebut dan hadits lain yang semisalnya, mereka menjawab, “Hadits-hadits tersebut tidak ada di dalam kitab-kitab (hadits) Ahlus Sunnah. Dan setelah melakukan penelitian, kami tidak menemukan sumbernya. Oleh karenanya, kita dilarang membagikan dan menyebarluaskannya (kepada kaum muslimin).” (Fatwa Lajnah Daimah III/259).

Meskipun tujuan hadis tersebut untuk menakut-nakuti umat muslim agar tidak meninggalkan sholat, tetapi sejatinya membuat hadis-hadis palsu juga perbuatan yang tidak benar dalam agama. Ini juga merupakan suatu dosa yang sangat besar, dan haram hukumnya menyebarluaskan ataupun menggunakan hadits tersebut sebagai dalil.

Maka bagi seorang muslim yang beriman hendaknya mencari dalil-dalil yang shahih untuk di jadikan sebagai pedoman dalam beribadah, baik dari hadis yang terdapat dalam kitab-kitab hadis shahih maupun ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an.

Foto : https://eap.bl.uk/archive-file/EAP212-4-2

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *