Kognitif masyarakat masih menganggap kemenyan, dupa, wewangian, bahkan bunga kembang setaman

hanya sebagai alat untuk ritual-ritual sesat, mistik pada dukun, pengantar sesajen penyembah berhala (kebiasaan orang musyrik), wewangian yang disukai makhluk halus dalam dunia supranatural dan semacamnya.

Mereka mengindentikkan bau dupa atau kemenyan, bahkan kembang2 dengan pemanggilan arwah, jin, khodam, dan aroma yang menyeramkan (angker), yang dikira akan bisa membuat para lelembut dan setan-setan berdatangan.

Memang, wajar saja jika banyak masyarakat, khususnya di Indonesia, yang risih dan alergi atau kurang sreg dengan barang antik bernama dupa dn kemenyan tersebut.

Sebab di Indonesia, umumnya kemenyan yang bentuknya seperti kristal diletakkan diatas bara api dalam wadah tanah liat memang menjadi trade mark para dukun dan paranormal dalam menjalankan aksinya. 

Berulangkali kita menyaksikan film-film horor Indonesia, dari zaman film Suzanna yang benar-benar seram sampai di era masa kini seperti film horor saat ini yang  tidak mendidik dan memberikan edukasi selalu menggunakan kemenyan, dupa, dan kembang- kembang aneka rupa. 

Fenomena seperti itu sering nampak di hamparan tikar para dukun, dipopulerkan di film-film layar lebar,  bertemakan horor, semakin menambah pandangan negatif, sinis, jelek, sesat, dan alergi orang terhadap kemenyan/dupa dan sebagainya.

Namun kenyataannya, di Indonesia kemenyan/dupa banyak digunakan bukan saja oleh pihak-pihak dukun atau penggemar supranatural dan metafisika. 

Dibeberapa pondok pesantren, kemenyan dibakar ketika hendak melaksanakan shalat tarawih dalam sebuah wadah, yang bertujuan untuk memberikan aroma yang harum (khas kemenyan) didalam ruangan ataupun di masjid.

Di beberapa daerah, kemenyan dibakar ketika berlangsungnya acara walimatul ‘ursy (acara pernikahan), ada juga yang membakar kemenyan pada setiap kali pertemuan seperti majelis ta’lim, majelis tahlil, acara selamatan (tasyakkuran), tempat ziarah (seperti makam para wali) dan lain sebagainya.

Di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram, kemenyan kerap hadir dibeberapa acara seperti acara wisuda Tahfidh, acara penyucian/pembersihan Ka’bah, dan lain sebagainya. 

Hal itu untuk mengharumkan udara dan menyenangkan jiwa pada peziarah. Karena menurut salah satu hadits Nabi, para malaikat itu suka bau-bau yang wangi dan membenci bau-bau busuk.

Bau-bau kemenyan/dupa memang juga sebagai aroma terapi, jg membuat otak rileks, tenang, damai, ibadah ataupun meditasi menjadi khusyuk atau sakral atau transenden atau menekung

Berabad-abad lampau, kemenyan yang berasal dari kayu gaharu atau getah pohon damar merupakan komoditas mahal dan paling bergengsi dalam lingkup perdagangan di Jalur Sutra (Silk Road). 

Dijalur perdagangan yang membentang dari Cina sampai ujung Turki itu, kemenyan bahkan bisa jadi lebih mahal dari emas dan intan permata. Para pedagang memburu kemenyan karena permintaan yang tinggi dari para raja, orang kaya, dan para pemuka agama.

Tujuannya memang sangat beragam.

Di Mesir, Bangsa Mesir Kuno memanfaatkan kemenyan yang di impor dari Yaman sebagai salah satu bahan dalam membuat mumi.

Di Yerusalem, Orang-orang Israel membakar kemenyan di depan Bait Allah dalam wadah ukupan untuk wewangian penghantar doa-doa.

Di Arabia dan Syam, kemenyan ditempatkan dalam wadah-wadah cantik untuk mengharumkan ruang-ruang istana dan rumah-rumah.

Dan di Asia Selatan dan Asia Timur, kemenyan dibakar dalam kuil-kuil sebagai sarana peribadatan.

Oleh karena itu, kemenyan bukan merupakan benda mistik milik agama atau untuk upacara-upacara tertentu.

Saat ini, kemenyan sangat bervariasi, mulai dari yang bentuknya seperti cengkeh yang lengket buatan Uni Emirat Arab, Arab Saudi

dan negeri-negeri Teluk lainnya.

Dan disebut Al-Bukhuor, sedangkan tempatnya disebut Al-Mubakhar.

Ada juga yang bentuknya seperti serbuk yang dibakar menggunakan bara, hingga kemenyan yang berbentuk stik seperti hio/dupa yang biasanya dibakar di klenteng-klenteng.

Kemenyan berbentuk stik ini sekarang sangat banyak, karena memang praktis dalam penggunaannya, hanya tinggal dibakar dan ditancapkan.

Jadi jika ada yang masih alergi dan negative thinking dengan kemenyan, boleh jadi memori masa kecil akibat sering menonton film2 horror yang merusak pola pikir masih bersarang di dirinya, atau terlalu sering di doktrin2 sehingga membentuk stigma masyarakat atau kognitif masyarakat yang negatif.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *