Kontributor: Ayu Ariska (Mahasiswa UIN Jakarta)
Tafsir Al-Qur’an merupakan salah satu cabang keilmuan yang penting dalam sejarah keilmuan islam. Cabang keilmuan ini telah banyak dikembangkan para ulama masyhur yang bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
Dalam literatur islam, setidaknya ada 5 tafsir Al-Qur’an yang terkenal. Tafsir Ibnu Katsir karya Imaduddin Abul Fida’ Ismail bin Amr bin Katsir, Tafsir Al-Thabari karya Muhammad bin Jarir atau lebih dikenal dengan sebutan Imam At-Thabari, Tafsir Al-Qurtuby karya Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Qurtuby, Tafsir Al-Jalalain karya Al-Mahalli yang kemudian dilanjutkan muridnya, Jalaluddin As-Suyuthi, serta Tafsir As-Suyuthi yang ditulis Imam Jalaluddin As-Suyuthi secara tunggal.
Untuk menjadi seorang mufassir, seseorang harus menguasai banyak keilmuan seperti ushul fiqih, qira’at, balaghah, nahwu, sharaf, lughat, filologi dan sebagainya. Berat dan ketatnya menjadi seorang mufassir menjadikan tidak banyak ulama yang mampu menghadirkan sebuah karya tafsir Al-Qur’an.
Namun, dari sekian banyak karya tafsir Al-Qur’an, tidak semua karya tafsir itu berasal dari tulisan ulama-ulama timur tengah. Termasuk Indonesia, sejak dulu telah banyak ulama Indonesia yang menghadirkan karya terbaiknya dibidang tafsir.
Salah satunya adalah Tafsir Jalalain karya Syekh Sulaiman Ar-Rasuli salah seorang Ulama terkemuka Minangkabau. Sebenarnya, sebelum ulama minang menulis tafsir, telah ada tafsir Al-Qur’an pertama di Indonesia yaitu kitab yang berjudul Turjuman Al-Mustafid. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama terkenal yang bernama Syeikh Abd Al-Rauf As-sinkili.
Tafsir Jalalain Karya Ulama Minangkabau
Melihat dari manuskrip yang diperoleh dari Amhar Zen yang berdomisili di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Naskah ini berjudul Tafsir Jalalain [dengan catatan Syekh Sulaiman Ar-Rasuli].
Tafsir Jalalain ini merupakan kitab yang ditulis ulang dari Tafsir Jalalain karangan Imam Mahalli dan Imam As-suyuthi oleh Syekh Sulaiman Ar-Rasuli. Beliau merupakan ulama minang asal Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang dikenal sebagai pendiri persatuan Tarbiyah Islamiyah. Selain itu, beliau juga pendiri pondok pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah Canduang.
Syekh Sulaiman Ar-Rasuli belajar agama di berbagai surau. Kemudian melanjutkan belajar agama ke Makkah. Di Makkah ia belajar, salah satunya, kepada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Beliau juga dikenal sebagai tokoh pendidikan dan produktif dalam menulis.
Karya-karya beliau kebanyakan ditulis dalam bentuk nadzam syair minang. Namun ada juga yang ditulis berbahasa Arab seperti Tafsir Jalalain ini.
Berdasarkan teks naskah diketahui bahwa pengarang naskah bernama Imam Mahalli dan Imam Suyuthi. Naskah ini tersimpan di Batu Baraia, Tanjung Haro, Lima Puluh Kota, Sumbar. Kondisi fisik naskah ini sangat baik dan masih bisa dibaca dengan jelas.
Dari segi bahasa, diketahui bahwa teks naskah menggunakan bahasa Arab, aksara Arab, dan jenis khat naskhi. Penulisan teks naskah di bidang tafsir ini menggunakan tinta berwarna hitam, yang dilengkapi pula dengan tinta berwarna merah sebagai rubrikasi atau penekanan suatu teks tertentu. Meskipun ditemukan halaman kasong pada beberapa lembaran akhir naskah (di luar teks tafsir), tetapi naskah ini tergolong sangat rapi karena tidak terdapat lembaran yang kosong pada teks tafsirnya.
Tafsir ini memiliki ciri khas, yaitu tafsiran perkata, di mana ketika seseorang telah selesai mempelajarinya, maka ia telah mempunyai kosa kata yang kaya dan siap melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Di Minangkabau tafsir ini sangat populer, sebab pemahamannya yang mudah dan sifatnya sangat membantu dalam mengasah bahasa Arab.
Isi Naskah
Naskah ini berisi tafsir Al-Qur’an yang diuraikan secara lengkap. Di bagian pinggir naskah terdapat catatan-catatan berupa penjelasan lebih dalam mengenai ayat-ayat Al-Qur’an. Seperti dalam gambar naskah yang dikutip.
Kutipan gambar diatas merupakan bentuk isi dari kitab Tafsir Jalalain yang ditulis oleh Syekh Sulaiman Ar-Rasuli. Halaman itu berisi tafsiran dari surat Al-Fatihah. Di bagian pinggir naskah ditemukan penjelasan mengenai surat Al-Fatihah.
Gambar diatas merupakan salah satu bentuk catatan penjelasan surat Al-Fatihah yang ditulis oleh Syekh Sulaiman Ar-Rasuli yang berbunyi:
و سميت فا تحة الكتاب لأن الله تعالى افتتح القرءن بها وسميت القرءن وام الكتاب لأنها أصل منها بدئ القرءن وام لشيئ
“Surat Alfatihah dinamai Fatihatul Kitab karena sesungguhnya Allah ta’ala membuka Al-qur’an dengan Surat Al-fatihah dan dinamai surat Al-fatihah dengan Ummul Qur’an(ibu Al-Qur’an) dan Ummul kitab karena surat Al-Fatihah awal dimulai bacaan dari Al-Qur’an dan ibu bagi tiap sesuatu.”
Kutipan catatan penjelasan diatas menjelaskan mengenai alasan dari penamaan surat Al-fatihah dengan Fatihatul Kitab, Ummul Qur’an dan Ummul kitab.
Selain Tafsir Jalalain, banyak ditemukan kitab tafsir karya ulama Minangkabau, diantaranya Tafsir al-Qur’an al-Karimyang ditulis oleh Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Al-Burhan karangan Syekh Abdul Karim Amrullah atau yang dikenal dengan Haji Rasul, Al-Qaulul Bayan fi Tafsiril Qur’an karangan Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, Tafsir Ayat “Ya‘ayyuhallazina Amanu ditulis oleh Syekh Abdul Latif Syakur Ampek Angkek, Agam dan Tafsir al-Munir ditulis oleh Haji Djalaluddin Thaib Padang Panjang.
Dari karya ulama diatas saya dapat menyimpulkan bahwa penting dan berharganya sebuah tulisan. Melalui tulisan kita dapat dikenal dan dikenang sepanjang zaman. Seperti kata pepatah:
Gajah mati meninggalkan gading,
Harimau mati meninggalkan belang,
Manusia mati meninggalkan nama
No responses yet