Hellen Keller, pakar pendidikan di dunia berkata: capaian tertinggi dalam dunia pendidikan adalah kemampuan bertoleransi, menghargai perbedaan yang ada,baik beda pendapat, agama , aliran, ras, suku, dan golongan. Dan sikap ini merupakan karakter orang besar.

Para pendiri bangsa ini telah memberikan contoh yang mulia dalam bertoleransi. Antara lain memenangkan FX Silaban yang beragama Kristen dalam lomba desain mesjid Istiqlal. Lalu bagaimana KH. Idham Kholid, tokoh  NU yang tidak qunut saat sholat Shubuh, karena menghormati Buya Hamka, tokoh Muhammadiyah sebagai makmumnya. Begitupun sebaliknya Buya Hamka juga berqunut Shubuh saat KH. Idham Kholid sebagai makmumnya. Juga tetap terjaganya keakraban ayahanda GusDur, KH. Wahid Hasyim dengan tokoh PKI saat coffe break, padahal sebelumnya mereka baru saja saling beradu argumentasi di sidang parlemen. Dan masih banyak lagi contoh keindahan bertoleransi yang ditunjukkan oleh para negarawan kita. 

Warisan luhur bertoleransi ini harus dilestarikan oleh para generasi milenial saat ini. Maka harus ada perhatian serius untuk menanamkan karakter ini kepada anak-anak didik kita, baik dari jenjang TK, SD, hingga perguruan tinggi. 

Banyaknya kegaduhan di tanah air seringkali diakibatkan karena menipisnya semangat bertoleransi di antara anak-anak bangsa. Terutama dengan masuknya virus radikalisme yang sudah ditanamkan oleh oknum-oknum guru mulai dari jenjang TK.

Karena itu, Indonesia darurat toleransi. Pemangku kebijakan pendidikan nasional  perlu menyusun muatan materi toleransi yang terpadu, dan integral dalam mata pelajaran yang terkait, seperti PKn, PAI, Sejarah, al-Qur’an Hadits, akidah akhlak, dan semacamnya. Selain itu juga memasukkan nilai-nilai toleransi ini dalam materi khutbah, pengajian-pengajian di masyarakat, madrasah maupun pesantren.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *