Menjelang hari raya Iul Adha kemaren ada kejadian menarik di pasar hewan. Seorang lelaki dari desa yang cukup terpencil menjual sapinya satu-satunya demi untuk menebus biaya perawatan isterinya di rumah sakit. Mungkin ada yang menganggap ini sebagai kisah biasa, namun bagi saya ada sesuatu yang luar biasa.
Lelaki desa ini masih “bersih” dari racun-racun media sosial. Tak kenal internet, tak punya hape dan bahkan di desanya kosong sinyal telekomunikasi. Semuanya masih alami, gaya hidupnya lugu apa adanya, gaya bicaranya asli khas desanya, dan, ini yang penting, sinyal tauhidnya kuat. Selalu berdzikir dia karena hanya Allahlah yang yang layak selalu didekati dan diyakini.
Saat di pasar, dia sendirian, tidak seperti pedagang sapi lainnya yang biasanya membawa makelar dan penjaga keamanan uang. Ada penawar yang bertanya: “Ini sapi siapa dan mau dijual berapa?” Lelaki desa itu menjawab: “Sapi ini milik Allah, namun saat ini ada di tangan saya. Saya tidak tahu berapa harga yang layak. Allah menjadi saksi, tawarlah dengan layak.” Nah, itu. Lugu sekali bukan?
Sapi itu ditawar dengan harga murah sekali. Pembeli bersumpah atas nama Allah bahwa harga yang pantas adalah seperti penawarannya. Lelaki desa yang tengah butuh juang itu mengangguk dan menyerahkan sapinya dengan bahagia. Pembelinya sangat bahagia karena telah berhasil mencurangi lelaki lugu itu. Lelaki itu pulang dengan penuh syukur.
Rupanya sapi itu tak berkenan dengan kecurangan sang pembeli itu. Di tengah perjalan pulang ke kandang baru, sapi itu mengamuk dan menyeruduk sang pembeli sampai patah kaki dan harus dibawa ke rumah sakit. Betemulah dia dengan lelaki penjual sapi itu yang tengah membayar biaya rumah sakit. Dua-duanya saling memandang dan saling terkejut. Pembeli sapi berkata: “Maafkan saya, saya membohongimu tentang harga sapi itu. Padahal saya bersumpah atas nama Allah. Allah tidak ridla dan sapimu tidak mau bersama saya. Saya kembalikan sapimu, namun uang sapi itu saya sedekahkan kepadamu.”
Bagaiana jawaban sang lelaki desa itu, dan bagaiana kisah pembeli sapi yang patah tulang itu? Belum bisa saya ceritakan karena saya belum sempat menghubungi lelaki desa itu. Beliau tak punya hape. Saudaraku dan sahabatku. Allah Maha melihat semuanya. Jangan suka berbohong atas nama Allah Yang Mahabaik dan Mahapemberi rizki. Renungkanlah.
No responses yet