Tidak seperti sekarang, kitab karya ulama Nusantara silam yang berbahasa Arab maupun Jawi biasanya memiliki judul yang unik, menarik dan berirama atau yang dikenal dengan nazam. Pembuatan judul dalam bentuk tersebut mempunyai maksud tertentu oleh penulisnya agar judul karyanya mudah dihapal seperti halnya sebuah matan yang memang dibuat untuk tujuan tersebut.

Namun, ada yang menarik menurut saya bahwa ada beberapa kata yang tidak asing dan sering dipakai dalam pembuatan judul sebuah buku atau kitab, seperti Al-Syumus al-Lami’ah (kilatan cahaya matahari), Al-Shawa’iq al-Muhriqah (sambaran petir yang membakar) dan lainnya yang biasanya digunakan untuk membantah sebuah kitab lain atau pendapat tertentu.

Adalah kata “zain” (hiasan) di antara kata dalam bahasa Arab yang sering digunakan sebagai judul kitab. Tiga judul kitab ulama Nusantara berikut ini adalah yang menggunakan kata “zain”

  • Nihayah al-Zain fi Irsyad al-Mubtadi’in (puncak hiasan dalam memberikan bimbingan bagi pemula) karya Syaikh Muhammad Nawawi Banten. Karya yang cukup terkenal terutama di kalangan pesantren ini adalah kitab berbahasa Arab yang membahas fikih dalam mazhab Syafi’i yang ada dalam koleksi dan diterbitkan oleh Al-Mathba’ah al-Wahbiyah di Mesir pada tahun 1297 H. Barangkali ini merupakan cetakan pertama kitab ini yang sampai di Nusantara. Kitab tersebut adalah milik peninggalan Syaikh Abbas al-Khalidi an-Naqsyabandi dan selanjutnya diwarisi kepada anak beliau Syaikh Muhammad Zain Batubara atau yang dikenal dengan Syaikh Matjen Tasak. Alhamdulillah kondisi kitab masih bagus dan dapat dibaca.
  • Isbat az-Zain li Shulh al-Jama’atain bi Jawaz Ta’addud al-Jum’atain fi ar-Radd ‘ala al-Kitab al-Musamma Taftih al-Muqlatain (menetapkan hiasan bagi mendamaikan dua jamaah, dengan membolehkan dua Jumat, sebagai bantahan atas kitab Taftih al-Muqlatain) karya Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau dalam bahasa Arab. Sebagaimana judulnya, kitab ini sengaja ditulis oleh mahaguru ulama Nusantara asal Minangkabau di Mekkah ini sebagai bantahan atas karya Sayyid Usman Betawi yang berjudul Taftih al-Muqlatain fi ar-Radd ‘ala Shulh al-Jumatain (membuka kedua bola mata dalam membantah kitab Shul al-Jumatain) perihal keabsahan shalat Jumat di mesjid baru (mesjid Lawang Kidul) di Palembang pada akhir abad 19 masehi yang memicu polemik yang cukup panjang dan menyita perhatian keduanya dan juga melibatkan ulama-ulama besar Mekkah. Sebagaimana diketahui bahwa Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau sendiri membolehkan sementara di sisi yang berlawanan adalah fatwa Sayyid Usman. Disebutkan menyita karena untuk ini Sayyid Usman menulis 10 judul kitab sementara Syaikh Ahmad Khatib 2 kitab.
  • Fawa’id az-Zain Ilm al-Aqa’id Usuluddin (beberapa manfaat perhiasan dalam ilmu akidah dan usuluddin) karya Syaikh Muhammad Zain Batubara yang ditulis dalam tulisan Jawi (Arab Melayu). Kitab ini merupakan syarahan (penjelasan) atas kitab Umm al-Barahin karya Imam Sanusi yang cukup terkenal tentang sifat 20. Di antara keistimewaannya karena banyak menukil karya ulama Nusantara masa sebelumnya seperti kitab Bidayah al-Hidayah karya Syaikh Muhammad Zain Aceh, Faridah al-Fara’id karya Syaikh Ahmad Fathani dan lainnya. Kitab ini diterbitkan di Mesir oleh Mathba’ah at-Taqaddum al-Ilmiyah. Sebagai tambahan, beliau menulis 3 kitab dalam bidang tauhid. Terkait dengan kata “zain” nama beliau sebenarnya adalah Nuruddin yang setelah melaksanakan ibadah haji yang pertama tahun 1320 H/ 1902 M berubah nama menjadi Muhammad Zain agar mendapat berkah dari nama-nama ulama Nusantara sebelumnya seperti Syaikh Muhammad Zain al-Asyi (Aceh).

Syaikh Muhammad Zain berguru kepada Syaikh Ahmad Khatib, gurunya berguru kepada Syaikh Nawawi Banten

Namun yang belum dijawab apa dan bagaimana misteri dibalik nama “zain” dalam kitab mereka? Ada yang tahu?

Dipublish jugad di https://tarbiyahislamiyah.id/misteri-penyebutan-kata-zain-dalam-kitab-ulama-nusantara/

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *