قال الامام النووي:

و فيه مذهبان، أحدهما: أنه يؤمن بأنها حق على ما يليق بالله تعالى مع اعتقاد تنزيه الله عن صفات المخلوق و عن الانتقال و الحركات و سائر سمات الخلق.

Untuk memahami hadits ini ada dua mazhab: yang pertama adalah mengimani bahwa itu terjadi sesuai dengan apa yang layak pada dzat Allah, disertai dengan keyakinan bahwa Allah suci dari sifat-sifat makhluk, dan dari berpindah tempat, bergerak dan tanda-tanda makhluk yang lainnya.

و مذهب أكثر المتكلمين و جماعات من السلف و هو محكي عن الامام مالك و الأوزاعي أنها تتأول على ما يليق بحسب مواطنها. 

Adapun Mazhab mayoritas mutakallimin dan sekelompok salaf, dan pendapat ini diriwayatkan dari Imam Malik (W. 179 H) dan Imam al-‘Auza’i (W. 157 H); bahwasanya itu dita’wil dengan apa yang layak dan sesuai dengan tempatnya.

فعلى هذا تأولوا هذا الحديث بتأولين: أحدهما تأويل مالك بن أنس و غيره و معناها تنزل رحمته و أمره و ملائكته كما يقال فعل السلطان كذا اذا فعل أتباعه بأمره. و الثاني أنه على الاستعارة و معناه: الإقبال على الداعين بالإجابة و اللطف، و الله أعلم.

كتاب شرح صحيح مسلم ج ٦ ص ٣٦

Atas pendapat ini, para ulama menta’wil hadits ini dengan dua ta’wil: yang pertama ada ta’wilnya Imam Malik bin Anas dan selainnya yang mengatakan bahwa yang turun adalah kasih sayang, perintah dan malaikatnya. Sebagaimana bisa dikatakan “Sulthon melakukan sesuatu” (Meskipun sebenarnya dia tidak melakukannya), apabila pengikutnya melakukan sesuatu itu sebab perintahnya. 

Ta’wil yang kedua turun tersebut masuk kedalam bab isti’arah, dan maknanya adalah; menerima para pendoa dengan pengabulan permohonan dan kelembutan. Wa Allah ‘A’lam.

Kitab Syarh Shahih Muslim jilid 6 hal 36.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *