Pembahasan sebelumnya menjelaskan bahwa sebagian umat Islam terutama kelompok radikal melakukan berbagai aksi teror yang teridentifikasi dalam sejarah umat Islam sejak era khalifah sampai sekarang sebagai salah satu bentuk aktualisasi jihad. Dalam persepktif mereka, jihad merupakan suatu kewajiban baik itu kewajiban individu (fardu ‘ain ) maupun kewajiban kolektif (fardu kifayah ).
Hukum jihad pada dasarnya memang wajib karena teks-teks Alquran yang menjelaskan tentang jihad dipresentasikan dalam bentuk (sighat) amr (perintah) seperti term-term jâhidû (Q.S. Ali Imran (3): 142), qâtilû (Q.S. al-Baqarah (2): 190, 193), faqtulû (Q.S. alTaubah (9): 5). Hal tersebut sesuai dengan kaedah ushul “لصلاا ىف رملاا بوجولل” fiqh276 (hukum dasar dari suatu perintah (amr) adalah wajib).
Berdasarkan kaedah ushul tersebut menunjukkan bahwa hukum asal jihad adalah wajib277 terkecuali ada alasan atau qarînah yang mengalihkan dan merubah hukum asal tersebut. Argumentasi tersebut diperpegangi oleh jumhur ulama. Berbeda halnya dengan ulama dari kelompok Mu’tazilah, mereka berpendapat bahwa hukum asal amr adalah nadb (sunnah).
Dalam pandangan Mu’tazilah, amr merupakan suatu tuntutan melaksanakan sesuatu hal kepada orang yang diperintah dan amr bisa saja dalam bentuk mengharuskan melakukan sesuatu (wajib) dan atau dalam bentuk nadb (sunnah).
Memilih alternatif yang paling kecil (nadb ) lebih baik sampai ada keterangan atau qarînah yang menunjukkan wajibnya suatu perintah tersebut. Ulama Mu’tazilah juga mengemukakan hadis Nabi saw yang menjelaskan bahwa jika seseorang diperintahkan untuk melakukan sesuatu perbuatan, maka laksanakan sesuai dengan kemampuannya.
Oleh karena itu Mu’tazilah berkesimpulan bahwa melaksanakan amalan yang diperintahkan disesuaikan dengan kemampuan manusia, dan ini mengindikasikan amr bukan sesuatu keharusan
(wajib) tetapi sunnah saja.278
Sekalipun terjadi perbedaan persepsi antara jumhur ulama danulama Mu’tazilah, tampaknya penulis cenderung menyetujui argumentasi yang dikemukakan oleh jumhur ulama tentang hukum dasar amr adalah wajib terkecuali ada penjelasan yang merubah hukum tersebut.
Persoalannya adalah apakah hukum wajibnya jihad melawan orang- orang kafir dan membunuh mereka dalam ayat-ayat yang dikemukakan di atas merupakan kewajiban setiap Muslim (fard ‘ain ) atau kewajiban kolektif (fard kifâyah)?. Kewajiban tersebut tampaknya hanya bersifat kolektif ditujukan kepada umat Islam yang memiliki kapabilitas dan persyaratan untuk terlibat dalam peperangan misalnya kesehatan fisik, pengalaman perang, memiliki visi dan strategi perang dan memiliki persenjataan perang.279
Kewajiban kolektif tersebut kelihatannya berlaku dalam kondisi kalau peperangan tersebut dilakukan berdasarkan perencanaan dan strategi yang matang.
Tetapi kalau umat Islam diserang secara tiba-tiba oleh musuh, maka umat Islam secara individu berkewajiban untuk mempertahankan wilayah dan identitas umat Islam sesuai dengan kemampuan mereka. Dalam kondisi demikian, jihad merupakan fardu ‘ain bagi seluruh umat Islam yang tinggal di wilayah tersebut termasuk komunitas yang tinggal berdekatan dengan wilayah yang diserang. Kewajiban individu itu juga مكحلا رودی عم ةلعلا ادوجو امدعو sejalan dengan kaedah ushul yaitu 280 (hukum itu berlaku berdasarkan illatnya)….
Baca Buku ” Terorisme Bukan Jihad : Kesesatan & Pelanggaran Aksi Teroris” Hlm. 200 – 202.
No responses yet