Sering kali penulis membaca pesan di beberapa grup WhatApp dan beberapa status di media sosial tentang Hari Tasyrik sebagai hari makan dan minum dengan menyertakan hadis Nabi, “Hari-hari tasyrik adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah,” (HR. Muslim). Dan kemudian disertakan dengan gambar daging, vedio orang-orang menyantap daging kambing, dan berbagai gambar dengan menu makanan yang lezat dan aduhai yang mengundang selera makan.
Apakah hal tersebut salah?, tidak ada yang salah dengan status-status tersebut yang kemudian disertai dengan hadis Nabi. Tetapi yang menjadi tidak pantas, apabila hadis tersebut hanya dipahami sebagai pesta makanan saja tanpa memasukkan tujuan lain dari hadis tersebut. Dan melupakan makna dari hari makan dan minum tersebut, yang disertai dengan kalimat “yaum dzikr” (hari mengingat Allah).
Hari Tasyrik, Hari Makan dan Minum
Dalam banyak redaksi hadis, bahwa Hari Tasyrik adalah hari makan dan minum seperti dalam beberapa hadis berikut;
عن نبيشة الخير الهذلي: أيامُ التَّشريقِ أيامُ أكلٍ وشربٍ
عن عبد الله بن عمرو: أيّامُ التَّشريقِ أيّامُ أَكْلٍ وشُربٍ فلا يصومُها أحَدٌ
عن عقبة بن عامر: يوم عرفة ويوم النحر وأيام التشريق، عيدنا أهل الإسلام، وهي أيام أكل وشرب
عن عبد الله بن حذافة وأبي هريرة وابن عباس: أيّامُ التَّشريقِ أيّامُ أكلٍ وشُربٍ وبِعالٍ
عن أبي هريرة: أيّامُ التَّشريقِ أيّامُ أكلٍ وشُربٍ وذكرِ اللهِ تعالى
Hadist Nabi tentang Hari Tasyrik dari Nusyaibah, Abdullah bin Amr, ‘Uqbah bin Amir, Abu Hurairah dan Ibnu Abbas di atas bahwa “Hari Tasyrik adalah hari makan, minum’, kemudian ada yang ditambah dengan redaksi lain “Maka hendaknya pada hari itu seseorang tidak berpuasa” ada juga redaksi “hari untuk berdzikir kepada Allah”.
Sedangkan dalam Al-Qur’an terkait dengan hari Tasyrik sebagaimana pendapat banyak ahli tafsir adalah Ayat “Wadzkurullah fi ayyam ma’dudat” hari-hari dianjurkan untuk memperbanyak mengingat Allah pada hari Tasyrik.
Ada tiga hal pokok dalam redaksi hadis terkait dengan hari Tasyrik yaitu hari makan dan minum, dan juga hari mengingat Allah (dzikir). Maka, dilarang berpuasa pada hari Tasyrik dan dianjurkan untuk memperbanyak dzikir, yaitu; 1) takbir setelah shalat lima waktu (dan ada juga yang berpendapat takbir disunnahkan sejak hari Arafah sampai hari ke tiga Ayyam Tasyriq. 2) Menyebut nama Allah (basamalah) ketika menyembelih hewan kurban. 3) Menyebut nama Allah ketika makan dan minum dan memperbanyak membaca hamdalah (bersykur). 4) bertakbir ketika melempar jumrah.
Hari Tasyriq, hari di mana dianjurkan untuk memperbanyak dzikir kepada Allah serta hari makan dan minum, hal tersebut dibenarkan oleh para ulama dengan keshahihan hadis dan juga Ayat Al-Qur-an;
وَيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ فِىٓ أَيَّامٍ مَّعْلُومَٰتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ ۖ فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْبَآئِسَ ٱلْفَقِيرَ
“dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir”
وَٱلْبُدْنَ جَعَلْنَٰهَا لَكُم مِّن شَعَٰٓئِرِ ٱللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَٱذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَيْهَا صَوَآفَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْقَانِعَ وَٱلْمُعْتَرَّ ۚ
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta”
Hari Tasyrik adalah hari-hari yang mulia di sisi Allah, dimana orang-orang mukmin yang melakukan kebaikan pada hari itu pahalanya akan dilipatgandakan;
عن عبدالله بن قرط : أعظمُ الأيامِ عند اللهِ يومُ النَّحرِ، ثم يومُ القُرِّ
Dari Abdullah bin Qurt, Rasulullah bersabda, “Hari-hari yang paling mulia di sisi Allah adalah hari Nahr, kemudian hari Qurr (hari Tasyrik)”.
Syariat Islam memberi keseimbangan dalam kehidupan manusia, bagaimana ia menjalaninya di dunia menuju akhiratnya. Seorang mukmin tidak hanya diwajibkan untuk bersujud kepadaNya, dan kemudian meninggalkan keluarganya dan pekerjaan, tetapi ia juga diwajibkan untuk melakukan kehidupan dunianya sebagai bekal akhiratnya. Mukmin diwajibkan untuk puasa, dan kemudian berbuka.
Dalam Ihram jamaah haji dilarang melakukan sesuatu seperti bersetubuh, berburu dan bahkan sesuatu yang diluar haji disunnahkan, memakai wewangian, memotong kuku dan lainnya. Larangan tersebut sampai jamaah haji berada di Mina, kemudian melaksanakan tahallul, setelah itu semua dihalalkan, maka di sinilah dianjurkan untuk makan dan minum kemudian berdzikir kepadaNya.
Demikian pula kehidupan seorang mukmin di dunia, adakalanya menahan diri untuk tidak makan dan minum (puasa) dan menahan syahwat, dan adakalanya makan dan minum sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, kesemuanya itu hanyalah untuk bersyukur atas karunia Allah, dengan banyak mengingatNya dan melakukan kebaikan-kebakan.
Bagi jamaah haji dianjurkan untuk makan dan minum (dilarang puasa) agar kuat dalam melaksanakan ibadah haji, sebagaimana disampaikan Asma’ Manshur dalam Maqalahnya.
Bagaimana dengan umat Islam yang tidak melaksanakan haji?, maka mereka juga dilarang untuk berpuasa, hari itu adalah hari makan dan minum, yaitu sebagai simbol berbagi nikmat yang Allah berikan kepada seseorang dengan berbagi makanan atau minuman, hari mengungkapkan syukur atas nikmat yang Allah telah berikan, berkorban dan dagingnya dibagi-bagikan. Bagi fakir miskin yang jarang memakan daging, maka hari itu mereka dapat menikmatinya. Hari makan dan minum bukanlah untuk pesta, tetapi sebagai bentuk syukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada manusia. Asma’ menambahkan, dianjurkan memakan daging ternak (unta, kambing dan sapi) pada hari Tasyrik, karena hewan-hewan ini taat kepada Allah dan tidak melakukan maksiat, dan selalu bertasbih kepada Allah, “wain min syain illa yusabbihu bihamdih”.
Allah ‘Alam bishawab
Malang, hari Tasyrik 1442 H
No responses yet