Setelah era Syekh Abdurrauf al Singkili dan Syekh Nuruddin al Raniri yang merupakan Ulama dari Kesultanan Aceh. Estafet selanjutnya beralih ke Kesultanan Banjar Kalimantan. Di sana lahir seorang alim besar yang dikenal dengan karya Magnum oppusnya Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan ulasan untuk Kitab Shiratal Mustaqim dalam bidang fikih Islam. Beliau adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari dengan sebutan Datu Kalampaian karena ia berkubur di sana. Syekh Arsyad hidup sekitar tahun 1710-1812 M, wafat dalam usia lebih seratus tahun. Syekh Arsyad menghabiskan usia remajanya di Mekkah Madinah untuk menimba ilmu di pusat keilmuan Islam dunia ketika itu.
Puluhan tahun dihabiskannya untuk menimba ilmu telah mengantarkan seorang Syekh Arsyad menjadi alim besar di kawasan Asia Tenggara ini terbukti bahwa karyanya Kitab Sabilal Muhtadin yang ditulis dengan bahasa Melayu Arab Banjar mengutip banyak pandangan dari Kitab Tuhfah Ibnu Hajar, Nihayah al Ramli, Mughni al Syabaini dan Karya Syeikh al Islam Zakaria al Anshari, Kitab Sabilal merupakan rujukan fikih kaum muslimin di Asia Tenggara, selain ilmiyah, Kitab ini juga membahas fikih secara komprehensif. Selain karyanya Sabilal Muhtadin, ada yang menyebutkan bahwa Tuhfaturraghibin juga karya tulis Syekh Arsyad al Banjari, walaupun di sampul kitab tersebut tidak ditulis nama pengarangnya. Team belajar syekh Arsyad al Banjari yang juga menjadi alim besar adalah Syekh Abdussamad al Palimbani yang berasal dari Palembang Sumatra Selatan.
Syekh Abdussamad Palembang merupakan ulama yang sangat produktif dalam menulis. Beliau dikenal juga dengan Al Ghazali Melayu karena sadurannya terhadap kitab kitab yang di tulis oleh Imam Abu Hamid al Ghazali yang wafat tahun 505 H. Di antara karya besar Syekh Abdussamad al Palimbani yang merupakan saduran dari karya Imam al Ghazali adalah Siyarus Salikin dan Hidayatus Salikin. Kitab Siyaru Salikin merupakan terjemahan melayu modifikasi dari Kitab Mukhtashar Ihya Ulumuddin, sehingga pembahasan dalam kitab Siyarus semuanya mengacu ke Mukhtasar Ihya Imam al Ghazali.
Kitab Siyarus Salikin banyak dikaji di pengajian pengajian masyarakat di Aceh, karena Kitab Siyarus berisi kajian fikih dan tasauf dengan empat rubu’ yang masyhur: Rubu’ Ibadat, Muamalat, Muhlikat dan Munjiyat. Tujuan dari Kitab Siyarus untuk menyelamatkan manusia dari bala di dunia dan azab di akhirat. Kitab lainnya yang disadur dari karya Imam Ghazali ialah Kitab Hidayatussalikin yang merupakan saduran dari Kitab Bidayah al Hidayah karya al Ghazali. Walaupun kitab ini tidak setebal Siyarus Salikin dan Sabilal Muhtadin, Kitab ini merupakan panduan seorang yang sedang ‘salik’ menuju Allah subhanahu wata’ala.

karya ulama Nusantara
Selain Syekh Muhammad arsyad Al Banjari dan Syekh Abdussamad al Palimbani, ulama Produktif lainnya adalah Syekh Daud Fatani denga karya besar fikihnya Kitab Furu’ al Masail yang merupakan rujukan dalam bidang fikih bagi masyarakat Patani Thailand secara khusus dan muslim Melayu secara umum, bahkan kitab tersebut banyak beredar di Aceh. Karena bila Aceh disebut dengan Serambi Mekkah, maka Patani adalah ‘Cermin Mekkah’. Ada beberapa ulama lain yang juga masyhur pada era ini, misalnya: Syekh Nafis al Banjari dengan Kitab Durun Nafisnya dalam kajian tarikat, hakikat dan makrifat. Serta ulama ulama besar lainnya yang telah mengawal pemahaman keislaman secara utuh hingga sampai di abad selanjutnya.
No responses yet