Tanpa terasa tahun telah berganti, tanpa disadari usia terus bertambah mengurangi jatah hidup di dunia. Perputaran waktu berjalan begitu cepat, apalagi dengan glamornya kehidupan yang mengantarkan manusia melupakan esensi dari waktu sebagai anugerahkan Allah SWT. Esensinya, bagaimana meraup keuntungan besar dari perjalanan waktu itu sendiri, baik keuntungan di dunia terlebih lagi keuntungan bagi kehidupan akhirat kelak. Tentu menjadi patut dan penting untuk mengevaluasi perbekalan yang sudah terkumpulkan, perbekalan yang akan membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan di mahkamah rabbul jalil.

Berbicara waktu sama artinya membahas totalitas kehidupan, umur, amal dan nasib di hari perhitungan (kiamat). Keberhasilan dan kesuksesan seseorang di dunia salah satu faktornya adalah pemamfaatan waktu yang benar-benar efisien. Saidina Ali bin Abi Thalib mengibaratkan “al waqtu ka al-Saif”, Benjamin Franklin mengambarkannya dengan “time is money”. Tentu masih banyak pesan orang bijak mengenai pentingya menjaga waktu. Semua pesan menjadi pengingat penting dalam menjalani kehidupan di dunia fana ini, terutama dalam upaya memamfaatkan siang dan malam sebagai anugerah Allah kepada ummat Manusia.

Buku “Waktu adalah Surga (Motivasi Cara Orang Saleh Memamfaatkan Waktu Untuk Kebahagiaan Dunia Akhirat)” karangan Sa’ied Al-Makhtum mengungkap nasehat orang-orang saleh agar kita pandai memamfaatkan waktu dan berbuah surge, sebab waktu adalah kehidupan, jika menyia-nyiakan kehidupan tentu penderitaan yang akan diperoleh. Demikian pentingnya waktu, dalam Al-Qur’an Allah sebutkan dalam beberapa surat, semuanya itu didahului dengan huruf qasam (sumpah), seperti pada ayat wal lail (demi malam), wadh-dhuha (demi waktu dhuha), wal fajri (demi waktu fajar), dan wal ‘ashr (demi masa).

Berujung Penyesalan  

Pepatah Aceh mengingatkan “meulah sithoen ureung meugoe, meulah si uroe ureung meurusa” (menyesal setahun para petani, menyesal sehari mereka para pemburu rusa). Hadih maja ini mengingatkan bahwa jangan pernah bermain dengan waktu, menghabiskan waktu sia-sia sama artinya menuai penyesalan yang berkepanjangan, meskipun kadang penyesalan itu hanya mampu ditangisi dan kebanyakan manusia tidak mau mengakui. Rasulullah berpesan dalam sebuah hadist “Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dalam keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang” (HR. Bukhari), artinya banyak manusia yang tertipu dan lalai dengan kesehatan dan waktu luang yang mereka miliki, sedikit yang mampu memamfaatkannya dengan baik.

Banyak ayat ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang penyesalan-penyesalan bagi siapa saja yang mengabaikan waktu, salah satunya terdapat dalam akhir surat An-Naba’ “Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah”, dalam surat Al Mukmin ayat 99 – 100 Allah menyatakan “Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata “Ya Tuhanku kembalikan aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. “sekali kali tidak”. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan dihadapan mereka ada dinding sampai mereka dibangkitkan”.

Ayat Al-Qur’an di atas menjelaskan tentang akibat yang dirasakan dari menyiakan waktu di dunia, waktu tidak benar-benar dimamfaatkan untuk beramal saleh. Penyesalan itu hanya dapat disesali saja, tetapi keinginan untuk memperbaikinya kembali hanyalah mimpi yang tak pernah bertepi. Memang penyesalan akan selalu datang terlambat, ketika penyesalan datang yang ada hanyalah tangisan dan ratapan.

Untuk itu, selama hayat masih di kandung badan, selama waktu masih luang, selama badan masih kuat, mamfaatkan ia dengan semaksimal mungkin, habiskan waktu dengan hal-hal yang bermamfaat. Ibnu Qayyim Al-Jauzi pernah berpesan “Menyia-nyiakan waktu itu lebih parah daripada kematian, karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri Akhirat. Sedangkan kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan penghuninya”.

Fenomena yang terjadi dalam masyarakat kita bahwa ada pejabat yang dihormati hanya ketika ia menjabat, orang kaya hanya disegani ketika ia masih bergelimang kekayaanya, orang kuat hanya ditakuti ketika ia masih memiliki kekuatannya. Mengapa ini terjadi, jawabannya adalah mereka menyia-nyiakan waktu. Pejabat tidak memamfaatkan waktu untuk kepentingan rakyat saat ia masih menjabat, orang kaya tidak pernah dermawan saat ia bergelimang harta benda, orang kuat tidak pernah tampil menjadi pembela yang lemah saat kekuatan masih disandangnya.

Modal kesuksesan

Sejarah telah membuktikan bahwa mereka yang berhasil memamfaatkan waktu akan meninggalkan “buah tangan” yang selalu dikenang manusia. Rasulullah dalam waktu 23 tahun bisa membangun peradaban Islam yang tetap ada sampai sekarang, Rasulullah ikut 80 peperangan dalam tempo waktu kurang dari 10 tahun, santun dan penyanyang fakir miskin, menyayangi istri dan kerabat, luar biasanya lagi beliau seorang pemimpin umat yang bisa membagi waktu untuk umat dan keluarga secara seimbang.

Sejarah telah mencatat bahwa Abu Hurairah Masuk Islam pada usia 60 tahun, ketika meninggal di tahun 57 H, beliau meriwayatkan 5374 Hadits.  Anas bin Malik adalah pelayan Rasulullah SAW sejak usia 10 tahun, dan bersama rasul 20 tahun, meriwayatkan 2286 Hadits. Abu Hasan bin Abi Jaradah (548 H) sepanjang hidupnya menulis kitab-kitab penting sebanyak tiga lemari. Syekh Ali At-Thantawi membaca 100-200 halaman setiap hari. Kalkulasinya, berarti dengan umurnya yang 70 tahun, beliau sudah membaca 5.040.000 halaman buku. Artikel yang telah dimuat di media massa sebanyak tiga belas ribu halaman, serta yang hilang lebih banyak dari itu.

Ibnu Jarir Ath-Thabari, menulis tafsir Al-Qur’an sebanyak 3.000 lembar, menulis kitab sejarah 3.000 lembar. Jika dihitung setiap harinya beliau menulis sebanyak 40 lembar selama 40 tahun. Total karya Ibnu Jarir 358.000 lembar. Ibnu Aqil menulis kitab yang paling spektakuler yaitu Al-Funun, kitab ini memuat beragam ilmu jumlahnya mencapai 800 jilid.

Imam syafi’i membagi waktu malam untuk tiga hal, sepertiga untuk belajar mengajar dan menulis ilmu, sepertiga untuk beribadah dan sepertiga untuk istirahat. Imam Syafi’i telah menulis sejumlah kitab yang sangat fenomenal dalam sejarah Islam, kitab tersebut masih dikaji oleh para ulama di berbagai belahan dunia sampai hari ini, yaitu kitab ar-Risalah dan al-Umm.

Iman An-Nawawi setiap harinya belajar 12 mata pelajaran, serta memberikan komentar dan catatan tentang pelajarannya tersebut. Umur beliau singkat, wafat pada usia 45 tahun, tetapi karya beliau sangat banyak dan masih dijadikan sumber rujukan oleh umat muslim sampai sekarang ini. Saya yakin, masih banyak kisah kisah orang orang sukses lainnya, salah satu faktornya adalah upaya mereka yang benar-benar tekun dalam memamfaatkan waktu yang dimiliki, waktu tidak pernah terlewatkan dengan sia-sia belaka.

Ibnu Mas’ud pernah memberikan pesan penting untuk memamfaatkan waktu agar berbuah kesuksesan dalam hidup, baik di dunia lebih lebih kehidupan akhirat. “Tidak ada yang lebih aku sesali kecuali bila matahari telah terbenam maka berkuranglah masa ajalku, namun tidak bertambah sedikit pun amalanku”

Semoga kita menjadi hamba yang selalu Allah anugerahkan keberuntungan dengan memamfaatkan waktu sebaik-baiknya, semoga kebaikan kita akan tetap diingat orang, serta berbuah surga. Allahumma Amin.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *