Imah Kastolani biasa disebut Bu Imah—-keberaniannya ber- Khutbah Iedul Adha menabalkan dirinya sebagai simbol perempuan progresif, ulet, responsif dan satu lagi : ‘banyak mau’ ini yang paling aku suka dari perempuan. Kepribadian ‘Aisyiyah menyatu dalam dirinya. Itu hal lain yang aku suka.

*^^^*

Lima belas tahun lalu Prof Ameena Abdul Wadud bikin gempar, pikiran-pikiran progresifnya dianggap liberal, mengganggu mapan dan mengancam eksistensi fiqh maskulin. Kaum lelaki dibikin belingsatan, tak urung mufti al Azhar pun harus turun gunung. Tapi siapa bisa bendung ? Progresivitas Ameena terlanjur kuat dilahab dan menginspirasi banyak penggiat dan aktifis perempuan muslimah di banyak negara.

Pikiran progresiv Ameena Abdul Wadud mendobrak mapan— semua hal yang bersangkut perempuan dibahas tuntas dengan konstruksi logika dan hujjah yang kuat, hampir semua pikiran progresivitasnya tak terbantahkan, dan itu cukup merisaukan kalangan maskulin, tentang kepemimpinan, waris, hak atas pendidikan dan anak , gender hingga bolehnya khutbah bagi perempuan.

Keberanian Prof Ameena cukup siginifikan. Mengubah mainstream laki-laki terhadap perempuan Islam yang kerap dirugikan dan dimarjinalkan menjadi setara dan dihitung sama, adalah sebuah capaian luar biasa. Perempuan menuntut hak sama dalam hal apapun. Tuntutan yang cukup merepotkan bagi otoritas fiqh laki-laki.

*^^^*

Akan halnya ‘Aisyiyah, Perkoempoelan perempoen paling progresif di penghujung abad 20 dan belum tergantikan hingga paruh pertama abad 21. Tetap kokoh di puncak piramid pergerakan perempuan, bahkan di barat atau timur-tengah sekalipun, tak akan dijumpai. Menikahi aktifis Aisyiah adalah keberanian membuang kesempatan poligami.

Sejauh yang saya amati, pergerakan pemikiran ‘Aisyiyah cukup pintar dan cerdas— meski progresif, tetap santun dan mengendepankan kolektifitas, hal mana menjadikan progresifitasnya tetap teduh dan perlahan merangsak ke permukaan. Masuk dalam salah satu jajaran PP MUHAMMADIYAH adalah prestasi besar tanpa gaduh.

Saya mencukupkan diri hanya membahas keberaniannya berkhutbah Iedul Adha, untuk tidak membahas tentang berapa puluh klinik telah dibangun, TK PAUD diselenggrakan hingga universitas yang telah di dirikan. Sebab keberanian Khutbah Iedl Adha adalah pilihan strategis dan taktis untuk merawat ruh sebagai pergerakan perempoean progresif terjaga baik.

*^^***

‘Banyak mau’ adalah hal yang paling aku suka dari seorang perempuan, pemarah dan banyak akal, termasuk protesnya tak mau sekedar menjadi pelengkap. ‘Konco wingking’ atau ‘suwargo nunut neroko katut’ adalah hal yang baginya harus diubah. Perempuan harus mandiri dan bebas menentukan nasibnya sendiri, begitu kira-kira pikiran ibu-ibu ‘Aisyiyah yang tegas menutup pintu poligami.

Rasulullah saw pun jatuh hati pada gadis belia bernama A’isyah ra. Sayidah Aisyah ra adalah perempuan progresif, cerdas dan banyak akal. Ketokohan Sayidah Aisyah ra siapa ragu. Pun dengan aktifitasnya yang menawan kala itu. Jadi jangan pernah remehkan perempuan termasuk ketika ustadzah Desy Ratnasari atau ustadzah Oky Setyana Dewi bergiliran menjadi khatib meneruskan keberanian Ibu Imah pasti keren 

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *