Ada    tiga    serangkai     habib    di Jakarta    yang   kesohor.    Mereka   adalah Habib    Ali  Kwitang,   Habib    Salim   bin Jindan,   dan   terakhir   Habib   Ali   bin Husein   al-Attas   atau    lebih   dikenal dengan Habib  Ali Bungur,  yang  menjadi pembahasan utama  di sini.

Habib     Ali    Bungur     lahir     di Huraidhah,   Hadhramaut,   1   Muharram 1309  H  atau  7  Agustus  1891.  Ia  hidup dalam  keluarga  yang  sangat   taat beragama dan menjunjung tinggi tradisi para shalafunassalihin dari kalangan Ba’alawi. Pendidikan pertama kali ia dapatkan dari kedua orangtuanya.

Ia merupakan ulama yang masyhur  di tanah  Betawi. Jika dirunut  garis keturunannya,   ia   punya    hubungan   keturunan   langsung   dengan   Nabi Muhammad SAW. Nasabnya dari Al Habib Ali bin Husein bin Muhammad bin Husein bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husein bin Al-Imam Al-Qutub Al- Habib  Umar  bin  Abdurrahman Al-Attas bin  Agil bin Salim  bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf bin Mauladawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghuyyur bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam  bin Ali bin Muhammmad Sahib  Mirbath bin  Ali  Khala’ Qasam  bin  Alwi bin  Muhammad bin  Alwi bin  ‘Ubaidillah bin Ahmad  Al-Muhajir bin  Isa bin  Muhammad An-Naqib  bin Ali Al-‘Uraidhi  bin Ja’far Ash-Shadiq  bin Muhammad Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Husein  bin Ali bin Abi Thalib suami Fatimah  Az-Zahra binti Rasulullah SAW.

Awalnya  ia tinggal di Cikini bersama-sama rakyat  jelata,  orang  yang mengenal ia sering mengenang sifat ia yang  hidupnya sederhana, tawadhu`, teguh memegang prinsip, menolak pengkultusan manusia, berani membela kebenaran,  mendalam  di  bidang  ilmu  pengetahuan,  luas  dalam  pemikiran, tidak membedakan antara  kaya dan  miskin, mendorong terbentuknya Negara Indonesia yanga bersatu,  utuh serta berdaulat, tidak segan-segan menegur  para pejabat  yang  mendatanginya dan  selalu menyampaikan agar  jurang  pemisah antara  pemimpin  dan  rakyat  dihilangkan  dan  rakyat  mesti dicintai.    Semasa hidupnya ia tak  pernah  berhenti  dalam  berdakwah. Pada  akhir  hayatnya,  ia dan keluarga tinggal di Bungur, Jakarta  Pusat.

Masa  Kecil Penuh Ilmu

Saat  usia 6 tahun  telah hafal 30 Juzz Al-Qur’an di tangan  Ibundanya, dan  pada  usia 12 Tahun  sudah  Hafal Kitab Shohih Bukhari dan  Muslim serta kitab kitab lain seperti:  Minhaj, Bahjah,  Tuhfah  dan  fatawa Qubro.  Semenjak usia  6 tahun  ia belajar  berbagai  ilmu keislaman pada  para  ulama dan  auliya yang hidup di Hadhramaut saat itu.

Pada  1912  dalam usia 21 tahun  ia pun menunaikan ibadah  haji, serta berziarah  ke makam  datuknya Rasulullah S.A.W. Habib  Ali  menetap selama lima tahun  di Makkah,  yang waktunya  dihabiskan  untuk  menuntut ilmu pada sejumlah  ulama,  yang  berada di Hijaz. Pada  1917,  ia kembali ke Huraidhah, dan mengajar  di kota yang banyak  memiliki pesantren itu, selama tiga tahun.

Menetap di Indonesia

Pada   1920,   dalam  usia  29  tahun,   ia  pun   berangkat   ke  Jakarta, Indonesia. Hanya  dalam waktu  singkat,  almarhum yang  selalu dekat  dengan rakyat  itu, telah  dapat  menguasai bahasa Indonesia. Ia mula-mula tinggal di Cikini, berdekatan dengan Masjid Cikini, yang  dibangun oleh pelukis Raden Saleh. Ia dengan cepat  dapat  menarik  perhatian masyarakat setempat. Setelah menetap di Jakarta, ia berguru kepada para ulama yang berada di tanah  air, di antaranya:

  1. Al-Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Empang-Bogor)
  2. Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Attas (Pekalongan)
  3.  Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya)
  4.  Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhor (Bondowoso)

Berdakwah dan Menulis

Dalam sejarahnya, ia dikenal sebagai  sosok yang tak kenal lelah dalam berdakwah. Dari majelis satu ke majelis lainnya. Dan kitab fenomenal yang ia tulis Tajul A’ras fi Manaqib  Al-Qutub  Al-Habib  Sholeh bin Abdullah  Al-Attas, sebuah   kitab  sejarah  para  ulama Hadhramaut yang  pernah   ia  jumpai,  dari masa  penjajahan Inggris di Hadhramaut, hingga sekilas perjalanan para  ulama Hadramaut  di  Indonesia  dan   juga  buku  itu  juga  berisi  tentang   beberapa kandungan ilmu tasawuf dan Thariqah  Alawiyah.

Habib  yang  dikenal sebagai  guru  dari  sejumlah  ulama terkemuka  di Betawi itu, pada  masa hidupnya dikenal sebagai  ulama ahli dalam bidang fikih, falsafah, tasawuf, dan perbandingan mazhab.  Menguasai  berbagai  kitab kuning dari berbagai  mazhab,  Habib  Ali Alatas, selama  56 tahun  telah mengabdikan diri untuk  perjuangan agama. Bukan  saja  di Indonesia, juga di Malaysia dan Singapura, banyak  muridnya

Habib Ali Bungur tak pernah  berhenti  memberikan pengajaran kepada Muslimin. Busana  khas beliaujubah dan serban  serta selempang  hijau (radi). Ia pun  naik  becak  atau  kendaraan  umum,   karena   sikap  ia  yang  ingin  berdiri diatas kaki sendiri. Sering di antara  murid-muridnya memaksa  ia untuk menaiki mobilnya karena  beca telah sukar dan melihat umur Habib tadi sudah  lanjut.

Haji Abu Bakar  Aceh, anggota  MPR, secara  tepat  menyatakan bahwa Almarhum  Habib  Ali  bin  Husin  Al-Attas telah memanifestasikan sikap  hidup keluarga  Ahlil Bait, yakni menunjukkan sikap kerakyatan, tidak berlebihan dan dicintai Rakyat semuanya.

Murid Habib Ali Bungur

Seperti  dikemukakan  oleh  putranya,  yang  kini  meneruskan  majelis taklim ‘Al-Khairat’ di Condet,  ayahnya memang  tidak mau  menonjolkan diri. Padahal,  di  antara   para   muridnya   merupakan  ulama  terkemuka   kala  itu, seperti:

  1.  KH. Abdullah Sjafi’ie, pimpinan  majelis taklim As-Syafi’iyah.
  2. KH. Tohir Rohili, pimpinan  majelis taklim Attahiriyah.
  3. KH. Syafi’i Hadzami  (ketua umum MUI Jakarta).
  4. KH. Abdurrazaq  Makmun.
  5. KH. Nur Ali (Ulama Bekasi)
  6. Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf (Bukit Duri Jakarta)
  7. Al-Habib Muhammad bin Ali Al Habsyi (Putera Habib Ali Kwitang)
  8. Al-Habib  Abdullah bin  Abdul Qadir  Bilfaqih (Putera  Al-Habib  Abdul Qadir bin Ahmad  Bilfaqih sekaligus pengasuh Pondok  Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyah, Malang)
  9. Prof. Dr. H. Abubakar Aceh.

Habib Ali Bungur yang dikenal sebagai  ulama bersahaja dan ilmu yang menyamudra wafat pada  16 Februari  1976,  jam 06:10 pagi dam usia 88 tahun dan  ia dimakamkan di pemakaman Al-Hawi, Condet,  Jakarta  Timur. Semoga Allah SWT membalas jasanya  dan melahirkan  tokoh-tokoh sekaliber Habib  Ali Bungur di kemudian hari. Amin

Tajul A’ras, karya fenomenal Habib Ali Bungur, berjumlah  2 jilid, dan di bagian kanan  tampak  halaman dalam sampul kitab.

Sumber :  Buku 27  HABAIB  BERPENGARUH DI BETAWI: Kajian Karya  Intelektual dan Karya  Sosial Habaib Betawi dari  Abad ke-17 hingga Abad ke-21, Editor:  H. Rakhmad Zailani  Kiki, S.Ag, MM, diterbitkan oleh :  JAKARTA ISLAMIC CENTRES. [Periset : Fathurrochman Karyadi]

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *