Life is joyful. Hidup ini nikmat. Ungkapan tersebut menyadarkan kita ‎tentang betapa nikmatnya hidup. Ya, kita patut sadar bahwa betapa pun ‎beratnya kondisi kehidupan yang tengah kita jalani, jika kita melihat ‎kehidupan ini dengan cara pandang yang luas dan positif, maka kita akan ‎menemukan kenikmatann hidup ini.‎

Sebaliknya, betapa pun mudahnya hidup yang tengah kita jalani, alami ‎dan rasakan, jika kita melihat hidup ini dengan cara pandang yang sempit dan ‎negatif, maka hidup akan terasa menyesakkan dada.‎

Hidup akan terasa nikmat jika kita menjalaninya dengan penuh ‎keikhlasan, kesadaran sepenuh hati bahwa skenario kehidupan ini sudah ‎ditata dan diatur sedemikian rupa oleh yang Mahamengatur. Kita adalah ‎pemain kehidupan dengan peran kita masing-masing yang harus menjalani ‎peran sesuai dengan ketentuan yang sudah digariskan oleh Sang Sutradara, ‎yakni Allah Swt. Ketentuan serta aturan kehidupan itu sudah dijelaskan dalam ‎kalam Allah (baca:al-Qur’an), Sunnah Rasulullah Saw. (baca: Hadis), juga ‎ijtihad para ulama.‎

Hidup ini nikmat jika kita sandarkan seluruh aktivitas kehidupan kita ‎kepada Allah. Segala ikhtiar maksimal yang kita lakukan, adalah wujud syukur ‎kita atas potensi yang telah Allah berikan kepada kita. ‎

Segala rencana yang ingin kita capai, segenap cita-cita yang ingin kita ‎wujudkan, harus kita perjuangkan sepenuh hati, jiwa dan raga, dengan ‎menyertakan Allah pada setiap rencana kita. Sehingga, ketika rencana dan ‎cita-cita itu terwujud, kita akan mengucap syukur atas karunia-Nya. ‎Sedangkan jika rencana dan cita-cita kita gagal, kita akan bersabar dengan ‎tetap berprasangka baik kepada Allah. Kita yakin bahwa pasti ada rencana lain ‎yang jauh lebih baik yang telah Allah persiapkan untuk kita.‎

‎“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan ‎boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; ‎Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)‎

Jika kita pahami makna dari rangkaian ayat di atas, jelas tersurat ‎bahwa sesungguhnya Allah Swt. menghendaki kita untuk melihat kenyataan ‎hidup tidak semata-mata dari yang tampak (lahiriah) saja, tetapi juga melihat ‎sisi lain, yakni batiniah dengan nurani atau mata batin kita. Karena, yang ‎tampak baik bagi kita, belum tentu baik menurut Allah, bisa jadi itu keburukan ‎bagi kita. Sedangkan yang tampak buruk di hadapan kita, bisa jadi itulah yang ‎terbaik menurut Allah.‎

Dengan cara pandang seperti ini, maka hidup yang kita jalani akan ‎terasa lebih nikmat. Karena kita selalu melihat sisi positif dari setiap peristiwa ‎yang kita alami dan rasakan.‎

Apa yang penulis ungkapkan ini adalah tataran ideal yang seharusnya ‎kita pahami, resapi dan amalkan. Tetapi, kenyataan seringkali tidak seindah ‎harapan. Banyak di antara kita, mungkin diri kita sendiri, tak terkecuali ‎penulis, seringkali tidak mudah untuk merasakan nikmatnya hidup, di saat ‎kenyataan yang dihadapi, dialami dan dirasakan membuat dada terasa sesak, ‎pikiran kacau, batin resah, jiwa gelisah.‎

Pertanyaannya kemudian, bagaimanakah agar nikmatnya hidup masih ‎tetap dan terus kita rasakan di saat situasi sulit menghimpit, persoalan demi ‎persoalan terus-menerus datang menghadang, masalah tak kunjung reda, ‎konflik tak jua berhenti?‎

Sejumlah pertanyaan inilah yang harus kita jawab bersama. Karena ‎hidup tak selamanya hadir sesuai harapan, maka yang kita butuhkan adalah ‎kesadaran untuk menerima dan menghadapi kenyataan dengan lapang dada ‎dan jiwa besar. ‎

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *