Isu PKI muncul kembali pada tahun 2010 ke atas. Film “ The Act of Killing (Jagal)” karya sutradara Joshua Oppenheimer (2012) diikuti artikel pada Majalah Tempo “Dari Pengakuan Algojo 1965”. Film Jagal dan juga artikel pada majalah Tempo tersebut sebetulnya ingin menyudutkan bahwa PKI menjadi korban pembunuhan masal. Pemerintah, TNI, dan NU (para kyai) bersalah harus meminta maaf pada Mahkamah Internasional di Belanda.
Sejak saat itu, PBNU tidak diam dengan propaganda itu. Maka perintah Rais ‘Am Mbah Sahal (Allah yarham) meminta jajaran PBNU menulis buku putih agar tidak meresahkan masyarakat. Ditunjuk lah Kyai As’ad Said Ali sebagai penangung jawab (Wakil Ketua Umum PBNU). Hal ini karena menyangkut harga diri, nama baik, serta keselamatan warga NU yang terus menerus dipojokkan dan dipersalahkan. Padahal baik NU maupun PKI sama-sama pelaku dan sama-sama menjadi korban dalam pertempuran itu.
Namun, semakin ke sini isu PKI semakin liar, yang pro PKI tidak ingin dituduh sebagai pelaku, yang kontra dengan PKI, menuduh PKI yang salah dan bahaya. Maka harus kembali menonton film G30S/PKI. Terlebih setelah Jend Gatot bilang wajib kembali menonton film tersebut pada 2016.
Sebetulnya akar permasalahan dari munculnya isu PKI karena PKI tidak ingin disalahkan dan mengajukan kepada Amnesty International dan Mahkaham Internasional yang menyatakan pemerintah, TNI, NU dan umat Islam pada umumnya bersalah karena telah membunuh para aktivis PKI.
Padahal rekonsiliasi antar warga baik eks-PKI dan warga lainnya telah berjalan dengan baik. Ketika ada pengajuan kepada Amnesti Internasional dan Mahkamah Internasional di atas maka akan berpotensi mendistorsi proses rekonsiliasi yang telah berjalan selama ini.
Untuk memahami hal tersebut alangkah lebih baiknya membaca buku “Benturan NU-PKI 1948-1965” karya H. Abdul Mun’im DZ. Di mana peristiwa masa lalu itu harus dipahami sebagai konflik sosial yang bersifat horizontal. Apa yang dilakukan pemerintah, TNI, dan NU adalah dalam rangka membela agama, menjaga keutuhan NKRI, kemurnian ideologi negara Pancasila, serta memelihara kerukunan dan keharmonisan masyarakat.
Sekian.
No responses yet