Awalnya Pendaras, Lalu Jadilah Penderas

Para ilmuwan, cendikiawan, alim ulama, yang menulis buku-buku yang sampai pada kita. Sejatinya mereka semua sebenarnya membagikan sesuatu. Ada sebuah dorongan, agar orang lain juga mengetahui sesuatu yang kita ketahui.

Tentu kita bisa saja mengatakan para ulama berbagi karena menganggap hal itu ibadah. Tetapi bagaimana dengan yang bukan ulama? Bagaimana yang awam? Bagaimana orang yang berbagi bahkan untuk hal-hal remeh?

Orang yang berbagi, menjadi jalan untuk orang lain mendapatkan suatu ilmu. Jika kita menjadi jalan kepahaman bagi orang lain, dalam istilah para arifin berarti kita menjadi “kalam”. Perantara bagi ilmu mengalir.

Karena ada dorongan untuk mengalirkan kepahaman pada orang lain, maka mau tak mau manusia akan tergerak untuk menjadi jalan kepahaman bagi orang lainnya. Tanpa kita sadari, sebenarnya kita menunaikan tugas menjadi kalam.

“yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (qs al-‘alaq : 4-5)”

Karena ternyata memang dia hendak mengajar manusia.

Dia ingin dikenali. Itu sebab dia menciptakan makhluk. Dan kepada manusialah dia memerintahkan agar kita “membaca” kehidupan ini. Setelah kita membaca kehidupan ini, maka akan ada dorongan yang begitu besar pada diri kita agar orang lain juga mengetahui apa yang kita ketahui. Ada hasrat berbagi.

Disiplinkan diri, agar mudah disiplin dalam hidup

Disiplin diri sangat dibutuhkan dalam rutinitas harian agar dapat menekuni semua tujuan hidup dengan sempurna; disiplin diri akan menjadi kekuatan yang membangun kualitas hidup sesuai harapan; disiplin diri dapat membentuk kebiasaan hidup positif untuk membuat diri menjadi seperti yang diinginkan; disiplin diri dapat mengembangkan kegigihan dan motivasi diri untuk mencapai tujuan hidup dengan sempurna.

Bila kamu hebat dalam disiplin diri, maka kamu pasti dapat bangun setiap pagi sebelum matahari terbit, untuk memulai rutinitas hidup dan juga berolahraga; kamu pasti dapat mengelola beban kerja agar dapat bekerja dengan efektif; dan kamu pasti bisa mengabaikan gangguan untuk mencurahkan seluruh perhatian kepada tujuan hidupmu.

Disiplin diri akan membuat diri selalu konsisten dengan pola hidupnya, dapat mencapai semua harapan dan keinginan, baik di dalam kehidupan pribadi maupun dalam karir. Disiplin diri adalah jawaban untuk mendorong motivasi diri mewujudkan niat dan tujuan dengan sempurna.

Disiplin diri memiliki sifat untuk mengakumulasi semua langkah-langkah kecil, semua perjuangan-perjuangan kecil, dan semua kemenangan-kemenangan kecil ke dalam sebuah sukses besar kehidupan yang berkelanjutan.

Disiplin diri selalu memberi semangat untuk menunda kesenangan jangka pendek demi mengejar kesuksesan besar di masa depan. Disiplin diri memberikan kekuatan untuk bekerja keras mencapai tujuan yang ditetapkan, tanpa ragu ataupun menjadi malas untuk melakukannya. Disiplin diri adalah bahasa tindakan dalam keberanian untuk melakukan hal-hal yang ingin didapatkan. Disiplin diri adalah pola hidup untuk tidak menyerah, saat diri kehilangan motivasi atau kehabisan energi karena tekanan hidup.

Hidup kadang butuh revisi

“kenapa kita bekerja?”
Kita bisa menganggap bahwa sesuatu yang men-drive kita bekerja adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Which is fine. Sesuatu yang normal dan masuk akal.

Tapi sebenarnya, kita masih bisa menilik diri kita sendiri lagi lebih dalam. Misalnya lagi, kita sudah punya rumah, dan kita masih tetap bekerja keras, lembur. Apakah bekerja keras yang kita lakukan itu merupakan cerminan semangat juang dan produktivitas yang baik? Atau mungkin kita sudah salah arah? Coba kita tengok

Setiap orang bisa berbeda dalam hal apa yang mendasari mengapa mereka melakukan sesuatu. Tetapi, kalau saya meneliti diri saya sendiri, saya menyimpulkan dengan sederhana bahwa hal yang mendasari kita melakukan sesuatu itu bisa jadi karena:basic needs (keinginan dasar seperti kebutuhan primer kita), atau hal yang lebih abstrak semisal keinginan untuk diakui dan menjadi berada, atau hal yang lebih abstrak lagi yaitu keinginan untuk menjadi berguna bagi allah.

Para guru, yang demikian trampil dalam menelisik kedalam diri mereka, bahkan mungkin menemukan dibalik sesuatu, ternyata masih ada lagi sesuatu yang mendasarinya. Penglihatan batin mereka amat tajam.

Mungkin inilah realita dari yang dimaksud dengan hadist nabi, semuanya berawal dari niat. Karena niat-lah yang menentukan apakah seseorang itu berguna / dinilai baik keseluruhan perihidupnya, atau tidak.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *