“PANCASILA SEBAGAI DASAR DAN FALSAFAH NEGARA HARUS DITAATI, HARUS DIAMALKAN, HARUS DIJAGA DAN DIPERTAHANKAN KELESTARIANNYA.” (KH AS’AD SYAMSUL ARIFIN)
Melalui keputusan Presiden RI NO 90/TK/Tahun 2016/tanggal 3 November 2016. KH. As’ad Syamsul Arifin (1897-1990) telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Kiai Syamsul Arifin merupakan salah satu dari sedikit pahlawan santri. Masih banyak pahlawan kiai-santri tanpa pamrih yang berjuang untuk bangsa negara.
Di Hari Pahlawan Nasional 2016 ini adalah momen penting membaca sejarah para pahlawan santri. Bagaimana peran, kiprah perjuangan kiai Arifin dalam menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan? berikut kami uraikan sedikit kisah perjuangannya.
Mediator Pendirian NU
Dalam proses pendirian Nahdlatul Ulama, peran Kiai As’ad Syamsul Arifin sangat besar. Hal ini, karena beliaulah yang menjadi mediator antara Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dan Syaichona Chalil Bangkalan. Pada masa menjelang berdirinya NU, Kiai Chalil Bangkalan mengutus Kiai As’ad ke Tebu lreng, untuk menemui Kiai Hasyim Asy’ari.
Pesan Syaichona Chalil kepada Kiai Hasyim Asy’ari berwujud perlambang-perlambang yang menggambarkan konteks dan filosofi di balik pentingnya kesatuan ulama. Kiai As’ad diutus oleh Syaichona Chalil untuk menyampaikan sebuah tasbih dan ucapan surat Thaha (17-23), yang menceritakan mukjizat Nabi Musa dan tongkatnya kepada Kiai Hasyim Asy’ari. Kemudian, peristiwa ini terulang kembah, ketika Syaichona Chalil mengirim Kiai As’ad ke Tebu lreng, untuk menyampaikan pesan berupa wirid ”Ya Jabbar Ya Qahhar”.
Pesan simbolik berupa tasbih, surah Thaha dan wirid-wirid tersebut, mengandung maksud bahwa Syaichona Chalil merestui pendirian Nahdlatul Ulama dan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari menjadi pemimpin spritual ulama Nusantara. Peran penting Kiai As’ad, menjadikan beliau sering disebut sebagai mediator berdirinya Nahdlatul Ulama.
Kiai As’ad juga mengomando Laskar Sabilillah dan Hizbullah. Sosok Kiai As’ad sangat disegani oleh ketiga laskar di kawasan Tapal Kuda, yakni anggota Laskar Sabilillah, Hizbuuah dan Pelopor.
Kharisma Kiai As’ad menjadikan para kiai yang tergabung dalam barisan Laskar Sabilillah mendengarkan seluruh nasihat, wejangan dan komando Kiai As’ad. Para santri dan pemuda yang tergabung dalam barisan Laskar Hizbullah iuga setia pada strategi dan komando yang diberikan Kiai As’ad.
Bahkan, para bandit yang bergerak dalam Barisan Laskar Pelopor juga sendika dawuh (tunduk) dengan perintah Kiai As’ad. Kombinasi ketiga laskar iniiah yang menjadi senjata ampuh untuk melawan penjajah di kawasan Tapai Kuda.
Kiai As’ad bersama Kiai Abdus Shomad (sepupunya pemimpin Seinin dan Keibodan), pada zaman Jepang, pernah mendapat kursus militer di Jember. Teknik dasar militer inilah yang menjadi pondasi strategi Kiai As’ad dan beberapa kiai lainnya, dalam menyusun rencana perjuangan militer yang dipadukan dengan kekuatan santri (Hasan, 2003: 82-84).
“PEMIKIRAN, STRATEGI DAN TELADAN YANG DIWARISKAN OLEH KIAI AS’AD SYAMSUL ARIFIN HARUS MENJADI SEMANGAT BAGI SANTRI MASA KINI…”
Berjuang Mengawal Negeri
Sosok Kiai As’ad Syamsul Arifin menjadi inspirasi bagi santri masa kini. Beliau memiliki keilmuan, kemampuan dan visi perjuangan yang lengkap. Kiai As’ad memiliki kedalaman ilmu agama yang tidak diragukan, mengusai iimu militer dan bela diri, serta berhasil mengomando para bandit agar membantu perjuangan santri dalam mengawal kemerdekaan Indonesia.
Dalam catatan Syamsul A Hasan (2003), salah satu kecerdikan Kiai As’ad adalah kemampuannya dalam mengorganisir bajingan-bajingan, brandal dan jawara yang sebagian besar berasal dari kawasan Tapal Kuda. Para bandit dan jawara dari Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso, Probolinggo, Jember, Lumajang dan Pasuruan dikumpulkan untuk diajak berjuang melawan penjajah Belanda.
Barisan bandit ini, kemudian dihimpun sebagai dengan satu nama: ”Pelopor”. Barisan Pelopor ini, sering berpakaian serba hitam, mulai dari baju, celana, hingga tutup kepala. Mereka menggunakan senjata celurit, rotan dan keris. Uniknya, para jawara yang berada di barisan Pelopor ini, tunduk dan setia pada komando Kiai As’ad Syamsul Arifin.
Kiai As’ad memerintahkan para pejuang Pelopor bagian logistik untuk mengirim pejuang yang berada di hutan. Pasukan Pelopor, Sabiiillah, Hizbuliah, dan pasukan lain berjuang dengan strategi geriliya. Mereka masuk gunung dan keluar gunung, untuk menyerang pasukan Belanda, lalu mengamankan diri.
Mereka menggunakan taktik: “serang dan lari”! Strategi ini diiakukan oleh para santri yang tergabung daiam pelbagai iaskar, hingga Negara Republik indonesia diakui kedauiatannya oleh Belanda, pada Desember 1949.
Kiai As’ad mengutus beberapa anggota pasukan Pelopor dan Sabilillah untuk mengambil senjata milik pasukan Belanda. Di kawasan Situbondo, tugas ini dikomando oleh Mawie dan Hamid, barisan Sabiiillah. Menariknya, mereka merekrut para brandal yang siap berjuang untuk negara Indonesia.
Pada malam hari, para brandal dan preman ini, mengambii senjatasenjata milik Belanda di beberapa Pabrik Gula (PG) kawasan Situbondo. Pada masa penjajahan, Pabrik Gula memegang peran vital sebagai iumbung ekonomi Belanda, hingga mendapat akses langsung ke birokrasi pusat. Di PG, para pekerja keamanan diberi fasiiitas senjata. Setelah senjata terkumpul, kemudian dibagikan kepada anggota Pelopor, Sabiliiiah, Hizbullah, dan pejuang-pejuang iainnya.
Jaringan pejuang di kawasan Bondowoso dan Jember juga meiakukan hal yang sama, merebut senjata dari pasukan Belanda. Para anggota Peiopor mengirim senjata ke markas pejuang Kiai As’ad, dengan melewati hutan belantara.
Strategi ini, agar misi ini tidak diketahui oleh pasukan Belanda. Setelah sampai di Sukorejo, senjata-senjata ini dikumpulkan, disimpan di bawah lumbung padi, dipendam di masjid, atau ditanam di kuburan (Hasan, 2003: 131-134).
Salah satu motivasi dan petuah penting Kiai As’ad tentang perjuangan adalah bagaimana niat menjadi utama: “Perang itu harus niat menegakkan agama dan ‘arebbuk negere (merebut negara), jangan hanya ‘arebbuk negere! Kalau hanya ‘arebbuk negere, hanya mengejar dunia, akhiratnya hilang! Niatlah menegakkan agama dan membela negara sehingga kalau kalian mati akan mati syahid dan masuk surga!” (Rahman, 2015: 138)
Pemikiran, strategi dan teladan yang diwariskan oleh Kiai As’ad Syamsul Arifin harus menjadi semangat bagi santri masa kini. Apa yang bisa dipetik dari kisah Kiai As’ad? Bahwa santri harus tetap menjaga jalur pengetahuan (sanad) dengan para kiai, mendalami ilmu-ilmu agama yang menjadi benteng kokohnya Islam, merawat Nahdlatul Ulama, serta membela negeri ini kelompok yang ingin merusaknya.
Semangat KH. Raden As’ad Syamsul Arifin dapat menjadi pedoman bagi santri untuk menjaga negeri, mengawal kesatuan bangsa ini.
Sumber : Buku “Pahlawan Santri : Tulang Punggung Pergerakan Nasional” karya Munawir Aziz.
No responses yet