Rasanya tidak afdhal bila membahas budaya tulis menulis tanpa di awali dari Serambi Mekkah Aceh tercinta. Sekitar tahun 1630-1697 hidup di Aceh beberapa tokoh literasi atau bisa disebut Begawan Ulama Nusantara yang banyak berkarya. Di antara yang sangat dikenal adalah Syekh Abdurrauf al Singkili dengan karya Turjuman Mustafidnya yang masyhur itu. Ada yang menyebutkan bahwa Tafsir Melayu Turjuman Mustafid merupakan saduran dari Tafsir Jalalain, dan adapula yang menyebutkan terjemahan dengan beberapa penambahan dari Tafsir Anwaruttanzil WA Asraruttakwil karya Imam Baidhawi. 

Namun semua peneliti sepakat bahwa Tafsir karya Syekh Abdurrauf Al Singkili merupakan Tafsir pertama di Asia Tenggara. Selain Tafsirnya yang dikenal Syekh Abdurrauf al Singkili juga menyusun beberapa karya lainnya yang ditulis atas permintaan Sultanah Safiatuddin. Sezaman dengan al Singkili, ada Syekh Nuruddin al Raniry yang menyusun Kitab Fikih Sirathal Mustaqim yang kemudian diulas secara panjang lebar dengan berbagai referensi oleh Syekh Muhammad Asyad al Banjari. Al Raniry adalah seorang ulama yang berasal dari India dan sangat produktif dalam menulis.

Masih pada kurun yang sama hidup beberapa ulama besar sufi yang juga banyak menulis seperti Syekh Hamzah al Fansuri, Syekh Samsuddin Pasai dan Syekh Saifurrijal Padang umumnya mereka menulis dalam kajian Tasauf. Dalam rentang waktu yang sama di Makkasar hidup pula seorang alim besar yaitu Syekh Yusuf al Makkasari dengan karyanya Zubdat al Asrar dan karya lainnya. Syekh Yusuf berkubur di Afrika Selatan karena kolonial Belanda takut dengan pengaruhnya, sama seperti Cut Nyak Din yang wafat di Sumedang Jawa Barat. 

Dan masih di era Syekh Abdurrauf Singkil hidup seorang ulama luar yang menjadi muridnya yang setia dengan goresan pena Masailal Muhtadin yaitu Syekh Daud Rumi.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *