Categories:

Kontributor : Ahlul Ilmi (Mahasiswa UIN Jakarta)

Mungkin kalimat “Mutiara di Lembaran  Tua” pantas kita sematkan pada naskah-naskah kuno atau manuskrip, Karena di dalamnya terdapat banyak keindahan bak mutiara yang telah tertulis di lembaran-lembaran tua itu. Manuskrip itu sendiri adalah tulisan tangan orang terdahulu di lembaran kertas, daun palem, kulit pohon, perkamen, bambu dan lainnya, sebelum era mesin ketik atau mesin cetak. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki berbagai macam jenis manuskrip. Baik manuskrip keagamaan, budaya, kesenian, tembang, hingga surat-surat pemerintahan.

Pada masa kini, kita bisa mendapati manuskrip dengan berbagai macam cara. ada yang terjun kelapangan untuk melihat secara langsung manuskrip tersebut dan ada juga yang hanya mengaksesnya melalui gadget. Di era digitalisasi seperti sekarang ini, kita bisa dengan mudah mengakses banyak hal hanya dengan smartphone saja, bahkan kita bisa dengan mudah untuk mencari berbagai macam manuskrip atau membaca tulisan-tulisan tangan orang dulu yang sudah berusia puluhan bahkan ratusan tahun lamanya. Karena  sudah banyak berbagai macam situs penyedia manuskrip digital di Indonesia bahkan manca negara. Salah satunya adalah Kementrian Agama Republik Indonesia sebagai penyedia manuskrip digital Indonesia. Yang di dalamnya terdapat berbagai macam jenis dan bentuk manuskrip bisa kita dapati dengan mudah hanya dengan klik saja.

Salah satu manuskrip yang saya dapati berjudul Haditz dan Dalil Atas Kitab Bidajatoe Lhidajah, yang telah di digitalisasi oleh Kementrian Agama Republik Indonesia. Manuskrip ini berjumlah 56 halaman, yang menghimpun berbagai macam dalil dan  hadis dari kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Al-Ghazali. Tulisan pada kitab ini sebenarnya berbahsa Melayu akan tetapi penulisannya menggunakan aksara Arab Pegon. Penulis kitab ini hanya menghimpun dalil maupun hadis yang ada dalam kitab Bidayatul hidayah, Karena penulis tidak  mensyarah dalil ataupun hadis yang ia himpun. Selain itu saya juga mendapati manuskrip yang berjudul Oendang-oendang Atjheh en Nasihat. Manuskrip ini terdiri dari 36 halaman, berisi tentang undang-undang Aceh dan nasihat yang ditulis dengan bahasa melayu. Kedua manuskrip ini sudah berusia puluhan tahun bahkan hampir satu abad lamanya. Akan tetapi tulisan-tulisan di dalamnya tetap memberikan kesan yang menarik ketika membacanya. Diperlukan ketelitian ketika membaca manuskrip-manuskrip ini, karena selain untuk dapat membacanya dengan benar, kita juga bisa memahi subtansi dari tulisan tersebut. 

Seketika saya kembali mengingat salah satu mahfudzot yang pernah saya pelajari ketika mengenyam pendidikan di pesantren:

قال الأمام الشافعي رضي الله عنه : الْعِلْمُ صَيَّدٌ وَالْكِتاَبَةُ قَيْدُهُ قَيِّدْ صُيُدَكَ بِالحِبَالِ الوَاثِقَةِ. فَمِنَ الْحَمَقَةِ أَنْ تَصِيْدُ غَزَلَةَ وَتَتْرُكَهَا بَينَ الخَلَائِقِ طَالِقَةً

Imam Syafi’i ra berkata:Ilmu itu seperti hewan buruan sedangkan tulisan adalah tali ikatnya, maka ikatlah hewan gembalamu dengan tali yang kuat. Merupakan salah satu tindakan yang bodoh jika engkau memburu hewan, lantas meninggalkannya di alam bebas tanpa ikatan.

Pesan Imam Syafi’I bahwa ilmu itu layaknya hewan buruan, sedangkan menulis adalah tali ikatannya, ketika kita menginginkan hewan buruan kita tidak terlepas maka kita butuh tali untuk mengikatnya dengan kuat. karena merupakan suatu tindakan yang bodoh jika memburu hewan akan tetapi meninggalkannya dialam bebas tanpa ikatan, itu sama saja hanya membuang sia-sia apa yang telah dapatkan dengan susah payah. Terkadang memang apa yang kita simpan dalam ingatan suka tiba-tiba hilang, maka dengan cara menulisnya dapat membantu kita bisa mengingatnya kembali.

 Kebermanfaatan Menulis selain untuk diri kita sendiri, bisa bermanfaat bagi orang lain. Contohnya manuskrip-manuskrip yang sudah berumur puluhan bahkan ratusan tahun lamanya. Walaupun penulisnya sudah mati akan tetapi karyanya tetap hidup. Bahkan tulisan-tulisan itu bak mutiara yang memiliki keindahan karena masih mengedukasi bahkan menginspirasi pembacanya. Banyak sekali tulisan-tulisan yang sudah berusia puluhan bahkan ratusan tahun, akan tetapi masih dipelajari hingga kini. Ini sebagai bukti bahwa dengan cara menulis pun kita bisa memberikan manfaatan bahkan bisa memberikan dampak atau pengaruh yang positif terhadap orang lain. bukankah sebaik-baiknya manusia yang bermanfaat bagi orang lain? maka sudah seharusnya kita bisa memberikan manfaat bagi diri kita sendiri bahkan terhadap orang lain. karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *