Sekarang, bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaannya yang ke 75 tahun. Yang sebelumnya bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda ratusan tahun dan beberapa tahun kemudian dijajah oleh Jepang. Tentunya, kemerdekaan itu adalah hak setiap bangsa, dan bangsa Indonesia memerdekakan diri atas penjajahan. Karena namanya penjajahan itu tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Dengan kemerdekaan berarti bangsa Indonesia mendapatkan suatu kebebasan. Bebas dari segala bentuk penindasan, kesengsaraan dan penguasaan bangsa asing. Bebas menentukan nasib bangsa sendiri. Hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berdaulat menuju pintu gerbang masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea ke 2.

Merdeka bukan berarti perjuangan telah usai, justru merupakan sebuah awal perjuangan rakyat untuk melanjutkan dan mempertahankan kemerdekaan. Masyarakat harus terus berjuang untuk dapat memakmurkan kehidupannya.

Sekalipun sudah menjadi bangsa yang merdeka, tetapi ternyata tidak semua rakyatnya telah benar-benar merasakan kemerdekaan itu. Sebagai akibat dari keterbatasan dan kelemahannya, bisa saja sebagian masih terjajah oleh berbagai hal negatif di dalam dirinya.

Memerdekakan diri sebenarnya tidak selalu mudah dan segera berhasil. Apalagi yang disebutkan kemerdekaan itu bersifat menyeluruh, yaitu kemerdekaan lahir maupun batinnya. Penjajahan terhadap diri sendiri tidak saja datang dari luar, melainkan bisa datang dari dalam dirinya dan itu lebih berbahaya. Perasaan rendah diri, iri hati, merasa diri paling tinggi dan merendahkan bahkan menyalahkan orang lain dan sebagainya, semua itu adalah penjajah yang seharusnya dilawan dan dihilangkan.

Maka pantas, Rasulullah SAW menyampaikan dalam sebuah hadisnya, “Kalian datang dengan sebaik-baik kedatangan, kalian datang dari jihad kecil menuju jihad besar.” Mereka bertanya: “Apakah jihad  besar itu?” beliau bersabda: Mujahadahnya seorang hamba terhadap hawa nafsunya. (HR. Al-Baihaqi)

Sekalipun hadist ini banyak yang mempertanyakan kesahihannya, secara maknawi hadis ini sangatlah sesuai dengan realita hari ini. Faktanya, memang melawan hawa nafsu lebih berat daripada melawan musuh. Berperang melawan musuh seluruhnya adalah kebaikan. Kita bisa membuat segala upaya untuk memenangkan dalam pertempuran, karena memang musuh jelas kelihatan. Tetapi, melawan hawa nafsu dalam diri tidaklah segampang apa yang kita pikirkan. Butuh kesabaran dan keimanan yang matang agar kita bisa menang dalam pertempuran melawan musuh yang jelas tak kelihatan.

Perang melawan diri merupakan perang yang terberat daripada perang melawan musuh. Dalam al-Quran, untuk melawan sesuatu yang datang dari dalam diri jauh lebih berat daripada melawan musuh dari luar. Sebagaimana dalam surat An-Naas dijelaskan :

“Katakanlah, aku berlindung kepada Tuhan-nya manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia.” (QS. An-Naas/114 : 1-6)

Dalam surat An-Naas tersebut, manusia diperintahkan agar berlindung kepada Tuhan sebanyak tiga kali. Seseorang dituntut untuk berlindung kepada Allah SWT sebagai Tuhan, Raja, dan Sesembahan manusia. Semua itu hanya untuk menghadapi rasa ketakutan yang datang dari dalam dirinya. Memang, melawan sesuatu yang datang dari diri sendiri jauh lebih berat ketimbang melawan musuh dari luar. Banyak orang hebat ditumbangkan karena tak mampu melawan godaan dari dalam dirinya. Banyak pejabat yang terjatuh karena tak mampu melawan bisikan korupsi ke dalam dirinya. Banyak muda mudi sekarang ini, yang tak mampu menghadapi permasalahan yang dihadapi  dengan melampiaskan penggunaan narkoba sampai gantung diri.

Untuk itulah, seseorang diseru untuk berlindung tiga kali lebih banyak ketika menghadapi dirinya sendiri. Banyak orang yang sudah kehilangan kemerdekaan diri, karena sudah dijajah oleh nafsu diri. Tapi anehnya orang sama sekali tidak menyadari, bahkan terus melanjutkan dari hari ke hari.

Maka, untuk mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia sekarang ini banyaklah cara. Tak perlu mencari bambu runcing jadi senjata buat menusuk penjajah. Sekarang ini perlunya kemampuan diri  untuk mengasah dan menggali potensi diri. Kemampuan ini akan melahirkan manusia yang merdeka dan mandiri, dan menjadi harapan bangsa ini. Sehingga mampu membentengi dari arus derasnya ideologi-ideologi yang dapat mengancam bangsa ini.

Semoga, dengan memperingati hari kemerdekaan bangsa di tahun ini harus jadi refleksi dan momentum yang tepat bagi diri sendiri untuk menjadi manusia yang merdeka dalam sudut pandang pahlawan masa kini yang semangatnya membara untuk mengejar mimpi-mimpi.

Selamat hari raya proklamasi, 17 Agustus 2020

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *