Categories:

Kontributor : Mafaza Dzil Ikromi (Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Berjalannya kehidupan, baik dan buruknya, manis dan pahitnya, adalah kenyataan yang tak dapat dipungkiri. Manusia tak ubahnya seperti wayang yang tak dapat bergerak sendiri. Semua yang terjadi kepadanya adalah murni kehendak Allah semata.

Semua kisah hidup, perjalanan waktu dari muda hingga tua, harta, dan segala apa yang ia miliki tanpa terkecuali, merupakan garis kehidupan yang telah Allah tuliskan untuknya.

Ketika manusia menjalankan kehidupannya, ia akan melihat arus kehidupannya terus berputar. Selain waktunya yang terus berputar, ia juga melihat keadaan hidupnya terus berputar-putar. Terkadang ia merasakan kebaikan untuk dirinya, kebahagiaan, dan sering pula ia merasakan dirinya menghadapi keburukan dan jatuh dalam kesusahan.

Suatu kemustahilan bagi manusia untuk tetap hidup bahagia penuh kesenangan sesuai dengan angan-angannya. Nyatanya, memang kehidupan tak seindah angan-angan. Akan tetapi, Allah tidak menimpakan keburukan kepada manusia semata-mata atas kesalahannya, melainkan Allah menghendaki manusia untuk hidup lebih bahagia daripada apa yang terlintas di benak manusia.

Manusia, karena fitrahnya, ketika menghadapi kesusahan ia akan gelisah dan gundah gulana. Di saat yang lain, ketika mendapat kebahagiaan cenderung terlena dan lupa. Begitulah memang fitrahnya sebagai manusia. Tidak ada yang salah dengan hal itu, namun lebih baik agar manusia selalu memenuhi hatinya dengan harapan dan perasaan positif lainnya.

Manusia juga suka sekali memaksakan kehendaknya. Ia sangat menginginkan segala apa yang ada di benaknya menjadi kenyataan. Sekali lagi, demikianlah sifat manusia. Namun, jangan sampai sifat tamak dan serakah menghalalkan segala cara untuk mengabulkan keinginannya, tak terkecuali dengan melakukan hal-hal yang melampaui batas.

Di saat itulah, manusia membutuhkan nasihat agar ia dapat bersikap sebagaimana yang Allah inginkan. Dan sudah menjadi keharusan bagi manusia yang berakal dan berbudi pekerti luhur untuk bersikap sesuai dengan arahan Allah sebagai Zat Yang Maha Baik karena Ia-lah yang paling mengetahui hal yang baik untuk manusia.

Lembaran kertas kuno di atas adalah salah satu bukti bahwa nasihat ada dimana-mana dan bersumber dari banyak hal, baik yang tersirat dalam kehidupan dan juga yang tersurat dalam lembaran-lembaran kertas seperti buku-buku, kitab-kitab, dan juga lembaran kertas di atas yang sudah ada sebelum era mesin cetak di Indonesia.

Lembaran kertas kuno di atas selanjutnya penulis sebut sebagai manuskrip atau naskah kuno. Nasihat yang tertulis pada manuskrip di atas, menurut penulis, memiliki nilai manfaat yang tak terhingga. Penulis menilai bahwa kandungan yang tertulis pada manuskrip di atas menjadi semakin bermanfaat karena tulisannya berasal dari waktu yang berbeda dengan saya sebagai pengkaji manuskrip di atas.

Seperti menemukan sebuah kertas wasiat yang terkubur dengan peti puluhan tahun lamanya, penulis merasa bahagia ketika mendapatkan kesempatan untuk membacanya. Karena itulah penulis merasakan manuskrip di atas sangat berharga untuk dibaca dan dikaji. Untuk info lebih detail mengenai manuskrip di atas, silakan mengakses sumber foto naskah di atas yang sudah penulis cantumkan.

Kutipan nasihat dari manuskrip di atas yang sangat berarti bagi penulis ada pada baris pertama dan kedua. Berikut transliterasinya:

Ta’anna wa laa ta’jal li amrin turiiduhuu

Wa kun raahiman bil-khalqi tublaa bi raahim

Artinya:

Perlahan-lahanlah dan jangan tergesa-gesa terhadap suatu hal yang kamu inginkan Dan jadilah kamu penyanyang terhadap makhluk, maka kamu akan dirahmati.

Bagi penulis, nasihat tersebut sangatlah berharga untuk penulis mengingat bahwa kita sebagai manusia seringkali merasa sakit hati, keberatan bahkan protes dengan keadaan yang terjadi. Karena itu, kata Ta’anna (perlahan-lahanlah, biasanya diartikan juga dengan kata ‘tenang’) sangat perlu untuk dihayati agar kita dapat senantiasa tenang bagaimanapun sulitnya kehidupan yang kita jalani.

Sikap tenang dalam menjalani arus kehidupan yang tak menentu adalah sikap yang tidak dimiliki setiap manusia. Realitanya, ada seseorang yang memilih jalan untuk mengakhiri hidupnya karena sulit dan susahnya hidup yang ia jalani atau ia memiliki keinginan yang tak dapat menjadi kenyataan.

Selanjutnya, dalam kehidupan manusia sebagai salah satu makhluk yang hidup berdampingan dengan masyarakat dan juga alam, hendaknya ia bersifat penuh rahmat kepada setiap makhluk tak terkecuali agar ia juga mendapatkan limpahan rahmat.

 Sebagai seorang muslim, hendaklah selalu mengingat protokol dan anjuran syariat Islam agar dapat hidup dengan penuh keridoan dari Allah. Nasihat sangatlah berarti bagi kehidupan manusia dalam rangka menjaga manusia agar tetap hidup sesuai garis yang ditetapkan-Nya. Menurut penulis, nasihat merupakan sebab dari diberikannya akal pikiran kepada manusia. Tujuannya tidak lain agar manusia dapat merenungkan nasihat yang Allah berikan melalui syariat Islam yang sempurna ini.

Mudah-mudahan Allah senantiasa merahmati kita semua, menjaga kita semua, menjaga keutuhan syariat-Nya yang tertulis dalam naskah-naskah yang ada di dunia, terutama naskah-naskah kuno agar tetap eksis sampai akhir waktu nanti. Amin.

Gambar: https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/web/koleksi-detail/lkk-banten2016-khd003.html#ad-image-36

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *