Bisakah jargon kembali kepada Al Qur’an dan as Sunah menyentuh spiritualitas-ruhaniyyah-inklusif ?
Diskusi singkat bersama Sang Guru Prof Amin Abdullah siang ini meski singkat tapi memikat
*^^^^*
Apakah ‘purifikasi’ bisa bersanding dengan spiritualitas-inklusif ?
Maaf Saya meraguinya, dan belum bisa percaya, bahkan boleh jadi jauh panggang dari api, karena keduanya saling bertolak belakang, kalau tidak boleh dibilang saling menafikkan ?
Apa karena jargon ini lantas tasawuf dijauhkan, tarekat dienyahkan ? Bahkan filsafat juga dibuang sejauh mata memandang. Purifikasi adalah cara beragama dengan doktrin hitam putih, tekstual dan kaku tidak mengenal kompromi. Sementara spirtualitas inklusif dengan hati, melampaui yang profan— dan bersandar pada ranah ruhaniyyah. Agama adalah soal prifasi yang tidak bisa di ukur dengan rasional semata. Sementara purifikasi sebaliknja.
Jargon kembali kepada al Quran dan as Sunah berhasil membangun logika para penganjurnya, bahwa semua amalan umat Islam selama ini salah. Tidak berdasar atau ngarang. Harus dibenarkan karena banyak salah dan diluruskan karena banyak menyimpang. Semangat yang selintas terlihat benar meski banyak mengandung kesombongan karena merasa paling benar.
*^^^^*
Lantas semua amalan umat Islam divalidasi dan diverifikaisi— pelabelan sunah dan bid’ahpun berlangsung sepihak tanpa kompromi. Semua yang tidak sepahaman dicap bid’ah, khurafat, takhayul hingga syirik. Semua yang dilakukan dianggap tidak sesuai sunah dan tertolak. Masuk neraka.
Tidak hanya itu — wilayah purifikasi atau pemurnian merambah pada hal-hal yang sangat teknis (furu). Bukan hanya ibadah mahdhah bahkan ghairu mahdhahpun tak luput dari serangan pemurnian. Tentang Nawaitu atau Basmalah dalam shalat dibaca sirr atau jahr. Jumlah rakaat tarweh hingga lutut atau kaki yang duluan saat sujud atau tangan mengepal saat bangkit.
Bukan hanya pada soal ilmu fiqh tapi juga pada ilmu kalam, tafsir, hadits, tasawuf dan lainnya. Beragama jadi sangat kaku. Sangat serius karena tidak mengenal kompromi. Ketawa sejenak pun tak bisa. Apalagi ngopi sambil ngudud karena semua yang dilakukan harus berdasar petunjuk teknis, ada dalil yang sahih dan uswah para salafus saleh—-karena purifikasi agama menjadi susut, hilang hikmah, hilang spiritualitas ner ruhaniyyah.
*^^^*
Bukankah spiritualitas Rasulullah saw melampaui semua iman — bukankah semua agama para Nabi adalah Islam dalam arti substantif sebelum diformalkan dalam kelembagaan. Bukankah Allah tabaraka wataala berfirman bahwa orang Yahudi, Nasrani, Majusi dan Sabeen berhak masuk surga jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir dan beramal saleh ?
No responses yet