Banyaknya kekerasan yang sengaja dilakukan oleh sebagian kecil kalangan agamawan telah nampak begitu meresahkan dan merugikan; baik dari segi materi maupun imateri. Kekerasan yang hadir sebagai respon atas suatu perkara yang dinilai tidak sesuai norma suatu kelompok hingga dianggap melanggar kewenangan atas suatu paham dalam cara pandangnya. Bisa juga diartikan sebagai wujud penolakan atas suatu perbedaan; baik dari segi keyakinan hingga visi politik kelompok. Tentunya, hal ini sangat bertolak belakang jika dihadapkan dengan eksistensi agama sebagai jalan atau metode yang difungsikan oleh manusia sebagai pelaku yang ditugaskan menjadi hamba; tunduk pada aturan-aturan yang telah ditetapkan. Salah satu aturan dan contoh yang sering didengar ialah membumikan agama sebagai bentuk kasih sayang antar sesama melalui pemahaman teks dan konteks terhadap Tuhan. Sehingga, konstruksi atas agama hingga kini ialah alat penyelamat; menuju kebahagiaan yang abadi.

Secara tidak langsung, berbagai kekerasan hadir sebagai wujud penolakan atas perbedaan sudut pandang tentang suatu hal hingga perbedaan budaya merupakan manifestasi atas kegagalpahaman dalam reproduksi teologi. Sebab, hal demikian memperlihatkan sekaligus menjadi jawaban dan bukti, bagaimana pemahaman teologi individu dalam memahami hak Tuhan dan hak makhluk. Tidak berhenti disitu, para pengkajipun tentunya tidak tinggal diam jika terjadi polemik demikian, dengan tujuan melakukan dekonstruksi paradigma yang menggempal dalam ruang kemutlakan suatu paham. Tentu, tidak lepas dari genealogi reproduksi epistemologis individu sebagai hamba dan makhluk sosil yakni subjek. Artinya, tindakan yang teraplikasikan tidak dapat dihindarkan dari konsep-konsep penetapan; dari wujud manifestasi pengetahuan dan pemahaman, yang merupakan output dari reproduksi epistemologis hingga menjadi dasar terjadinya suatu kekerasan.

Segala problem kemanusiaan dan berbagai perkara yang melingkupinya; dari keuangan hingga kasih sayang, adalah gambaran dari konstruksi epistemologis ketuhanan yang dipahami individu sebagai subjek. Bagaimana tidak, jika konstruksi teologis yang dibangun tidak melenceng atau kokoh, kemungkinan minim akan menghasilkan output yang tidak mengecewakan pihak manapun, apalagi merugikan. Sebab, landasan yang dipakai ialah teologi kritis; segala hal dipertimbangkan dan ditimbang dalam filter teologi; dari perpolitikan hingga problem gender. Alhasil, sebelum semua teraplikasikan sedemikian rupa, telah disaring dengan konsep penetapan yang ‘ada’ dan diyakini oleh individu. Hal ini pun dapat dibutktikan secara nyata melalui tindakan-tindakan yang terwujud. Meskipun, tidak dibenarkan, jika lantas pelaku yang merugikan layak dikafirkan. Sebab, ruang keimanan dan ruang keislaman itu berbeda, adapun sinergistasnya sama yakni ihwal kepercayaan, karena kedua-duanya adalah jalan mencapai kebenaran; kembali kepada yang dipertuhankan.

Dalam Islam, perkara demikian terkaji jelas dalam ruang tauhid. Ruang tauhid merupakan penjelmaan diksi dari eksistensi dan esensi dua kalimat syahadat; dari tauhid uluhiyah, nubuwah dan berita-berita yang disampaikan sang utusan. Lebih detailnya terjabarkan dalam rukun iman; dari iman kepada Allah hingga iman kepada hari akhir. Tentu lingkupya sangat luas sekali, apalagi akal hanya terbatas pada suatu hal yang terbatas. Oleh karenanya, akal tidak sampai pada kemutlakan benar tentang dzatNya, melainkan sebatas sebagai alat untuk mendekatiNya dan menolak berbagai hal yang tidak layak atau tertolak jika disandingkan kepadaNya; dari ihwal kebutuhan hingga menyerupakan seperti makhluk.

Untuk itu, fungsi akal sangatlah penting dalam menetapkan siapa Tuhan dan bagaimana menyaksikanNya, siapa Muhammad Saw dan bagaimana menyaksikannya dan meyakini berita-berta yang dibawanya. Tidak cukup hanya sebatas doktrin ‘katanya’ tanpa penalaran kritis. Tentu, harus berdasar pada ayat-ayat muhkamat yang tersedia dan jelas dalam kitab al-Qur’an; sebagai modal pedoman yang wajib dijadikan acuan penetapan. Sehingga, berimbas pada konstruksi teologi yang logis dan kritis memiliki pondasi kuat.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *