Pada masa muda, Mbah Maimoen Zubair juga merasakan pahitnya kehidupan. Sepeda motor saja tidak punya, hanya punya sepeda onthel.

Pada masa awal menjadi kyai (sekitar umur 40 tahunan), Mbah Maimoen Zubair membangun sebuah Musholla di depan Ndalem dengan bantuan Mbah Zubair, ayah beliau. Dari Musholla itu akhirnya berkembang menjadi sebuah Pondok Pesantren Al-Anwar.

Setelah terbangunnya pondok, Mbah Maimoen membuat toko kitab yang dulu terletak di sebelah selatan masjid Jin Sarang. Santri yang diberi tugas untuk menjaga toko kitab bernama Basyir.

Bila yang membeli kitab kebetulan orang yang tidak punya uang, oleh Mbah Maimoen kitab itu diberikan dengan harga yang murah. Kitab yang harga belinya seribu, bila yang membeli orang yang kurang mampu maka akan dijual dengan harga lima ratus.

Hal itu membuat penjaga toko kitab khawatir tidak ada modal untuk membeli kitab-kitab sebagai stok berikutnya.

Dari dulu Ndalem Mbah Maimoen tetap seperti itu sampai sekarang. Temboknya saja yang dirapikan. Bentuk bangunan Ndalem tetap sama seperti saat dibangun pada tahun 1950. Bukannya tidak mampu, tetapi beliau tidak mau.

“Santrine pas iku cuma 70, MGS iku cuma sampe Tsanawiyah. Kelas 2 tsanawiyah iku 14 wong, kelas 3 iku ono 4 wong. Kyai Bukhori Semarang iku duwurku.”

(Santrinya kala itu hanya 70. MGS hanya sampai Tsanawiyah. Kelas 2 Tsanawiyah ada 14 santri. Kelas 3 hanya 4 santri. Kyai Bukhori Semarang dulu senior saya)

Suatu saat Kyai Syukron sowan kepada Mbah Yai, setelah itu Mbah Yai mengambil sebuah kotak yang isinya beberapa uang, kemudian Mbah Yai dawuh:

“Kron.! Bien awakmu ngerti mlaratku. Kotak iki, coro digawe keliling Eropa wong pitu ora bakal ngentekno.”

(“Kron…! Kamu dulu tau kan…? Saat saya masih miskin, Kotak ini, kalau dibuat keliling eropa untuk 7 orang gak akan habis.)

Wes manteb ngendikane Mbah Yai:

“Angger kuwe ngalim, bakal enak urepmu.”

(Dah…. yakin saja dengan dawuh Mbah Yai, kalau kamu ‘aliim, nanti enak hidupmu).

***

Diedit dan diposkan kembali oleh Kanthongumur

di Majlis Ta’lim Sabilun Najah

Kramatsari Pekalongan Barat.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *