Categories:

Oleh : Mila Marlina(Mahasiswi Ipmafa-Pati)

Moderasi beragama merupakan sikap dan cara pandang yang tidak berlebihan, tidak ekstrem (ekstrem kanan maupun ekstem kiri) dan tidak radikal (tatharruf). Siapapun dapat memberikan cara pandang masing-masing. Namun,  maraknya teknologi informasi yang semakin maju dan canggih mengakibatkan pengaruh gaya hidup dan pola pikir generasi milenial cenderung menirukan gaya hidup orang-orang barat yang sangat jauh berbeda dengan tradisi dan kehidupan yang ada di negara ini, yang mulai merusak perilaku generasi milenial.

Generasi milenial sendiri adalah istilah yang populer saat ini, diciptakan oleh pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe atau dikenal juga dengan istilah generasi y (generasi yang lahir antara tahun 1980-1990 atau awal tahun 2000). Ada juga istilah “generation me” dan “echo boomers.”

Bisa dikatakan generasi milenial tumbuh dan berkembang di era digital. Generasi yang akrab dengan teknologi informasi sehingga mereka memiliki jaringan yang sangat luas  dan bersentuhan dengan beragam kultur, cara berpikir dan bahkan beragam keyakinan. Tak heran jika banyak dari generasi milenial berpotensi besar terpapar paham radikalisme, ekstremisme yang  tersebar di internet.

Lantas, bagaimana nasib bangsa jika generasi milenial terkontaminasi paham-paham seperti itu? Melihat kondisi tersebut, penting revitalisasi semangat, menguatkan pandangan keagamaan moderat bagi milenial. Sebagai generasi yang memiliki powerful, milenial muslim di Indonesia harus memiliki semangat beragama yang moderat: pertengahan, santun, toleran, damai, dan membawa pada kebaikan dan persaudaraan. Bukan beragama yang penuh kebencian, kekerasan, dan membawa perpecahan.

Hal itu juga menjadi alarm tersendiri bagi organisasi keagamaan atau pemangku keagamaan agar bermedsos dengan sehat dan mempunyai kepedulian untuk memberikan kontribusi narasi keberagamaan yang moderat, damai dan toleran. Seperti gagasan Kementerian Agama mengenai moderasi beragama dan kerukunan umat beragama, secara teoritik memiliki empat indikator, yaitu komitmen kebangsaan, antikekerasan, akomodatif terhadap kebudayaan lokal, dan toleransi.

Adapun mengenai bagaimana tips menanamkan semangat moderasi beragama generasi milenial, generasi era digital saat ini adalah; mengikutsertakan generasi melenial dalam kegiatan positif yang konkret di masyarakat, seperti kegiatan keagamaan. Memaksimalkan fungsi keluarga sebagai kunci pembaharuan karakter yang positif. Melakukan dialog lintas milenial, baik di lingkungan rumah, sekolah, atau masyarakat. Dapat memfilter atau memilih dan memilah berita yang datang dari media sosial atau dunia nyata, dan mengkaji kebenarannya.

Selanjutnya adalah memanfaatkan media sosial dengan baik dan bijak. Menggunakan media sosial untuk hal-hal yang edukatif, positif. Seperti membuat konten-konten kreatif yang berhubungan dengan moderasi keagamaan, pengemasan dakwah digital yang menarik, dengan memerhatikan aspek estetika visual, menggunakan cara yang komunikatif dan strategi marketing. Mengembangkan situs-situs keagamaan yang rahmah dan damai. Jangan sampai situs-situs dunia maya dikuasai oleh penyebar paham radikalisme agama. Dalam hal ini organisasi sekelas NU dan Muhammadiyah diharapkan mampu menyediakan situs keagamaan yang lebih renyah dan mudah diterima kalangan muda atau generasi milenial.

Dengan menumbuhkan semangat moderasi beragama generasi milenial melalui digital akan menjadi formula ampuh dalam merespons dinamika zaman di tengah maraknya intoleransi, ektremisme dan fanatisme berlebihan yang bisa mencabik kerukunan umat beragama di Indonesia. Melalui pemahaman moderat (Islam Washatiyah) tersebut akan menjadi benteng yang melindungi generasi milenial dari berbagai ideologi atau paham-paham radikal yang betebaran di jagat maya.  Sehingga tercapailah visi islam yang rahmatalil’alamin.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *