Kita harus siap selalu bila dibutuhkan untuk berbagi ilmu. Sebab barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, maka d uuuia terlaknat oleh ALLAH, Rasul, manusia dan ilmunya itu sendiri.

Sebab ilmu yang diajarkan itu akan menjadi amal jariyah, sedekah terbaik, mencerahkan kehidupan dan menyelamatkan manusia dari kesulitan atau kebodohan.

Agar baik dan benar ibadah kita maka harus belajar ilmu fiqh. Secara bahasa fiqh itu faham. Sedangkan secara istilah adalah mengetahui hukum-hukum Syara’ (wajib, Sunnah, makruh, haram dan mubah) yang dihasilkan dengan cara berijtihad (mengerahkan segenap kemampuan berpikir untuk menggali dalil dengan syarat-syarat tertentu yang ketat dan berat).

Karena fiqh itu hasil ijtihad, maka wajar terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebab yang namanya ijtihad itu belum pasti benar 100 %. Masing-masing Mujtahid (ulama yang berijtihad) itu ada kemungkinan salahnya 25 % dan kemungkinan benarnya 75 %. Karena itulah tidak ada Mujtahid yang mengklaim paling benar daripada yang lain. Mereka satu sama lain saling menghargai perbedaan pendapat di antara mereka. Begitu pulalah sikap kita sebaiknya dalam menyikapi perbedaan pendapat ulama terhadap suatu kasus. Jangan memonopoli kebenaran, merasa paling benar dan yang lain salah. Prinsipnya, apa yang kita anggap benar, ada kemungkinan salah. Dan orang lain yang kita anggap salah, ada kemungkinan benar juga.

Fiqh atau syariat itu ada 4 macam, yaitu :

  1. fiqh ibadah yang berkaitan dengan pelaksanaan sholat, puasa, zakat, haji, i’tikaf. wakaf.
  2. fiqh munakahat yang berkaitan dengan nikah, cerai, rujuk, hadhonah (pengurusan anak), waris, hibah dan hal lain yang terkait.
  3. fiqh muamalah yang berkaitan dengan transaksi bisnis sesuai syariah seperti soal jual beli, riba, pinjam meminjam, koperasi, usaha patungan, gadai, obligasi, bursa efek, bank, deposito, asuransi, arbitrase dan semacamnya.
  4. fiqh jinayah yang berkaitan dengan pidana Islam seperti hukuman qishosh (balas kematian atau penganiayaan), potong tangan bagi pencurian, rajam arau jilid/cambuk bagi pezina, hukum jilid bagi pemabuk, hukum mati bagi teroris, begal, dan orang yang murtad, serta jenis pelanggaran pidana lainnya.

Dalam bingkai negara kesepakatan NKRI, hampir keempat dimensi syariat (fiqh) itu sudah diurus, difasilitasi, didukung dan dilindungi oleh pemerintah. Jutaan Mesjid, musholla, pesantren, madrasah telah dibantu dan didirikan oleh pemerintah. waktu sholat, penentuan awal puasa dan lebaran, pengumpulan dan pendistribusian zakat pelaksanaan ibadah haji, semua diatur oleh pemerintah.

Segala bentuk undang-undang baik zakat, haji, pernikahan, perwakafan, perbankan syariah, asuransi dan aturan mainnya telah disahkan, pengadilannya didirikan dari level kabupaten, provinsi hingga pusat. Kantor KUA untuk melayani pernikahan, perwakafan, penyuluhan keagamaan, juga didirikan di tiap Kecamatan. Lalu pemakaian jilbab,  penyelenggaraan dzikir berjamaah, tabligh akbar, hari santri, mauludan, Rajaban dan sebagainya semua dilindungi dan diberi kebebasan oleh pemerintah.

Begitu juga yang merencanakan pembunuhan, teroris dan pengedar narkoba dihukum mati, yang mencuri dipenjara (kiasan dari potong tangan), semua juga sudah dijalankan oleh pemerintah kita. Setidaknya 80 % syariat sudah ditegakkan oleh pemerintah. Jadi apabila ada golongan pengusung ideologi khilafah menuduh bahwa pemerintah kita ini thoghut, kafir, belum menegakkan syariat itu adalah tuduhan ngawur, sekaligus menandakan mereka sendiri bodoh, tidak mengerti syari’at itu apa dan bagaimana. Tahunya syariat itu cuma potong tangan, rajam, cambuk dan qishosh saja. Padahal syariat itu luas, sebagaimana telah dijelaskan tadi.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *