Kontributor: Bhekti Rizky (Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Hadis dipahami secara singkat adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik perkataannya, perbuatannya dan ketetapannya. Di dalam hadis terdapat sanad dan matan, sanad berarti kumpulan perawi hadis yang meriwayatkan suatu hadis. Adapun matan adalah isi dari suatu hadis.
Kemudian melalui sanad, kita akan mengetahui perawi yang adil dan tidak adil. Keadilan / ketidakadilannya dalam suatu hadis akan mempengaruhi kualitas suatu hadis apakah hadis itu shahih, hasan atau dhaif. Sedangkan matan, berkaitan dengan ke-dhabith-an perawi yakni kuatnya hafalan perawi hadis.
Berdasarkan buku Ulumul Hadis karya Dr. Nuruddin Ltr, beliau menjelaskan keadilan (‘adalah) ada 5 yaitu beragama Islam, baligh, berakal sehat, taqwa dan berperilaku yang agamis kemudian ditambah dengan kuatnya hafalan (dhabith). Hafalan perawi hadis akan mempengaruhi matan hadis itu apakah terdapat kejanggalan (syadz) atau tidak.
Perlu digaris bawahi, bahwa hanya hadis yang memiliki kualitas shahih dan hasan saja yang dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu hukum. Adapun untuk hadis dhaif hanya bisa digunakan sebagai Fadhail al-Amal (keutamaan beramal) selama tidak terlalu parah ke-dhaif-annya.
Manuskrip Kitab Dalil dan Hadis
Kitab ini merupakan ringkasan dalil-dalil dari kitab “Bidayatul Hidayah” karya Imam Hujjatul Islam Al-Ghazali sebagaimana yang telah dijelaskan pada kalimat pertama. Kalimat pertama dihalaman pertama berbunyi: “Bismillahirrahmanirrahim Adapun dalil dan hadis ini keluar dari pada kitab Bidayah al-Hidayah bagi Imam Hujjatul Islam Al-Ghazali”.
Kitab Bidayatul Hidayah merupakan kitab bidang tasawuf yang berisikan pembahasan dan panduan seorang hamba untuk mendapatkan hidayah dari Allah Swt. Di dalam kitab Bidayatul Hidayah memuat berbagai dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadis, juga terdapat nasihat-nasihat untuk mendekatkan diri kepada Allah (habluminallah) dan berbuat baik kepada manusia (habluminannas).
Manuskrip kitab Dalil dan Hadis ini tidak diketahui siapa pengarang, penerbit maupun sejarahnya. Manuskrip ini menggunakan 2 warna dalam penulisannya, yakni merah dan hitam. Tulisan yang berwarna merah berarti dalil-dalil Al-Qur’an ataupun Hadis, sedangkan tulisan hitam adalah arti dari dalil-dalil tersebut. Kemudian kitab ini didigitalisasi oleh www.khastara.perpusnas.go.id.
Menurut saya, tujuan penulisan Kitab Dalil dan Hadis ini adalah pengarang hanya memfokuskan bahasannya seputar dalil saja, baik Al-Qur’an maupun Hadis, sebagaimana isi keseluruhan kitab ini. Dikitab ini tidak dijelaskan nasihat-nasihat seperti kitab induknya yakni kitab Bidayatul Hidayah. Adapun tema-tema Hadis dan ayat Al-Qur’an di dalam kitab ini di antaranya membahas; keutamaan ulama dan penuntut ilmu, salat fardhu hingga sunnah, puasa, zikir dan lain-lain.
Kumpulan hadis-hadis dalam kitab ini tidak dimuat rangkaian sanadnya dan untuk Al-Qur’an tidak dituliskan surah atau ayatnya baik dalam kalimat ataupun dalam catatan kaki. Di dalamnya memuat tulisan sekitar 48 halaman dengan 261 dalil mencakup Al-Qur’an dan hadis.
Sayangnya, kumpulan hadis dalam kitab “Dalil dan Hadis” tidak ditemukan rangkaian sanadnya, sehingga kita harus mengkaji lebih lanjut supaya kita mengetahui kualitas dari hadis tersebut apakah shahih, hasan atau dhaif. Karena di dalam sanad kita akan mengetahui perawi mana yang adil dan tidak adil, dan itu sangat berefek kepada kualitas suatu hadis.
Kemudian, untuk ayat Al-Qur’an yang terdapat dalam kitab tersebut kita perlu mencocokkannya dengan mushaf yang kita punya, tentu dibantu dengan indeks Al-Qur’an agar letak ayat dan surahnya kita dapat mengetahuinya. Berikut adalah salah satu contoh hadis yang terdapat dalam kitab “Dalil dan Hadis”.
Sabda Nabi Saw: “Laula an asyuqqo ala ummati la amartuhum bissiwaki inda kulli wudhui. Artinya jikalau tiada bahwa sakit atas umatku niscaya aku suruhkan akan mereka itu dengan bersiwak pada tiap-tiap mengambil air sembahyang”.
Kemudian saya menemukan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik dengan redaksi yang mirip dan lengkap dengan sanadnya yaitu di dalam kitab Al-Muwaththo’ karya Imam Malik pada bab Thaharah urutan hadis ke 145.
“Haddatsani ‘an malik ‘an ibni Syihabin’an Humaidi bin Abdirrahman bin Auf Abi Hurairah annahu qola: Laula an asyuqqo ala ummatihi la amartuhum bissiwaki ma’a kulli wudhui.
Artinya: Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Ibnu Syihab dari Humaid bin Abdurrahman bin Auf dari Abu Hurairah, dia berkata: Sekiranya tidak akan memberatkan umatnya, sungguh beliau akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu”. (HR. Malik)
Hadis tersebut shahih secara sanad maupun matan dan banyak perawi yang meriwayatkan dengan redaksi yang memiliki kemiripan seperti riwayat Al-Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah. Dan masih banyak hadis-hadis yang memang perlu untuk dikaji lebih dalam agar kita dapat memilah antara hadis yang shahih, hasan ataupun dhaif.
Adapun contoh dalil Al-Qur’an salah satunya
“Allah ta’ala: wama umiru illa liya’budullaha mukhlisina. Artinya tiada disuruh mereka itu pada berbuat ibadah melainkan karena menyembah Allah ta’ala pada hal mereka itu tulus ikhlas kepada Allah ta’ala”. Dalil tersebut akan kita temukan secara lengkap di dalam Al-Qur’an yang berbunyi :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” Qs. Al-Bayinah [98]:5.
Contoh Hadis dalam Manuskrip Kitab Dalil dan Hadis
‘dan sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam: man kana yu’minu billahi walyaumil akhiri fal yaqul khoiron awliyashmut. Artinya barangsiapa ada ia percaya dengan Allah dan hari kiamat maka hendaklah ia berkata akan yang kebajikan atau ia diam’
Hadis tersebut lebih lengkapnya terdapat dalam kitab hadis arba’in yaitu hadis urutan 15.
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: ‘Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia menghormati tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia memuliakan tamunya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis tersebut mengajarkan kita agar tidak menggunakan lisan ini untuk menyinggung perasaan orang lain, menghina orang lain dan mencaci maki orang lain. Gunakan lisan ini untuk menyeru kepada kebaikan, ketaatan dan kepada hal-hal yang bermanfaat. Kemudian kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga dan menjamu tamu dengan cara yang baik. Dan itu semua adalah bentuk keimanan kepada Allah Swt.
Jika kita perhatikan, hadis yang terdapat dalam manuskrip itu tidak terdapat sanadnya baik sanad yang singkat atau yang lengkap. Maka diperlukanlah kitab induk hadis sebagai rujukan agar dapat mengetahui kelengkapan sanad dan riwayatnya.
Di antara kitab induk hadis yang bisa dijadikan rujukan adalah Sahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan an-Nasa’i, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah (Kutubus Sittah) dan ditambah dengan Al-Muwwatha’ Ibn Malik, Musnad Imam Ahmad, Sunan ad-Darimi (Kutubut Tis’ah).
Sebagai penutup, penting sekali kita mengkaji dalil baik Al-Qur’an ataupun Hadis Nabi Saw. Karena keduanya adalah pedoman umat muslim dan keduanya akan menuntun kita ke jalan yang lurus dan yang demikian itu, supaya kita dapat memperoleh kebahagiaan di dunia sekaligus kebahagiaan di akhirat. Selain itu, penting bagi seorang muslim untuk mengkaji hadis dengan guru/ustadz/ulama agar senantiasa berada di jalan yang lurus, yaitu sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Wallahu’alam
No responses yet