Oleh : Siti Khoirotun Nisa (Mahasiswa Ipmafa)
Moderasi juga berarti toleran, adil dan mengakomodasi perbedaan yang masih bisa diterima oleh agama.
Milenial menjadi satu kelompok paling menjadi sorotan beberapa tahun belakangan. Jumlahnya yang mendominasi, membuat milenial menjadi generasi paling memberikan dampak signifikan bagi kelagsungan bangsa kedepan. Tanpa terkecuali, dalam kehidupan beragama di masyarakat. Milenial muslim misalnya, menjadi kelompok yang menarik dicermati dalam menerpong kehidupan beragama di Indonesia hari ini dan masa depan.
Menanamkan jiwa nasionalisme itu penting, karena nasionalisme itu diukur dengan tingkat moderasi beragama seseorang. Dalam Islam, moderasi merupakan padanan kata dari wasathiyah yang memiliki arti tengah atau pertengahan, dan lawan kata dari ghuluw yang berarti ekstremisme. Moderasi beragama harus digalakkan terutama di kalangan generasi milenial, dengan tujuan agar para generasi milenial ini juga dapat menerima perbedaan yang ada termasuk perbedaan pendapat di internal Islam sendiri. Sikap moderasi sendiri dapat dijadikan ukuran jiwa nasionalisme dalam diri kita.
Moderasi beragama menjadi sangat penting karena sebagai upaya untuk mengajarkan bahwa, agama itu bukan hanya untuk membentuk individu yang saleh secara pribadi, tetapi juga dapat menjadikan paham agamanya sebagai instrumen untuk menghargai umat agama lain.
Milenial adalah generasi yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka punya karakteristik tersendiri, terutama terkait kedekatannya pada teknologi digital. Oleh karena itu, pendekatan dakwah terhadap milenial juga harus dengan strategi-strategi khusus.
Kemajuan teknologi telah banyak mempengaruhi para milenial dalam beragama, milenial dapat dengan mudahnya mengakses konten konten agama melalui internet, lantas wajar bila saat ini milenial lebih memilih mendengarkan ceramah melalui ungggahan Youtube dibanding dating langsung ke lokasi pengajian. Selain praktis, konten ynag disediakan juga gratis, serta dengan melakukan kegiatan yang dimulai dari rumah, kita juga ikut menjalankan program pemerintah #dirumahsaja.
Ketaatan beragama menjadi hal penting. Di satu sisi, milenial muslim memiliki gairah belajar agama yang besar. Mereka bahkan menganggap identitas dan atribut keagamaan juga penting ditunjukkan, sebagaimana terlihat dari tren busana muslim, makanan halal, wisata halal, dan sebagainya.
Peran bagi para ulama juga dapat dimulai dengan membuat konten konten dakwah yang ringan, sesuai dengan problematika remaja. Para ulama dapat menciptakan suatu metode dakwah yang lebih mutakhir untuk meminimalisir problematika tersebut, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang akan merusak dirinya maupun orang lain. Namun tentunya harus tetap dikemas dengan apik. Jadi, untuk bisa menguatkan pandangan Islam moderat di kalangan milenial, dakwah harus benar-benar memerhatikan aspek-aspek seperti visual, strategi komunikasi, dan marketing tersebut. Pengemasan dakwah harus tampil secara actual, faktual, dan kontekstual.
Namun, generasi muda biasanya belum memiliki kemapanan psikis dan spiritual. Gairah beragama yang besar, psikis dan spiritual yang masih lemah, ditambah mudahnya akses ke konten keagamaan membuat milenial muslim rentan terpengaruh berbagai ideologi lain di dunia maya. Termasuk, ideologi radikalisme agama yang menjerumuskan mereka dalam pandangan kekerasan dalam beragama.
Maka, situs-situs dakwah Islam moderat mesti terus dibangun dan terus menyebarkan ajaran-ajaran agama secara ramah dan damai. Jangan sampai, dunia maya justru dikuasai situs-situs penyebar ideologi radikalisme agama.
Selain itu, penulis melihat penting juga untuk melahirkan pendakwah atau da’i muda. Kita tahu, yang lebih tahu dan mengerti anak muda biasanya adalah kalangan anak muda juga. Dengan banyaknya da’i muda yang menyebarkan Islam moderat, diharapkan makin banyak generasi milenial atau anak-anak muda yang tertarik dan terus mendalami keberagamaan yang moderat dan damai.
Seperti juga diungkapkan pengamat terorisme Ridlwan Habib, sulitnya situs NU dan Muhammadiyah mencuri perhatian kaum milenial disebabkan nihilnya tokoh muda. Selain itu, narasi dan kemasan yang disuguhkan di situs atau media sosial mereka (NU dan Muhammadiyah) kalah renyah. Ia bahkan menyarankan untuk memperbanyak konten-konten keagamaan dengan pendekatan yang disukai anak muda, seperti percintaan dan pencarian jati diri (bbc.com, 20/02/2019).
Kita berharap, dengan memaksimalkan dakwah moderasi Islam secara digital kepada kaum milenial, akan tumbuh banyak generasi muda yang memiliki semangat moderasi dalam beragama. Semangat beragama yang moderat atau Islam Washatiyah tersebut akan menjadi benteng yang melindungi generasi milenial dari berbagai ideologi atau paham-paham radikal yang beterbaran di dunia maya.
Berbekal pemahaman agama yang moderat, anak-anak muda milenial tersebut akan tumbuh menjadi individu-individu penebar Islam Rahmatan Lil alamin, yakni Islam yang membawa rahmat dan kebaikan bagi seluruh alam semesta. Beragama menjadi jalan menyebarkan kasih sayang, persaudaraan, dan kebersamaan, sehingga membawa kebaikan dan kemanfaatan bagi semesta. Wallahu a’lam.
No responses yet