- Menggali Sejarah Singkat Pondok Pesantren Tambakberas, Jombang
“Jadilah ikan yang hidup! Ikan, selagi ia hidup, masih mempunyai ruh atau nyawa, walaupun hidup seratus tahun di lautan yang mengandung garam, ikan itu akan tetap terasa tawar dagingnya, ia tidak akan pernah menjadi asin. Sebab, karena ia mempunyai ruh, karena ia hidup dengan seluruh jiwanya. Sebaliknya, jika ikan itu sudah mati, sudah tidak ada ruh di dalam dirinya, tiga menit saja ikan itu ditaruh di dalam panci yang bergaram, ikan itu akan menjadi asin rasanya”
(KH. Wahab Hasbullah)
Tambakberas merupakan sebuah dusun yang terletak tak jauh dari pusat Kota Jombang. Tambakberas lebih dikenal sebagai salah satu pesantren besar dan berpengaruh di Nusantara. Tambakberas terkenal sebagai kawah candradimuka ulama pejuang Ahlussunnah wal Jama’ah di bumi pertiwi.
Tentang asal usul kata Tambakberas, tak lepas dari sosok KH Hasbullah Sa’id, ayahanda KH. Wahab Hasbullah yang dikenal sebagai Pahlawan Nasional, Pendiri Nahdlatul Ulama. KH. Hasbullah adalah putra Kyai Sa’id menantu dari Kyai Abdus Salam (Mbah Soichah) seorang panglima dalam Perang Diponegoro (1825-1830) yang mendirikan Pesantren Tambakberas pada tahun 1825 M. Nasabnya bersambung sampai pada Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) yang merupakan cicit dari Prabu Brawijaya V dan menantu Sultan Trenggono bin Raden Patah (Raja Pertama Kerajaan Demak Bintoro sekaligus menantu Sunan Ampel).
Disebutkan dalam “Tambakberas Menilisik Sejarah Memetik Uswah” Mbah Hasbullah dikenal sebagai kyai kaya raya, berjiwa saudagar dan sangat dermawan. Konon saat itu, tanah sawah dan pekarangannya terbentang mulai desa Sidomulyo, Megaluh, Tembelang, dan hampir seluruh desa Tambakrejo. hingga Denanyar. Seluruhya berda di tiga kecamatan. Setiap musim panen tiba, sawahnya menghasilkan berton-ton beras dan ditimbun di gudang pondok untuk keperluan makan keluarga, tamu-tamu, santri, dan masyarakat sekitar. Begitu melimpahnya beras milikii Mbah Hasbullah yang disediakan untuk keperluan masyarakat hingga konon tempat tersebut nampak seperti lautan beras.
Tak heran masyarakat menyebutnya sebagai tambakberas untuk menunjukkan beras yang seperti tambak (kolam ikan yang besar). Lama kelamaan, tempat di sekitar kediaman Mbah hasbullah dikenal dengan nama Dusun Tambakberas. Tambakberas pada masa Ronggolawe hanya terkait dengan nama sungai, namun akhirnya menjadi nama perkampungan. Nama ini bahkan melampaui kepopuleran Desa Tambakrejo. Apalagi saat diidentikkan dengan nama pondok pesantren yang diasuh KH. Hasbullah. Salah satu karya monumental yang dibangun pada zaman kepengasuhan Mbah Hasbulloh adalah Masjid Jamik Bahrul Ulum Tambakberas yang dibangun sekitar tahun 1903 M.
Mbah Hasbullah meski dikenal sebagai orang mapan dari sisi ekonomi akan tetapi kekayaannya tidak menghalangi beliau menjalani dunia sufi. Beliau dikenal sebagai pribadi sabar dan kuat dalam hal tirakat. Dalam sebuah riwayat diantara saudara-saudaranya juga mengakui jika Mbah Hasbullah termasuk “dedel” (tidak begitu pandai), Namun meski demikian saudara juga mengakui bahwa beliau adalah sosok yang paling kuat dan sabar dana menjalani amalan dan tirakatan.
KH. Hasbullah menikah dengan Nyai Latifah binti Kyai Abdul Wahab (Tawangsari). Dari penikahannya tersebut beliau dikaruniai 8 putra putri. yakni KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Abdul Hamid Hasbullah (Hafidz Qur’an Santri KH. Munawwir Krapyak), Nyai Hj. Khodijah Bisri (Istri KH Bisyri Syansuri, Pendiri Pondok Pesantren Denanyar), KH. Abdur Rohim Hasbullah, Nyai Fatimah (Istri KH. Hasyim Idris), Nyai Hj. Sholihah (istri KH. Muhaimin Lasem, Rembang), Nyai Zuhriyah, dan Nyai Amiaturrohiyah.
Gus Imron Rosyadi Malik menuturkan saat Nyai Latifah (istri) Mbah Hasbullah hamil, sang istri mempunyai satu permintaan kepada sang suami. Permintaan tersebut adalah agar Mbah Hasbullah mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak seratus kali. Jadi bila dibuat rata-rata dalam setiap 2 sampai 3 hari, beliau mengkhatamkan Al-Qur’an. Akhirnya bisa diketahui bersama, bagaimana keturunan beliau menjadi pribadi yang hebat dan bermanfaat bagi umat dan bangsa dalam bidangnya masing-masing.
وراء كل رجل عظيم امرأة عظيمة
“Di belakang setiap pria hebat terdapat wanita yang hebat pula”. Begitulah pepatah arab yang menggambarkan pada dibalik sosok pria yang agung pasti adalah kekasih yang selalu mendampinginya. Hal ini juga berlaku pada sosok Mbah Hasbulloh dan istri tercintanya Nyai Latifah.
Nyai Latifah adalah seroang istri kyai besar, beliau tidak tinggal diam berpangku tangan melihat perjuangan suaminya. Beliau turut membantu suaminya ngopeni pesantren dengan mengajar dan mendidikan langsung para santri putri. Swelain berperan aktif meakukan taklim dan tarbiyah, Nyai Latifah juga istiqomah menempuh riyadhah atau tiarakat sebagai upaya batin menjemput nasib baik bagi keturunnya kelak. Dianatara riyadhahnya dalah mengkhatamkan Al-Qur’an sebagaimana yang dilakukan oleh suaminya, Mbah Kyai Hasbullah.
Sedimikian kuat beliau riyadhah, sampai sewaktu mengandung Mbah Wahab, beliau bermimpi meminum air laut. Banyak penafsiran atas mimpi Nyai Latifah tersebut. Seperti Minum air laut butuh kekuatan karena rasanya yang asin dan beliau mampu meminumnya. Terbukti nantinya bayi yang dikemudian hadirnya diberi nama Wahab Hasbullah adalah pribadi kuat dan tegar dalam menghadapi realitas sosial dan politik yang terjadi. Penfasiran lain, adalah dengan meminum air laut adalah pertanda bahwa pondok Tambakberas akan mempunyai nama yang terkait dengan laut, yakni Bahrul Ulum (lautan ilmu) yang diresmikan oleh putra sulungnya tersebut pada tahun 1965 sebagai nama pesantren yang saat ini telah berusia hampir dua abad ini (tepatnya 194 tahun).
Saat ini Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas telah dipenuhi para pegiat ilmu dari berbagai pelosok tanah air. Beribu-ribu santri telah menjadikan Tambakberas menjadi kawah candradimuka untuk menuntut ilmu, Telah banyak almuni Tambakberas yang telah berpendar dan berkhidmah untuk agama bangsa dan negara seperti Presiden Republik Indonesia Keempat Almaghfurlahu KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Semoga kita terciprat berkah dari para masyayaikh Tambakberas agar dapat mendarmabaktikan ilmu untuk kemaslahatan hidup beragama, berbangsa, dan bernegara
- Disarikan dari Buku Tambakberas Menilsik Serjarah Memetik Uswah dan Silaturrahmi dengan KH. Ainur Rofiq Al Amin, Pengasuh Ribath al-Hadi Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang
No responses yet