Firstdefa Muhammad Azhi, Sakanti Yuni Utami, Muhammad Agil Prasetyo
Email : firstdefaazhi@gmail.com
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Prof.Dr Hamka
Abstract
The issue of aqeedah and psychological aspects, as well as mental health in it are human needs. On the other hand, the highest needs of human beings are religion, religion is identical with belief, this belief is understood as a faith which in Islam manifests in the six pillars of faith. Psychologically humans need religion and one of the characteristics that humans are healthy is by the existence of religion. One of the mental health can be achieved through the Islamic method, through the correct implementation of the pillars of faith in daily life, so that the faith is not only imprinted in the heart, but is spoken with verbally and concretely in its behavior. The psychological aspects of worship can be seen from the nature of worship education itself. The essence is like the birth in man (psychologically) of the intensity of consciousness in thinking, then a Muslim wherever he is will feel bound to such ties of consciousness, therefore humans will act systematically based on honesty and self-confidence. In addition, Muslims who feel bound by Allah will feel the delicacy and attitude of prioritizing God as a source, with worship like this that humans will have identity (selfdevelopment), because unity has strengthened itself.
Key word: Psychology, Mental Health and Aqeedah
Abstrak
Persoalan aqidah dan aspek-aspek psikologik, serta kesehatan mental yang ada di dalamnya merupakan kebutuhan manusia. Di sisi lainkebutuhan tertinggi manusia adalah agama, agama identik dengan keyakinan, keyakinan inilah yang dipahami sebagai keimanan yang dalam Islam berwujud pada rukun iman yang enam. Secara psikologis manusia membutuhkan agama dan salah satu ciri bahwa manusia itu sehat adalah dengan adanya agama.Adapun kesehatan mental dapat dicapai salah satunya dengan metode imaniah, melalui implementasi yang benarrukun iman tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga keimanan tidakhanya terpatri dalam hati, namun terucap dengan lisannya serta konkrit dalamlakunya.Adapun Aspek psikologis dari ibadah terlihat dari hakikat kependidikan ibadah itu sendiri. Hakikat tersebut seperti lahirnya dalamdiri manusia (secara psikologik) intensitas kesadaran dalam berfikir, kemudian seorang muslim di manapun ia berada akan merasa terikat ileh ikatan kesadaran tersebut, karenanya manusia akan bertindak dengan sistematis didasari dengan kejujuran dan kepercayaan diri. Di samping itu muslim yang merasa terikat dengan Allah akan merasakan kelezatan dan sikap mengutamakan Allah sebagai sumber, dengan ibadah yang seperti ini manusia akan memiliki jati diri (perkembangan diri), karena kesatuan akibat telah memperkokoh dirinya.
Kata kunci : Psikologi, Kesehatan Mental, dan Aqidah
PENDAHULUAN
Mengenai hubungan antara tauhid dan psikologi membawa kita ke perbincangan tentang kaitan antara keyakinan keesaan Tuhan dalam Islam dan pemahaman psikologis tentang pikiran, perilaku, dan emosi manusia. Hubungan ini mencakup beberapa aspek yang menarik untuk dieksplorasi. emahaman yang holistik tentang kesejahteraan psikologis dapat melibatkan aspek-aspek dari kedua domain ini, dan pemahaman yang lebih dalam terkait dengan tauhid dapat memberikan landasan yang kokoh untuk pertumbuhan dan perkembangan individu dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Ketika kita merenungkan hakikat kehidupan manusia, kita seringkali menemukan dua dimensi penting yang saling terkait: dimensi spiritual yang tercermin dalam ajaran tauhid Islam, dan dimensi psikologis yang membahas pikiran, perilaku, dan emosi manusia.
Persoalan besar yang muncul di tengahtengah umat manusia se karang ini adalah keringnya aspek rohani. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang didominasi rasionalisme, empirisme, dan positivisme, ternyata membawa manusia kepada kehidupan modern yang bermental sekularis. Mereka menjadi terasingkan dari aspek spiritual yang merupa kan kebutuhan rohaninya. Oleh karena itu keadaan kehidupan manusia modern tersebut, sebagaimana digambarkan oleh Syafiq A. Mughni yang mengutif pendapat Seyyed Hossein Nasr dalam bukunya, Antara Tuhan, Manusia dan Alam (1984:135) disebut sebagai The Plight of Modern Man, nestapa orangorang modern.
Manusia modern, orientasi hidupnya lebih tertuju pada pemenuhan kebutuhan aspek eksoteris dibandingkan pemenuhan terhadap kebutuhan aspek esoteris. Sebagai akibatnya orientasi manusia berubah menjadi se makin materialistis, individualistis, dan keringnya aspek spiritualitas. Terjadilah iklim yang makin kompetitif yang pada giliranya melahirkan manusiamanusia buas, kejam, dan tak berprikemanusian seperti dikata kan Thomas Hobbes, sebagaimana disitir oleh Nasruddin Razak, Homo Homini Lupus Bellum Omnium Contra Omnes (manusi menjadi srigala untuk manusia lainya, berperang antara satu dengan lainnya.
Pergeseran nilai sebagaimana diungkapkan di atas, mulai dirasakan dampaknya ketika muncul individuindividu yang gelisah, gundah gulana, rasa sepi yang tak beralasan bahkan sampai pada tingkat keinginan untuk bunuh diri. Keadaan ini tentunya sudah menyangkut pada aspek kesehatan mental manusia dalam mengarungi kehidupan yang makin kompleks. Mulailah manusia melirik disiplin ilmu agama dengan segala cabangcabangnya guna memberikan solusi dalam menyikapi gejolak nafsu manusia yang sudah sampai pada level yang mengkhawatirkan.
Dari semua cabang ilmu kedokteran, maka cabang ilmu kedokteran jiwa (psikiatri) dan kesehatan mental (mental health) yang paling dekat dengan agama. Dalam hal ini fokus kajian yang ada pada ilmu kedokteran jiwa dan kesehatan mental berbicara keadaan kesejahteraan dan kebaha giaan pada diri manusia. Begitu pula agama diajarkan kepada manusia agar mentalnya menjadi sehat (Hawari, 1999:12). Oleh karena itu, konsep tauhid dalam ajaran Islam memiliki fungsi yang signifikan. Tauhid yang merupakan inti dari ajaran Islam adalah suatu kepercayaan. Seseorang yang memiliki jiwa tauhid menurut Nasruddin Razak (1973:50). Ia akan terbebas dari rasa ketakutan dan duka cita dalam kemiskinan harta benda, karena ia merasa yakin bahwa tiap binatang melata di bumi ini telah di jamin rizkinya oleh Allah SWT. Ia menjadi sadar bahwa kewajiban bagi manusia ialah bekerja dan berusaha sambil berdoa, hasilnya di tangan Allah sendiri. Tauhid juga membebaskan manusia dari ambisi yang me lampaui batas dalam memperoleh jabatan dan kekuasan. Sebab tauhid menyadarkan manusia bahwa Allah yang dapat mengangkat dan me nurunkan seseorang dari kemuliaan dan kehormatan. Allah adalah sumber segala kemuliaan, maka barang siapa siapa yang mencari kemuliaan dan kedudukan harus senantiasa ingat kepadaNya, karena semuanya itu ada pada sisi Allah SWT.
kehidupan yang fana ini. Konsekuensinya menumbuhkan semangat jihad seseorang untuk menegakkan yang hak dan menghancurkan yang batil, sekalipun ia harus menyabung nyawa dan mempertaruhkan jiwa raga. Seorang muslim harus memiliki keberanian; berani berpihak kepada kebenaran dan keadilan, berani hidup, juga berani mati demi keagungan Allah SWT.
Tauhid juga membebaskan manusia dari perasaan keluh kesah, bingung menghadapi persoalan hidup dan akan bebas dari rasa putus asa. Dengan tauhid, seorang Muslim memiliki jiwa besar, tidak berjiwa kerdil, memiliki jiwa yang agung dan tenang. Tauhid memberikan kebahagiaan hakiki pada manusia di dunia, dan kebahagian abadi di akherat kelak (Razak, 1986:56).
Oleh karena itu, bimbingan dan pendalaman mengenai makna tauhid sangat penting bagi manusia. Bimbingan dan pendalaman ter hadap makna tauhid tersebut akan membantu seseorang untuk senantiasa berikir positif terhadap berbagai kondisi atau kejadian negatif yang sedang menimpanya; jiwa tetap tenang, dan hati menjadi tabah. Keimanan kepada Allah ini kalau benarbenar dihayati dan diamalkan besar manfaatnya bagi kesehatan mental manusia, rasa sejahtera akan dirasakan tidak hanya bagi perorangan, tetapi juga dirasakan bagi keluarga, masyarakat dan bangsa secara keseluruhan .
PEMBAHASAN
Makna aqidah secara Bahasa
Sakah satu daya Tarik Bahasa arab adalah bahwa kata tidak muncul begituu saja. Setiap istilah memiliki asal kata yang jika dipahami dengan baik akan memberikan makna filosofi yang dalam terhadap kata tersebut.. Begituu juga dengan istilah akidah atau i`tiqod.
Kata akidah atau aqidah senduru berasal dari kata al-`aqdu yang artinya kokoh, kuat, dan berat. Dari sini, maka bisa diketahui bahwa kata alidah secara Bahasa berarti keyakinan yang kokoh atas sesuatu sehingga tidak ada keraguan yang mengiringnya. Keyakinan ini tentu saja harus sesuai dengan realita agar akidah yang dimiliki menjadi benar. Top of Form
Akidah yang benar dan akidah yang bathil
Dalam setiap agama, pasti ada akidah yang dimiliki dan di pegang oleh para penganut agama. Namun, jika bicara tentang akidah yang benar, tentu saja hanya ada di dalam islam. Akidah yang dimiliki umat islam berasal dari Allah SWT, Dzat yang maha mengetahui. Dan inilah akidah yang benar. Sumber aqidah islam Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW oleh allah swt. Jadi, dasar yang menjadi pedoman hidup umat Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits yang juga dijadikan landasan Aqidah akhlak setiap muslim. Kedua landasan tersebut digunakan untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.. Oleh karena itu, sumber Aqidah Islam harus bersumber dari dalil naqli, yaitu Al-Qur’an dan Hadits serta dalil aqli atau akal dan akal.. Dalil naqli dan dalil aqli digunakan secara bersama-sama dalam menentukan sumber Aqidah atau aturan dalam Islam. Artinya, ketika menetapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber Aqidah, ada dua hal yang harus diperhatikan dan dikaji secara seksama. Jadi, ketika ingin mempelajari atau mempraktikkan aqidah, maka harus bersumber dari Al-Quran dan juga Hadits..
Nilai-nilai Tauhid
Kata tauhid ialah mengesakan, berasal dari bahasa Arab (wahhada– yuwahhidu– tauhidan). Jadi bertauhid artinya mengesakan Tuhan sebagai pencipta semesta alam, yang tidak ada sekutu bagiNya dengan keyakinan yang bulat. Pendapat yang sama, bahwa perkataan tauhid berasal dari bahasa arab, masdar dari kata wahhada, yuwahhidu. Secara etimologis, tauhid berarti keesaan, i’tiqad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah esa; tunggal; satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu keesaan Allah; mentauhidkan berarti ‘mengakui keesaan Allah.
Secara tradisional dan sederhana, tauhid adalah keyakinan dan kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Pernyataan yang tampak negatif ini, sangat singkat, mengandung makna paling agung dan kaya dalam seluruh hazanah Islam. Kadangkadang seluruh kebudayaan, seluruh peradaban, atau seluruh sejarah dipadatkan dalam satu kalimat yaitu kalimat tauhid (alFaruqi, 1995:9).
Tauhid mempengaruhi kehidupan manusia, dengan tauhid tidak mungkin seseorang mempunyai pandangan sempit, karena ia percaya kepada yang menciptakan langit dan bumi, pemilik seantero jagat, barat dan timur, pemberi rizki dan pendidik mereka, tidaklah bisa ditemukan di alam ini sesuatu yang ganjil sesudah adanya iman, karena segala sesuatu yang ada di dalamnya adalah milikNya. Tidak ada sesuatupun di alam ini yang mampu merintangi dan membatasi rasa cintaNya.
Orang yang bertauhid, akan luas pandangannya, tidak suatupun yang menyempitkan dia, sebagaimana tidak ada sesuatupun dari milik Allah yang menjadi sempit. Yang demikian itu tidak mungkin didapat oleh seseorang yang menganut faham ketuhanan yang berbilang, atau yang menganggap Allah SWT mempunyai sifatsifat seperti manusia yang kurang dan terbatas, atau tidak percaya kepada Allah sama sekali.
Iman kepada kalimat tauhid melahirkan rasa bangga dan harga diri pada manusia, yang tidak dapat dirintangi oieh sesuatu. la mengetahui, bahwa Tuhan yang Maha Esa adalah Pemilik yang hakiki dari segala kekuatan yang ada di alam ini, mengetahui bahwa tidak ada yang memberi manfaat dan mudharat kecuali Dia, mengetahui bahwa tidak ada yang menghidupkan dan mematikan kecuali Dia, dan mengetahui bahwa tidak ada yang memiliki hukum, kekuasaan dan kedaulatan kecuali Dia sendiri.
Aqidah Tauhid adalah iman atau keyakinan yang teguh dan pasti mengenai keesaan Allah. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia. Aqidah Tauhid erat kaitannya dengan Psikologi karena di dalam Al-Qur’an sendiri terdapat ayat-ayat yang memotivasi manusia untuk mengkaji dirinya sendiri (termasuk di dalamnya mengkaji sisi psikologis manusia, antara lain :
وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِّلْمُوقِنِينَ ﴿٢٠﴾ وَفِي أَنفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ ﴿٢١﴾
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin 8 Dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tiada memperhatikan? (QS. 51/Al-Dzariat: 20-21)
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (QS. 41/Fuşilat: 53)
Dan juga semakin jelas bahwa sumber utama ajaran Islam yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan eksistensi manusia secara fisikal, psikologikal, spiritual, dan sosial turut berperan dalam memicu lahirnya kajian psikologi dalam Islam. Semakin kuat tauhid seseorang, semakin kuatlah psikologisnya. Dia tidak akan mudah goyah, galau, stress, marah-marah, dendam, hasad, benci, dan lain sebagainya, karena dia benar-benar memahami bahwa segala sesuatu tergantung Allah dan Allah adalah satu-satunya sandaran hidup.
Hubungan aqidah tauhid dengan psikologi
Aqidah tauhid adalah keyakinan yang mantap dalam hati seseorang tentang keesaan Allah. Aqidah ini mencakup beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik maupun buruk. Dalam konteks psikologi, aqidah tauhid dapat berhubungan dengan konsep ketenangan jiwa dan kepercayaan diri. Keyakinan yang kuat dan mantap (seperti dalam aqidah tauhid) dapat memberikan rasa aman dan tenang dalam jiwa seseorang. Ini karena aqidah tauhid menekankan pada pengakuan dan penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak dan kekuasaan Allah.
Di kalimat sebelumnya di beritahu bahwa kaitan antara psikologi dengan aqidah atau tauhid itu memiliki hubungan yang sangat erat, kenapa?. Karena seseorang yang menghambakan allah ataupun beribadah kepadanya akan merasa tenang ketika dia mengikuti perintah allah dan menjauhi larangan nya. Karena jika seseorang itu pembawaan hati nya tenang, tentram, ataupun damai karena mengikuti tuntunan yang diberikan oleh Allah Swt yang berdampak kepada kehidupan sehari-harinya, mulai dari kehidupan dengan keluarga nya, kehidupan kepada teman-teman nya, kehidupan dengan tetangga nya. Pada akhrinya akan mengahasilkan pribadi yang memberikan aura yang positif. Karena seorang yang memiliki keyakinan yang kuat akan aqidah maupun tauhid akan cenderung memiliki sifat memikirkan saudar sesama muslim, dengan tujuan untuk membantu jika memang saudara semuslim lain nya membutuh kan pertolongan, ataupun menyemangati jika memang saudara se muslim lainnya itu sedang di tahap membangun optimisme nya akan kehidupan duniawi.
Dengan adanya aqidah dan tauhid seseorang yang memang mengamalkan apa yang ia dapat ketika mempelajari aqidah atau pun tauhid, akan menghasilkan kepribadian yang sangat luar biasa. Yang di mana dengan ke pribadi an yang tercermin dari adanya aqidah dan tauhid itu mencerminkan ke pribadian yang sabar ketika menghadapi hal yang di luar nalar, yang berarti ketika individu tersebut bisa mengatur emosionalnya maka akan terbentuklah psikologis yang sehat pula. Jadi secara sederhana jika seseorang mengamalkan hal yang berkaitan dengan aqidah dan tauhid maka efek ataupun output yang akan di dapat ketika mengamalkan hal tersebut adalah terlihatnya kondisi psikologi yang sehat karena memang hasil dari mengamalkan aqidah dan tauhid itu sendiri adalah psikologi yang sehat dan tertata. Karena ibarat cermin, aqidah dan tauhid itu adalah seseorang yang bercermin sedangkan cermin adalah psikologi itu sendiri, yang berarti psikologi merupakan cerminan/refleksi dari aqidah atau tauhid itu sendiri. Semakin kuat tauhid nya, maka semakin kuat psikologinya. Dia tidak akan tergoyahkan oleh hal-hal seperti sedih, galau, marah, tantrum, dan lain-lain karena dengan kuat nya tauhid seseorang maka psikologinya juga akan ikut bertambah kuat seiring bertambah nya kuat tauhid nya. Karena dia memahami betul-betul segala sesuatu tergantung Allah dan Allah lah sandaran hidup yang menuntun kita ke jalan seharusnya melalui firman nya yaitu Al-Qur’an. Dan dari al quran lah kemudian banyak muncul cabang-cabang ilmu yang termasuk di dalam nya adalah ilmu psikologi.
Pengaruh aqidah tauhid dalam psikologi (kehidupan sehari-hari)
Maka jelaslah bahwa tauhid erat hubungannya dengan kehidupan social masyarakat karena dengan bertauhid manusia dapat mengetahui tujuan hidup mereka yaitu beribadah kepada Allah SWT secara vertical yaitu ibadah mahboh dan horizontal yaitu beibadah dengan pendekatan sesame makhluk Allah (ibadah ghoirumahdoh).
Kesimpulan
dari hasil pembahasan artikel ini, aqidah tauhid mempunyai kedudukan yang urgen bagi proses pembentukan kepribadian atau karakter seseorang. Karena kekuatan aqidah akan menentukan perilaku autentik seseorang dalam merespon apapun dan pada aspek apapun dalam kehidupannya. Respon autentik itulah yang kemudian menjelma menjadi akhlak seseorang, akhlak seorang yang mengenali Tuhannya dan memahami kedudukan dirinya. Ketujuh: aqidah tauhid yang kuat akan menentukan baik buruknya akhlak seseorang, baik akhlak terhadap Allah SWT, terhadap Rasulullah SAW, akhlak pribadi, akhlak dalam keluarga, akhlak bermasyarakat, maupun akhlak dalam bernegara, dan sebaliknya. Dilihat dari sudut pandang kandungan ayat-ayat al Quran Surat al Hadῑd ayat 1-6 oleh tiga mufasir, maka dapat dismpulkan bahwa pertama: pesan-pesannya telah memenuhi materi pokok pendidikan aqidah tauhid sebagaimana sistematika Yunahar Ilyas, yaitu mencakup : wujud Allah, tauhῑdullāh SWT, makna “lā ilāha illallāh”, al asmā‟ waṣ ṣifāt, ilmu Allah, ma‟iyatullāh, dan syirik. Kedua: pesan-pesan al Quran Surat al Hadῑd ayat 1-6 sangat relevan untuk dijadikan referensi dan hujjah dalam rangka membentuk karakter jujur. Terutama pada pesan ma‟iyatullāh kepada manusia, sehingga mendorong manusia untuk selalu ber-murāqabah kepada-Nya. Ketiga: pesan-pesan al Quran Surat al Hadῑd ayat 1-6 adalah tepat dan relevan untuk dijadikan sebagai referensi dalam membentuk sikap anti korupsi Karena perilaku korupsi yang berbasis pada mental curang itu adalah kontra kejujuran. Sementara kejujuran yang hakiki hanya akan dapat dibangun jika ada pemahaman dan keyakinan akan eksistensi Allah dengan segala kekuasaan, perbuatan, dan sifat-Nya. Merasa aman berbuat curang dan korupsi hanya karena merasa dapat bersembunyi dari penglihatan sesame makhluk, adalah melawan keyakinan atas eksistensi Allah dengan ma‟iyah-Nya, „ilmu, baṣir, dan sami‟-Nya.
Daftar pustaka
INTERNALISASI NILAI-NILAI TAUHID DALAM KESEHATAN MENTAL
Kastolani
Mahasiswa Program Doktoral Universitas Kebangsaan Malaysia olano2008@yahoo.co.id
INJECT: Interdisciplinary Journal of Communication
Volume 1, No.1, Juni 2016: h. 124
ASPEK PSIKOLOGI DAN KESEHATAN MENTAL DALAM PENDIDIKAN AQIDAH DAN IBADAH PESERTA DIDIK Ahmad Syarifin
Dosen Pendidikan Islam Anak Usia Dini IAIN Bengkulu
Email: ahmadsyarifin80@gmail.com
ASPEK PSIKOLOGI DAN KESEHATAN MENTAL DALAM PENDIDIKAN AQIDAH DAN IBADAH PESERTA DIDIK
Ahmad Syarifin Dosen Pendidikan Islam Anak Usia Dini IAIN Bengkulu
Email: ahmadsyarifin80@gmail.com
No responses yet