Kita semua tentu tak asing dengan kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun: sebuah kitab yang ditulis oleh maestro besar Abad VIII H, Abdurrahman Ibnu Khaldun. Kitab ini, seperti kita tahu, sebelum dikenal sebagai kitab “terpisah”, sejatinya adalah sebuah pengantar dari kitab sejarah Ibnu Khaldun yang berjudul lengkap al-Ibar fi Dîwân al-Mubtada wa al-Khabar fi Ayyâm al-Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar. Hal yang sama kita jumpai pada Muqaddimah Fath al-Bari, karangan Ibnu Hajar al-Asqalani, bertajuk Hady al-Sârî Muqaddimah Fath al-Bâri. Kitab ini belakangan juga dicetak terpisah dalam 500 halaman besar.

Pengantar kitab merupakan maklumat yang tak boleh diabaikan sebelum masuk ke konten. Pada pengantar kitab, kita akan tahu, motif penulis dalam menulis kitabnya, metode yang dipakai, gambaran ringkas pemetaan sebuah ilmu, atau perkara penting lain yang tak bisa diabaikan sebelum menelaah konten kitab terkait. Dan apakah ia menulis Syarh, Hâsyihah, atau Taqrîr. Bahkan pada Muqaddimah, kita bisa mengetahui informasi “remeh tapi penting” dari pengarang kitab yang tak ada di tempat lain. Sebut saja, nama putra, nama guru, tanggal dan tahun penulisan, ataupun nama kitab penulis yang lain. Informasi ini sangat penting diketahui terutama oleh para peneliti tokoh yang hidup di era akhir. 

Demikian pentingnya membaca Muqaddimah, sampai muncul adagium di kalangan ulama, ada empat muqaddimah yang harus dibaca oleh pemula (untuk pengenalan dan pemetaan ilmu) serta oleh muntahî/pengkaji level akhir (sebagai pengingat maklumat). Muqaddimah tersebut adalah Muqaddimah Ibnu Khaldun, Muqaddimah Tafsir al-Razi sampai surat al-Baqarah, Muqaddimah Nawawi terhadap Syarah Shahih Muslim dan al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. 

Tentu selain Muqaddimah yang tersebut di atas, masih ada beberapa lainnya yang tak kalah penting untuk dibaca, sebut saja pengantar Haji Khalifah dalam Kasyf al-Dzunûn, dimana dituliskan beberapa tema penting kaitannya dengan ilmu dan pembagiannya, atau Thabaqât al-Syafi’iyyah-nya Tajuddin al-Subki. Muqaddimah al-Subki bahkan ditulis sebanyak 400 halaman besar. Ada pula Muqaddimah al-Wâfî bi al-Wafâyât karangan al-Shafadi yang memberikan kerangka global permulaan sejarah serta pengantar penting yang harus diketahui sebelum masuk ke konten kitab. Dan lain sebagainya. 

Ada pepatah Arab mengatakan, fî al-Zawâyâ Khabâyâ. Terkadang dalam setiap sudut tertentu, ada harta terpendam. 

Juga disebutkan,

قد تجد في النهر ما لا تجده في البحر

“Terkadang kamu mendapati ikan di sungai (kecil), sementara ikan tersebut tak bisa kamu jumpai di laut (besar).”

Maka bagi penikmat kitab apa saja, jangan lewatkan membaca Muqaddimah!

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *