Bulan ramadhan telah usai, banyak sekali perbedaan yang dirasakan oleh semua orang apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, berbagai tradisi yang rutin dilaksanakan setahun sekali tersebut mau tidak mau harus dilaksanakan dengan cara yang berbeda, bahkan ada yang sementara tidak dilaksanakan terlebih dahulu.

Meniadakan ngaji pasanan di pesantren dengan menggantikan ngaji online misalnya. Istilah ngaji pasanan memang sudah sangat familiar di kalangan para santri, yaitu ngaji yang dilaksanakan pada bulan ramadhan dengan menggunakan sistem kilat atau kebut ( 2 minggu sudah khatam ) yang bertujuan mencari tabarukan kepada seorang guru atau Kyai dan kitab yang digunakan untuk mengaji.

Biasanya yang mengikutinya justru malah bukan dari santri yang mukim, mereka dari berbagai kalangan, dari berbagai pesantren lain luar daerah, dari masyarakat sekitar, santri yang sudah menjadi alumni dan lain sebagainya.

Bisa dikatakan ini adalah pertama kalinya. Perlu di ingat, bukan ngajinya yang dilarang, akan tetapi, berkerumunan atau berkumpulnya yang sementara ini dibatasi. Merupakan efek dari menghadapi bulan Ramadhan di tengah pandemic Covid-19 yang bertujuan untuk memutuskan mata rantai penyebarannya.

Tentunya bagi kaum awam yang baru pertama kalinya mengikuti agak terkendala. Namun seiringan waktu yang berjalanan, hal tersebut dapat dijalankan dengan baik, tidak hanya dari kalangan santri saja, melainkan dari orang biasa yang mencari kebenaranpun sudah mulai tertarik untuk mengikuti pengajian kitab kuning dan bahkan sekarang ulama-ulama sepuh sudah mulai enjoy untuk tampil di depan kamera.

Bisa dikatakan ini adalah kabar gembira, dimana pengajian kitab kuning telah menyebar ke berbagai kalangan, seorang kyai telah menunjukan eksistensinya dalam kedalaman keilmuannya dalam menjawab berbagai persoalan zaman.

Beragam gaya penyampaian yang berbeda-beda oleh setiap Kyai atau guru, telah mampu menggairahkan netizen dalam pencarian kebenaran, yang sebelumnya diberbagai Televisi maupun media social kebanyakan hanya sekedar di isi oleh ustadz-ustadz yang mengandalkan tampilan dan kemasan bukan dari kedalaman keilmuannya.

Sebelum adanya virus corona di Indonesia, sebetulnya kita sudah bisa menyimak ceramah atau kajian dari seorang tokoh yang benar-benar mempunyai kedalaman keilmuan. K.H. Anwar Zahid dan Gus Baha’ misalnya. Kini kita juga harus bersyukur karna jumlahnya semakin bertambah dalam menghiasi ruang media online yang ada.

Memasuki bulan syawal, sekiranya pengurus pondok pesantren akan semakin bijak dalam memanfaatkan berbagai media online yang ada untuk digunakan dalam tradisi syawalan, seperti halnya : Reuni santri yang sudah menjadi alumni, silahturahmi virtual dengan pihak pengasuh dan lain sebagainya.

Tradisi pesantren tetap jalan, tapi dari rumah. Mudah-mudah pandemic ini segera berakhir dan santri dari seluruh nusantara bisa kembali beraktivitas seperti semula lagi. Amin

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *