عن عبد الله بن مسعود عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَخْلَاقَكُمْ، كَمَا قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَرْزَاقَكُمْ، وَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُعطي الْمَالَ مَنْ أَحَبَّ وَمَنْ لَا يُحب، وَلَا يُعْطِي الْإِيمَانَ إِلَّا مَنْ يُحِبُّ، فَمَنْ ضَنَّ بِالْمَالِ أَنْ يُنْفِقَهُ، وَخَافَ الْعَدُوَّ أَنْ يُجَاهِدَهُ، وَهَابَ اللَّيْلَ أَنْ يُكَابِدَهُ، فَلْيُكْثِرْ مِنْ قَوْلِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَاللَّهُ أَكْبَرُالبخاري في الادب المفرد 


“Sesungguhnya Allah telah membagi akhlak-akhlak di antara kalian, sebagaimana telah membagikan reziki di antara kalian pula,  dan sesunguhnya Allah telah memberi harta kepada siapa yang Dia cintai dan  yang Dia tidak cintai pula,  sedangkan Dia memberikan keimanan hanya kepada siapa yang Dia cintai. Maka barang siapa yang merasa kikir terhadap harta yang akan dia infakkan, takut terhadap musuh dalam jihad dan khawatir terhadap malam yang dia hadapi kesulitannya, hendaknya dia banyak membaca, LA ILAHA ILLA ALLAH, SUBHANALLAH, ALHAMDULILLAH, dan ALLAHU AKBAR.’.”

Sesungguhnya Allah telah membagi dan memberikan segalanya bagi kita,  bukan saja untuk mensyukuri Nya,  namun juga untuk mengimani bahwa segala pemberian Nya adalah yang terbaik dan sesuai dengan kapasitas kita sebagai makhluk Allah yang memiliki berbagai kelemahan dan keterbatasan,  baik dalam akhlak,  budi pekerti,  ucapan,  pikiran,  kecerdasan,  dan masih banyak lagi. 

Keimanan terhadap pemberian Nya merupakan keimanan yang dalam. Maka janganlah anda merasa sebel, kesal dengan orang yang akhlaknya tidak sejalan dengan akhlakmu, karena orang seperti ini akan dibutuhkan pada saat-saat tertentu, janganlah menjauhi orang yang mudah marah, sesungguhnya orang yang mudah naik darah ini adalah orang yang pertama yang akan membela Allah dan Rasulnya pada waktu dan kondisi tertentu.  Janganlah mengesampingkan orang yang cepat mengambil keputusan dalam suatu perkara, lihatlah para penglima perang zaman kejayaan Islam, tidak ada diantara mereka yang memiliki sifat ragu-ragu atau melempar keputusan pada pihak lain.

Allah telah membagikan Akhlak sebagaimana Allah telah membagikan rizki, lalu kenapa kita diminta berakhlak sebagaimana Rasulullah? dan berdo’a agar Allah mengindahkan akhlak kita sebagaimana Allah mengindahkan ciptaan kita? 

Tidak patut bagi kita untuk menilai seseorang dari akhlaknya, tapi kita menilai dari hasil polesannya, iya, kita berhak menilai polesan saudara kita apakah akhlaknya dipoles dengan baik atau malah semakin buruk. yang pemarah akan menggunakan marahnya pada saat diperlukan dan dengan kadar yang dipoles sedemikian rupa agar sesuai dengan kondisi yang dihadapinya, yang lembut akan memoles dirinya agar bisa menghadapi alam sekitar dan menggunakan kelembutannya hanya untuk dirinya dan pada saat2 dibutuhkan oleh masyarakat sehingga tidak salah dipahami oleh sekitar, yang penuh keragu-raguan akan memoles dirinya dengan sedikit keberanian, yang cepat mengambil keputusan akan memoles dirinya dengan sedikit kesabaran, dan seterusnya.

Akhlak bawaan yang kita kenal saat ini sebagai faktor genetik, tidak akan pudar apalagi hilang, inilah yang telah Allah tanamkan dalam diri setiap makhluknya, dan akan keluar murni pada saat tertentu  dan kondisi tertentu. Maka tidak heran bila Rasulullah menganjurkan agar cara mudah mengenal orang adalah saat marahnya, apakah akan menjadi liar?, apakah mengkhianati? apakah membongkar aib? apakah akan merendahkan kita, apakah akan mengklaim kita dengan sangat subjektif sedangkan selama ini dialah yang selalu menuntut agar kita tidak subjektif? alias menjilat ludahnya sendiri. Apakah akan memaafkan? apakah akan menghindar? apakah akan berhadapan dan berdiskusi untuk mencari solusi? apakah akan meninggalkan tanpa menyakiti? ataukah  akan menghancurkan? 

Akhlak selanjutnya pasca marah inilah akhlak polesan yang harus kita perhatikan dan nilai. Apakah akan kembali normal seperti sediakala, alias memaafkan dan melupakan?, orang ini adalah orang murni yang sama sekali tidak memiliki rasa dendam. apakah akan membatasi diri alias memaafkan tapi tidak melupakan?, orang seperti ini memiliki egoisme yang tinggi yang harus diredakan dengan banyak berdoa . Apakah akan menghindar kapanpun dan dimanapun ada kesempatan, maka anda adalah pilihan terakhirnya untuk bercakap,  orang ini berhati hitam, dan belum memaafkan apa-apa, kata maaf hanya terucap di bibr saja, maka hendaklah dia banyak beristighfar, bershalawat, dan mengingat kebaikan-kebaikan saudaranya sekecil apapun itu, agar hatinya bisa bersih kembali.

Apakah ia akan baik sebentar dan menjauh sebentar, kemudian kembali dengan dengan membawa beribu alasan dan begitu seterusnya, orang ini berhati abu-abu, dalam hatinya masih ada sisa-sisa yang belum terbersihkan, hendaknya orang ini banyak mengingat pertolongan saudaranya itu ketika dia sangat membutuhkan, walaupun hal paling kecil yang pernah diberikannya, insya allah akan cepat pulih.

Poleslah akhlakmu dengan sifat-sifat yang indah, mintalah pertolongan Allah agar diberikan takaran yang bisa anda gunakan dalam mengontrol sifat-sifatmu, benahilah akhlak burukmu sedikit demi sedikit, sesungguhnya yang dinilai di mata Allah adalah hasil polesan anda, dan bukan akhlak bawaan anda. 

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *