Oleh
Sahda Adristi Ginting
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA
Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga merupakan pangkalan utama di mana kita belajar, tumbuh, dan membentuk hubungan yang mendalam. Salah satu aspek penting dari keharmonisan keluarga adalah keseimbangan emosional yang dapat memengaruhi interaksi, pengasuhan, serta kualitas hubungan di dalamnya. Keseimbangan emosional dalam keluarga menjadi kunci penting dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan harmonis bagi setiap anggota keluarga. Pendekatan psikologi modern yang dipadukan dengan landasan nilai-nilai Islam dapat menjadi landasan yang kuat dalam membangun keseimbangan emosional ini. Dalam islam pun keluarga adalah tempat untuk menjaga diri, yaitu menciptakan ketentraman dan keselamatan dari segala bentuk kejahatan yang ditimbulkan oleh orang lain, sehingga keluarga harus dijadikan tempat tinggal yang penuh dengan kebahagiaan agar seluruh anggota keluarga betah di rumah dan selalu merindui. Sesuai dengan firman Allah dalam surat An- Nahl ayat 80 :
وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْۢ بُيُوْتِكُمْ سَكَنًا وَّجَعَلَ لَكُمْ مِّنْ جُلُوْدِ الْاَنْعَامِ بُيُوْتًا تَسْتَخِفُّوْنَهَا يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ اِقَامَتِكُمْۙ وَمِنْ اَصْوَافِهَا وَاَوْبَارِهَا وَاَشْعَارِهَآ اَثَاثًا وَّمَتَاعًا اِلٰى حِيْنٍ
Artinya: Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).
Menurut James-Lange, emosi yang dirasakan adalah persepsi tentang perubahan tubuh. Salah satu dari teori paling awal dalam emosi dengan ringkas dinyatakan oleh Psikolog Amerika Wiliam James. James mengusulkan serangkaian kejadian dalam keadaan emosi yaitu kita menerima situasi yang akan menghasilkan emosi, kita bereaksi ke situasi tersebut dan kita memperhatikan reaksi kita. Persepsi kita terhadap reaksi itu adalah dasar untuk emosi yang kita alami. Sehingga pengalaman emosi atau emosi yang dirasakan terjadi setelah perubahan tubuh memunculkan pengalaman emosional.
Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain (Hasbullah, 2009 : 38). Dalam dinamika keluarga, anak-anak secara aktif menyerap perilaku, nilai, dan kebiasaan dari interaksi sehari-hari dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya. Dalam proses pembentukan kepribadian mereka, peran orang tua dan lingkungan keluarga sangatlah signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik dan lingkungan memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan perilaku anak-anak. Hasil penelitian Setyowati (2005) mengungkapkan bahwa pemahaman dan kesadaran keluarga mengenai pentingnya komunikasi keluarga dan pengaruhnya terhadap perkembangan emosi anak masih tergolong rendah. Pada kenyataannya, banyak keluarga yang lebih mengutamakan kemampuan kognitif anak daripada kemampuan emosionalnya, dan banyak keluarga tidak memiliki batasan serta komitmen yang jelas mengenai komunikasi keluarga dan perkembangan emosi anak, sehingga komunikasi keluarga sering hanya dipahami sebagai rutinitas, bukan sebagai sesuatu yang memiliki arti bagi perkembangan anak.
Keseimbangan Emosional dalam Keluarga
Keseimbangan emosional merupakan kunci utama dalam menciptakan hubungan yang sehat dan harmonis antara anggota keluarga. Ini melibatkan pemahaman, pengelolaan, dan ekspresi emosi secara sehat. Keseimbangan emosi menjadi faktor terpenting bagi efektifitas nalar untuk mampu bekerja secara baik. Keseimbangan emosi dapat diperoleh melalui cara pengendalian lingkungan dengan tujuan agar emosi yang tidak/kurang menyenangkan dapat cepat diimbangi dengan emosi yang menyenangkan; mengembangkan toleransi terhadap emosi yaitu kemampuan untuk menghambat pengaruh emosi yang tidak menyenangkan (marah, kecemasan, dan frustrasi) dan belajar menerima kegembiraan dan kasih sayang. Al Qur’an menilai bahwa menjaga keseimbangan emosi (al kadziminal ghaidh) adalah ciri dari ketakwaan. Demikian pula Rasulullah SAW memuji dan menyebut orang yang dapat menjaga emosi sebagai orang yang kuat, diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “bukanlah orang kuat itu adalah orang yang hebat bergulat, tapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan emosinya ketika ia marah” (HR Bukhari dan Muslim)
Pengelolaan Emosi
Pengelolaan emosi adalah serangkaian proses dimana emosi diatur sesuai dengan tujuan individu, baik dengan cara otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan melibatkan banyak komponen yang bekerja terus menerus. sepanjang waktu. Pengelolaan emosi melibatkan perubahan dalam dinamika emosi atau waktu munculnya, besarnya, lamanya, dan mengimbangi respon perilaku, pengalaman atau fisiologis. Pengelolaan emosi dapat mempengaruhi, memperkuat atau memelihara emosi, tergantung pada tujuan individu (Gross dan Thompson, 2007). penting untuk memahami bahwa pengelolaan emosi tidak hanya berfokus pada kontrol diri, tetapi juga pada penerimaan emosi dengan penuh kasih sayang. Ini mencakup pengetahuan tentang bagaimana kita merespons secara sehat terhadap emosi negatif, mengubah perspektif dalam menghadapi situasi yang menantang, serta mempraktikkan kesabaran dan ketenangan dalam menghadapi ketidakpastian. Dengan menerapkan strategi-strategi ini, seseorang dapat memperkuat kesehatan mentalnya, membangun hubungan yang lebih baik, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Pengendalian Emosi
Rasulullah SAW pernah berpesan sebagaimana diriwayatkan oleh al Bukhari, Malik dan at Tirmidzi, Abu Hurairah berkata: “ada seseorang yang berkata kepada Nabi, nasehatilah saya!Beliau berkata: „Janganlah kamu marah.‟ Orang itu berkata lagi beberapa kali dan Rasul tetap menjawab: „Janganlah kamu marah‟.” Secara teori, terdapat tiga model pengendalian emosi yang dilakukan oleh seseorang ketika menghadapi situasi emosi (Hube, 2006), yaitu :
- Pengalihan/Displacement : pengalihan merupakan suatu cara mengalihkan atau menyalurkan ketegangan emosi pada obyek lain. Diantara cara yang sering digunakan yakni katarsis (suatu istilah yang mengacu pada penyaluran emosi keluar dari keadaannya), rasionaliasi (merupakan proses pengalihan dari satu tujuan yang tak tercapai kedalam bentuk lain yang diciptakan dalam pikirannya) dan dzikrullah (merupakan salah satu cara pengalihan manakala manusia mengalami kesulitan atau permasalahan. Mengingat Allah ini dapat berupa kalimah thayyibah, wirid, doa maupun tilawah Quran)
- Penyesuaian Kognitif / Cognitive Adjustment : landasan teori penyesuaian kognitif adalah realitas bahwa kognisi seseorang sangat mempengaruhi sikap dan perilakunya. Ada 3 bentuk penyesuaian kognitif, yaitu atribusi kognitif, empati dan altruisme.
- Coping strategy : coping dimaknai sebagai tindakan seseorang dalam menanggulangi, menerima atau menguasai suatu kondisi yang tidak diharapkan (masalah). Dalam teori psikologi, terdapat dua strategi coping, yaitu emotional focus copingyang berarti fokus penanggulangan pada emosi yang dirasakan, dan problem focus copingyang secara singkat berarti fokus penanggulangan pada masalah yang dihadapi. Adapun dalam ajaran Islam terdapat 2 mekanisme dalam pengendalian emosi dan menanggulangi masalah, yakni mekanisme sabar dan syukur serta pemaafan.
Indikator Kestabilan Emosi
kestabilan emosi adalah keadaan seseorang yang stabil dan tidak berlebih- lebihan dalam mengungkapkan sesuatu dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Adapun indikator kestabilan emosi antara lain :
- bersikap tenang
- santai
- nyaman dengan lingkungan
Rasa aman merupakan kebutuhan psikologis manusia. Jika manusia menikmati rasa aman, aktifitas jiwanya memberikan dampak positif bagi kehidupannya.
Membangun keseimbangan emosional dalam keluarga memerlukan pemahaman yang mendalam tentang emosi. Kombinasi antara kontribusi psikologi modern dengan landasan nilai-nilai Islam dapat menjadi fondasi yang kuat dalam menciptakan keharmonisan dan kesejahteraan emosional dalam keluarga. Walaupun untuk mencapai kesejahteraan tersebut bukanlah sesuatu yang mudah melainkan banyak ujian dan cobaan yang harus dilewati. Tetapi sangatlah penting bagi pasangan suami istri dalam mengelola keluarga untuk menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah untuk memahami konsep-konsep atau prinsip-pronsip kesehatan mental hygiene ini, yang berfungsi untuk mengembangkan mental yang sehat atau mencegah terjadinya mental yang sakit pada anggota keluarga. Dengan demikian dalam rangka membangun keluarga yang sejahtera dalam mengembangkan kualitas keluarga dapat timbul rasa aman tentram dan harapan masa depan yang baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin maka suami istri harus memiliki mental yang sehat sehingga dapat melaksanakan peranan atau fungsi sesuai dengan kedudukannya. Karena pastinya kita tidak ingin memiliki keluarga yang tidak harmonis dan melihat orang tua atau antara suami dan istri yang tidak akur dan juga orang tua dan anak yang kurang berkomunikasi dan perhatian, hal seperti ini mengakibatkan ketidaknyamanan dalam rumah.
No responses yet