Oleh: Ananda Fitria Ramadhanti

            Ceritaku ini berawal dari niat yang amat membuatku ingin untuk ikut serta sejenis program Kuliah Kerja Nyata ditengah era pandemi 2021, program ini berbeda dengan program KKN yang biasanya diadakan di Universitas, karena program yang aku ikuti ini diselenggarakan oleh Kemendikbud dimana tempat sasaran dalam program ini adalah sekolah-sekolah 3T, berawal dari niatku ini aku bisa bertemu dengan teman-teman baru yang belum ku kenali sebelumnya, kami memang satu Almamater akan tetapi berbeda fakultas, aku berada di prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (FKIP), dan anggota timku yang lain berasal dari FEB, FISIP, dan FKIP yang tentu saja jelas berbeda prodi denganku. Satu tim dalam program ini berisi 6 Anggota, antara lain yaitu Jisa, Urfi, Dila, Sani, Rona dan aku sendiri adalah Fira. Ya bersyukurnya kami memang perempuan semua hahaha, jadi tentu saja tidak ada drama cinlok pada program ini.

Perkenalan kami ini berawal dari pembagian tempat pengabdian yang dikirim oleh kemendikbud melalui Email, sejak saat itulah kami saling mencari satu sama lain melalui grup telegram, hingga pada akhirnya kami bisa bertemu kontak akses untuk berkabar dan sejak saat itu kami memutuskan untuk membuat grup “Pengabdian SD SANNJARA”. Kami semua sempat sedikit kaget karena tim kami ternyata ditempatkan lumayan cukup jauh dari tempat tinggal, dimana membutuhkan waktu tempuh selama kurang lebih 3 jam. Satu hari setelah pengumuman penempatan, teman kami yang bernama Jisa memtuskan untuk survey bersama sang Ayah ke sebuah Desa Sannjara, karena kebetulan ia juga ada kepentingan yang sejalur dengan tempat pengabdian tersebut. Setelah survey selesai Jisa memberikan kabar digrup mengenai situasi dan kondisi Desa Sannjara, ia mengatakan bahwa Desa tersebut adalah desa yang cukup pelosok, terpencil dan kawasan yang cukup dingin, masih sangat jarang adanya lampu penerang, jarang ada toko ataupun warung kecil, bahkan provider internet apapun tidak bisa diakses, jalanan yang cukup rusak, berkelok dan menanjak, melewati hutan-hutan sontak membuat kami semua rasanya ingin mengundurkan diri. Menurut survey tersebut untuk mencari toko ataupun warung, kami harus turun kurang lebih satu jam, mendengar kabar tersebut semangat kami sedikit pudar tapi bukan berarti kami harus mengundurkan diri dan lari dari sebuah tanggungjawab.

Pada malam harinya kami berdiskusi untuk membahas bagaimana kedepannya, karena tidak mungkin kami semua melaju selama enam bulan dengan jarak yang cukup jauh, paling tidak kami harus memiliki kontrakan untuk tempat tinggal sementara waktu selama mengabdi. Kebetulan pada saat survey Jisa sudah meminta kontak RT setempat yang bernama Pak Eman, untuk membantu kami dalam pencarian kontrakan. Sejak saat itulah Pak Emanlah yang berjasa dalam pencarian tempat untuk kami, kontrakan kami tak jauh dari SD Sannjara dengan begitu tentu saja mempermudah kami dalam bertugas di sekolah. Kami memutuskan untuk berangkat ke kontrakan bersama pada hari Minggu, dan pada saat itulah adalah awal pertemuan kami semua dimulai. Mereka semua tampak baik dan ramah, mereka berangkat bersama dengan keluarganya masing-masing begitu juga denganku, hari pertama dikontrakan kami memutuskan untuk membersihkan ruangan dan menata barang-barang, karena tentu saja selama enam bulan kedepan kami akan menjadi sebuah keluarga, kontrakan yang kami tempati kebetulan adalah kontrakan yang sudah kosong cukup lama, karena penghuni rumah tersebut pindah bertugas ke Kalimantan, sehingga beliau memutuskan rumahnya untuk dikontrakan saja, karena memang rumah kosong yang kurang terawat, sudah tentu kami semua membersihkan dengan extra tenaga. Detik demi detik waktu demi waktu kami lewati rasanya terasa sangat lama, entah mengapa..apakah karena tidak ada internet, entah rasanya aneh sekali satu hari tanpa Hp. Tetapi dengan begitu ada sisi positifnya juga, kami tidak sibuk dengan urusan sendiri, kami mementingkan untuk berkumpul bersama, berbagi cerita suka-duka, menonton film dan berbagai hal seru kami lakukan bersama pada awal kami mengontrak, semua berjalan dengan sangat menyenangkan. Awal-awal berada di Desa Sannjara pernah kami sesekali berusaha turun ke tengah hutan demi mencari sinyal dengan jarak tempuh yang cukup lumayan. Sekitar satu minggu kami berada di Desa Sannjara tanpa internet,tiba-tiba kami mendapatkan informasi dari tetangga sebelah, mengenai “voucer wifi” dimana di Desa ini menerapkan sistem pembayaran Rp 2000,00/jam apabila ingin menyambung internet, hal tersebut tentu saja merupakan sebuah kabar gembira bagi kami semua. Tapi perlu kalian ketahui bahwa kami semua tidak melulu menyambung wifi, kami hanya menyambung apabila ada keperluan penting saja.

Minggu pertama di Desa Sannjara adalah minggu yang amat menyenangkan, kami mulai mengenal satu sama lain, kami mulai beradaptasi dengan lingkungan baru dan berbagai pengalaman lain yang kami rasakan. Akan tetapi tentu saja ada hal-hal yang kurang menyenangkan pada awal minggu kedua, memang ada istilah Tak kenal maka tak sayang , tapi perkenalan ini cukup beda dengan biasanya, karena ini bukan sesuatu yang normal bagi kami, yah..ini tentang kontrakan kami yang sudah kosong cukup lama, dan tentu saja pembahasan ini tak jauh dari yang namanya hal-hal HOROR, aku adalah anak yang paling penakut diantara kelima temanku yang lain, dan tentu saja menurutku aku adalah beban, karena kemanapun aku pergi, aku harus ditemani, sekalipun itu mandi maupun ke toilet sekedar buang air kecil, ya aku memang sepenakut itu, rasa takutku adalah hal yang nyata dan fakta dan sudah tentu ada sebab dibalik rasa takutku itu, dikontrakan aku memang sering sekali merasakan hal-hal aneh dan menurutku itu bukan suatu hal yang bisa dinalar, mulai dari pintu yang suka diketok-ketok, suara-suara tangisan, ketawa dan suara aneh lainnya, bahkan pernah pada saat itu pigura bergoyang sendiri, sendok, garpu yang dilempar, panci yang tiba-tiba jatuh, dan masih banyak kejadian horor lainnya. Dan satu kejadian horor yang tidak bisa dilupakan yaitu pada saat aku terbangun dimalam hari, dan aku melihat Urfi melamun diatas kasur dengan menggunakan mukena putih, ia duduk dibawah kaki Jisa, sontak aku bertanya padanya

“Urfi sedang apa kamu ini, malam-malam begini melamun, cepatlah tidur”

Tetapi urfi hanya memandangiku dengan tatapan kosong, bahkan ia tak menjawab pertanyaanku, dalam hati aku bergumam dan sedikit kesal padanya, bagaimana tidak? Dia amat mengagetkan, kenapa harus memakai mukena putih polos di malam hari, bahkan ia pun tak menggubris pertanyaanku. Karena aku kesal dan masih sangat mengantuk, akupun bergegas untuk melanjutkan tidur saja. Tak lupa keesokan harinya ku tanyakan padanya, apa maksud dia malam-malam buta memakai mukena putih dan melamun. Dia pun menjawab

            “Aku semalam tak terbangun sama sekali, akupun sangat nyenyak tertidur, lalu untuk masalah mukena? Sejak kapan aku mempunyai mukena putih polos? Mukenaku warna coklat fir”

Mendengar jawaban urfi, aku berfikir sejenak, di tim kami sama sekali tidak ada yang memiliki mukena putih polos, lalu itu siapa yang ku liat tadi malam ?, Apakah dia sesosok mahkluk halus yang berusaha menyerupai Urfi?. Dan bodohnya akupun tidak mengecek Urfi yang tertidur di pojok tembok, aku mulai tersadar kembali jika semalam memang Urfi mengapa dia harus pindah ke tengah dibawah kaki Jisa kan suatu hal yang kurang kerjaan. Dan perlu kalian ketahui bahwa kami memang tinggal berenam pada satu ruang tidur. Semenjak kejadian horor yang kami semua alami, jujur itu membuat kami tidak betah berada dikontrakan tersebut, hingga pada akhirnya kami memutuskan untuk pulang seminggu sekali pada hari Sabtu pagi.

            Waktu terus berlalu, namun rasanya kejadian-kejadian itu makin menjadi-jadi, Urfi dan Jisapun sering kali mendapatkan luka cakaran ditubuhnya, padahal ia merasa bahwa mereka tak tergores benda apapun, karena semakin kuatnya hal-hal diluar penalaran, kami semuapun sepakat untuk mengundang ustadz hingga 2x dari tempat kami tinggal ke Desa Sannjara, kami berharap agar rumah kontrakan yang kami tempati aman dari gangguan apapun, sejak rumah tersebut di doakan, Alahamdulillah gangguan-gangguan agak sedikit berkurang, beliaupun mengatakan bahwa rumah kontrakan yang kami tempati memang sangat banyak penghuninya, tapi beliau tidak mampu untuk mengusirnya, mengapa? Karena merekalah yang lebih dulu tinggal dirumah tersebut, sehingga dengan bagaimanapun, kamilah yang harus berdamai dan beradaptasi. Meskipun sedikit berkurang gangguannya, tetapi masih ada beberapa yang masih mau menampakan diri, tetapi bagiku dan teman yang lain sudah sedikit terbiasa, meskipun aku memang masih sangat takut. Waktu itu adzan maghrib akan segera berkumandang, tetapi Jisa pada saat itu malah mencari sinyal seorang diri di bukit belakang rumah, ya sudah pasti jelas ia melihat sesuatu yang tinggi besar dan berambut gimbal, untung saja dia adalah anak yang pemberani. Coba saja aku yang melihatnya pasti sudah lari terpontang-panting.

            Minggu-minggu berikutnya hingga sampai bulan pertengahan kami selalu rutin mengaji bersama setelah sholat maghrib dan isya, bahkan terkadang anak-anak Desa Sannjarapun ikut berkunjung ke kontrakan kami untuk mengaji bersama, namun masih saja tak ada bedanya, kontrakan tersebut masih sering ramai, hingga pada akhirnya kami mulai bisa menerima, dan bisa cuek dengan hal-hal tersebut karena sudah terbiasa. Akhirnya kamipun bisa menikmati hari-hari di Desa Sannjara dengan tenang damai karena benteng dari dalam diri kita untuk tidak memikirkan hal-hal tersebut dan selalu berfikiran positif. Bulan-bulan pertengahan ini semuanya terlihat mulai berjalan dengan baik, mulai dari lingkungan dan bahkan tugas-tugas kami di SD Sannjara berjalan dengan lancar, kami bertugas membantu guru dalam proses pembelajaran terutama dalam bidang literasi dan numerasi, selain itu kami juga membantu tekhnologi, administrasi dan lain sebagainya, administrasi disini kami lebih memfokuskan untuk administrasi perpustakaan, dimana dalam hal ini kami mengelompokan buku-buku sesuai dengan jenis-jenisnya, kemudian kami beri kode dan label sekaligus kami susun ke dalam rak-rak hingga tersusun rapi.

            Disini aku akan menuangkan sedikit pengalamanku pada saat mengajar di SD N SANNJARA, perlu kalian ketahui bahwa SD ini terbilang cukup pelosok dan terpencil, hingga tentu saja karakter yang terbentuk pada peserta didiknya sudah tentu sangat berbeda dengan anak-anak kota pada umumnya, sekalipun untuk masalah akademikpun bisa dibilang sangat kurang dalam hal literasi dan numerasi, sehingga dalam mengikuti program ini membutuhkan extra tenaga dan extra kesabaran dalam menghadapi peserta didiknya, karena kurangnya perhatian sehingga mereka menjadi anak-anak yang kurang terdidik baik dari tutur kata maupun hal yang lainnya. Namun tentu saja hal seperti itu tidak mematahkan semangat kami dalam mewudukan generasi yang berkualitas. Dan dari kegiatan inilah pemikiranku menjadi sedikit lebih dewasa, aku sangat yakin bahwa dari kegiatan ini pola pikirku menjadi berubah ke sisi yang lebih baik, selain itu dalam kegiatan ini aku menjadi bisa untuk menuangkan dan mengembangkan segala potensi dan bakatku, ini merupakan kegiatan yang sangat sesuai karena kebetulan aku juga dari fakultas FKIP, dan tentu saja tak jauh-jauh aku pasti akan menjadi seorang Guru.

            Banyak pengalaman yang mungkin tidak bisa kami lupakan di Desa Sannjara, melihat senyum tulus anak-anak, melihat mereka yang bermain tanpa beban, rasanya hati sangat tenang ketika melihatnya, dan sudah tentu aku menjadi ingin kembali ke masa kecil, tapi itu sangat mustahil hehehe, akupun tidak bisa melupakan kenangan bersama anak-anak dan guru disana, saat kami liburan ke curug bersama, menyusuri hutan, susur sungai, liburan ke pantai, menaiki perahu, menyelam dan juga lomba kemerdekaan yang kami adakan dengan bermodalkan hadiah jajanan recehan, tetapi mereka sangat antusias memperebutkan kejuaraan, sungguh itu adalah momen manis yang tak bisa terlupakan. Waktu berjalan cukup cepat, dan masih ada banyak hal yang belum ku ceritakan, kadang ada tawa dan kadang juga duka, tak terlepas dari namanya tim tentu saja banyak pertikaian kecil didalamnya, keegoisan mulai terlihat meskipun tak begitu kontras dan belum terlihat jelas, itulah namanya manusia dalam hidup berkelompok, namanya juga dari berbagai fakultas dan berbagai jurusan sudah pasti ada saja yang namanya berbeda karakteristik, kadang saudara satu rahimpun masih suka cekcok dan beda pendapat, bahkan dengan ibu sendiri kadangpun seperti itu, apalagi ini dengan orang lain yang baru dikenal belum lama. Semua terasa campur-campur seperti es campur hahaa, ada yang mempunyai semangat yang tinggi, ada yang suka bercerita, ada yang hobbynya tidur, ada juga yang hobby izin, dan ada banyak perbedaan diantara kami, tetapi perlu diketahui bahwa kami memiliki visi misi dan tujuan yang sama, sehingga satu sama lain wajib menutupi kelemahan masing-masing.

            Di desa ini khususnya di SD Sannjara, banyak sekali hal-hal yang bisa dijadikan pengalaman untuk masa depan, dan tentu saja hal tersebut adalah pembelajaran yang amat berharga bagi kami semua. Bagian terakhir yang bisa ku ceritakan disini adalah tentang waktu yang tak menentu untuk ditunggu, ditunggu terasa lama, dibiarkan terasa cepat berlalu, sama halnya dengan waktu yang kian berjalan begitu cepatnya hingga pada akhirnya kami semua berada dipuncak perpisahan, perpisahan dengan semua guru-guru dan peserta didik SD Sannjara, dengan semua warga Desa Sannjara yang sudah seperti saudara, dan yang paling membuat hati berat saat harus berpisah dengan Tim yang sudah tinggal bersama selama 6 bulan dikontrakan tercinta yang penuh lika-liku. Acara perpisahan pecah dengan iringan suara tangisan anak-anak Sannjara, dan tanpa disadari tetesan air matapun ikut mengalir deras, semua merasakan pelukan hangat dari kami, tak lupa juga salam perpisahan kepada semuanya, tak lupa kami juga berfoto bersama untuk mengabadikan momen yang tak mungkin bisa terulang. Setelah acara perpisahan kami membereskan semua barang-barang yang akan di bawa pulang ke kampung halaman, pada hari Jum’at kami dijemput oleh keluarga masing-masing, dan pada saat itulah Kisah pengabdian Sannjarapun berakhir. Terimakasih.

BIODATA PENULIS

          Ananda Fitria Ramadhanti, lahir di Banyumas, 18 Desember 2001. Mahsiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Berdomisili di Tambaksari kidul 7/3, kecamatan kembaran, kabupaten Banyumas. Ia dapat dihubungi melalui ig : @ananda.afr. dan Surel : anandafitriaramadhanti101@gmail.com

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *