Suatu pagi dilaksanakan pernikahan keponakan, Ahmad Robert bin KH. Fajrun Najah yang dirawuhi KH. Masduqi Al Hafidz Perak. Seusai jamuan makan, saya duduk di teras tuan rumah, yakni H. Sa’dun (mertua Gus Robeth). Tidak seberapa lama Kiai Masduqi juga menuju teras untuk merokok duduk di samping saya.

Maka saya tergelitik untuk bertanya lagi tentang pujian “Li Khomsatun” serta ijazah doa apa yang beliau terima dari Mbah Wahab Chasbullah. Alhamdulillah mendapatkan tambahan ijazah doa untuk melengkapi doa yang telah terkumpul.

Kiai Masduqi juga berkisah saat ijazah Li Khomsatun diberikan oleh Mbah Hasyim Asy’ari kepada para kiai di Jombang, memang saat itu banyak korban bahkan dari keluarga pondok di Jombang, termasuk anak dari Kiai Romli dan juga dari pondok lain. Beliau melanjutkan, pondok Tambakberas tidak ada korban atas pagebluk yang terjadi saat itu. 

Selain itu, Kiai Masduqi juga berkisah tentang bagaimana di saat Mbah Wahab mengalami kebutaan dan juga Kiai Khobir Pondok Mangunsari Tulungagung mengalami hal yang sama.

Tentang kisah kebutaan Mbah Wahab dan kaitannya dengan KH. Masduqi sudah dimuat di buku sejarah Tambakberas, silakan dibaca ya. Di bawah ini akan saya ceritakan tentang Kiai Khobir dan Mbah Mangli Magelang.

Kiai Khobir adalah teman mondok Kiai Masduqi di Krapyak Jogjakarta walau sebentar. Sedang Mbah Mangli adalah teman mondok Kiai Masduqi di Sampang Madura.

Entah bagaimana, suatu saat Kiai Khobir mendatangi Mbah Mangli dan meminta agar didoakan atas sakit matanya. Namun ternyata Mbah Mangli berkata agar mendatangi Kiai Masduqi Perak saja.

Sesampai di Kiai Masduqi, Kiai Khobir mengatakan apa yang baru saja dialami dan bagaimana Mbah Mangli yang malah menyuruh agar datang ke Kiai Masduqi Perak.

Apa jawaban kyai Masduqi, beliau berkata bahwa Kiai Khobir dengan kebutaannya itu nanti hadiahnya surga, jadi ya dibiarkan saja seperti ini. Mendengar ucapan Kiai Masduqi, KH. Khobir mberebes menangis. Saya tadi melihat mata KH. Masduqi juga mbrebes saat mengisahkan Kiai Khobir menangis.

Akhirnya Kiai Khobir pulang ke Tulungagung dan mengajar santrinya dalam kondisi buta. Tapi beliau memang kuat hafalannya. Beliau hafidz dan kata kakak saya, Mas Asmuni, Kiai Khobir  mengajar Tafsir Al Ibriz dengan hafalan.

Pelajaran yang bisa kita petik, para kiai yang alim dan juga linuwih tapi tetap berikhtiar dengan mencari doa dari kiai lain. Begitulah adab kehidupan para kiai kita. Saya menyaksikan Kiai Masduqi ini termasuk kekasih Allah.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *