Categories:

oleh: Muhammad Danuarta Fathurrahman (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka)

Anak adalah anugerah yang menyejukkan mata dan ini adalah nikmat dari Allah SWT. Setiap orang tua pasti menginginkan anak yang sholeh, sholehah taat pada Allah swt dan orang tua. Dibalik keceriaan sang anak, sesungguhnya dia membutuhkan perhatian dan bimbingan orang tua. Begitu pula orang tua, segala yang terbaik ingin diberikan sebagai tanda cinta bagi sang buah hati, karena si buah hati bagai tak ternilai harganya.
Keluarga merupakan forum pendidikan yang pertama dan utama dalam sejarah hidup sang anak yang menjadi dasar penting dalam pembentukan karakter manusia itu sendiri. Untuk menciptakan karakter yang kuat dan jiwa baik pada anak didalam keluarga, diperlukan terciptanya suasana keluarga yang harmonis dan dinamis, hal tersebut dapat tercipta jika terbangun koordinasi dan komunikasi dua arah yang kuat antara orang tua dan anak. Keluarga tanpa kekerasan adalah salah satu solusi efektif untuk membuat seorang anak merasa nyaman, damai, tentram di rumah, namun yang terjadi belakangan ini para orang tua cenderung mendidik anak-anak mereka dengan emosi tinggi, kurang perhatian bahkan menelantarkan mereka. Banyak orang tua yang menghabiskan waktunya untuk berbagai urusan di luar rumah, rutinitas kantor, janji dengan relasi atau mitra bisnis, aktivitas organisasi dan lainnya seakan menjadi pembenar untuk mengabaikan keluarga, sehingga si anak merasa terabaikan. (Hyoscyamina, n.d.)
Ada orang tua yang hanya memanjakan anak dengan memberi materi tanpa memperhatikan pendidikan, khususnya akhlak dan kasih sayang, cenderung mengabaikan hal-hal penting tersebut. Akibatnya, anak akan tumbuh menjadi orang yang tidak baik. Karakter anak yang baik terbentuk dari pendidikan yang baik di dalam keluarga. Karakter anak bisa diarahkan dan dibantu dengan bimbingan dari keluarga, karena keluarga adalah guru pertama bagi anak. Karena itu, kita tidak bisa menyalahkan faktor keturunan atau lingkungan yang jelek sebagai penyebab buruknya karakter seseorang. Ada perbedaan yang sangat nyata antara karakter anak yang dibesarkan dalam keluarga sakinah dengan anak yang dibesarkan dengan kekerasan. Hal ini sangat mempengaruhi prestasi dan kesuksesan anak. Oleh karena itu, orang tua harus sadar akan hal ini dan tahu bagaimana mendidik anak dan membina keluarga sakinah yang akan mendukung keberhasilan anak.
Membangun keluarga sakinah bukan sesuatu yang mudah. Pekerjaan membangun, pertama harus didahului dengan adanya gambar yang merupakan konsep dari bangunan yang diinginkan. Demikian juga membangun keluarga sakinah, terlebih dahulu orang harus memiliki konsep tentang keluarga sakinah. Al-Qur’an membangunkan sebuah keluarga yang sakinah dan kuat untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang memelihara aturan-aturan Allah dalam kehidupan. Aturan yang ditawarkan oleh Islam menjamin terbinanya keluarga bahagia, lantaran nilai kebenaran yang dikandunginya, serta keselarasannya yang ada dalam fitrah manusia. Hal demikianlah yang mendasari kami menulis makalah ini. Pada makalah ini akan diuraikan tentang keluarga sakinah, dan konsep-konsep cara membangun keluarga sakinah berdasarkan Al-Qur’an. (Bimbimbingan et al., 1974)
Pembahasan
Keluarga sakinah
Keluarga sakinah adalah keluarga yang tenang, tentram, penuh kebahagiaan, dan sejahtera baik secara lahir atau batin, serta tidak gentar dalam menghadapi ujian kehidupan rumah tangga. Keluarga sakinah terbangun atas dasar cinta kasih dan kasih sayang serta rahmah dalam bimbingan Allah Swt. dan tuntunan Rasulullah Saw. Keluarga sakinah juga merupakan salah satu tujuan pernikahan dalam Islam, sebagaimana ditegaskan dalam surat Ar Rum ayat 21.
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Berdasarkan ayat tersebut, dapat diketahui bahwa istilah sakinah digunakan Al Quran untuk menggambarkan kenyamanan keluarga. Mengutip jurnal Karakteristik Keluarga Sakinah dalam Islam oleh Siti Chadijah (Chadijah, 2018), keluarga sakinah adalah keluarga yang berawal dari rasa cinta (mawaddah) yang dimiliki oleh suami dan istri, kemudian berkembang menjadi kasih sayang (rahmah) antara setiap anggota keluarga sehingga terciptanya ketenangan dan kedamaian hidup. Menurut Abdullah Gymnastiar, ada beberapa indikasi yang dapat menghantar-kan keluarga menjadi keluarga yang sakinah (bahagia). Pertama, dengan menjadikan keluarga yang ahli sujud, keluarga yang ahli taat, keluarga yang menghiasi dirinya dengan dzikrullâh, dan keluarga yang selalu rindu untuk mengutuhkan kemuliaan hidup di dunia, terutama mengutuhkan kemuliaan di hadapan Allah SWT kelak di surga. Jadikan berkumpulnya anggota keluarga di surga sebagai motivasi dalam meningkatkan amal ibadah.
Kedua, menjadikan rumah sebagai pusat ilmu. Pupuk iman adalah ilmu. Memiliki harta tetapi kurang ilmu akan menjadikan manusia diperbudaknya. Harta dinafkahkan akan habis, ilmu dinafkahkan akan melimpah. Pastikan agar setiap keluarga sungguh-sungguh untuk mencari ilmu. Baik ilmu tentang hidup di dunia maupun ilmu akhirat. Bekali anak-anak sedari kecil dengan ilmu dan jadilah orang tua yang senantiasa menjadi sumber ilmu bagi anak-anaknya.
Ketiga, jadikan rumah sebagai pusat nasihat. Setiap di antara angota kelurga harus tahu persis bahwa semakin hari semakin banyak yang harus dilakukan. Untuk itu setiap di antaa anggota kelurga harus sadar bahwa mereka butuh orang lain agar dapat melengkapi kekurangan guna memperbaiki kesalahan. Keluarga yang bahagia itu keluarga yang dengan sadar menjadikan kekayaanya saling menasehati, saling memperbaiki, serta saling mengkoreksi dalam kebenaran dan kesabaran. Setiap koreksian bahkan pujian yang diberikan oleh keluarga harus disyukuri. Hal ini karena mereka adalah bagian terdekat yang paling tahu apa yang dilakukan oleh anggota keluarga lainnya dalam kehidupan keseharian. Sehingga kritikan, koreksian, nasihat yang diberikan, dan bahkan pujian adalah lebih dekat pada keadaan diri yang sebenarnya.
Keempat, jadikan rumah sebagai pusat kemuliaan. Pastikan keluarga itu sebagai contoh bagi keluarga yang lain. Berbahagialah jika sebuah keluarga dijadikan contoh teladan bagi keluarga yang lain. Itu berarti, masing-masing anggota keluarga senantiasa menuai pahala dari orang yang berubah karena keluarga itu menjadi jalan kebaikan bagi yang lainnya. Saling berlomba-lombalah dalam memunculkan kemuliaan di keluarga. (Ii, n.d.)
Karakteristik Keluarga Sakinah
Mengutip jurnal Peran Majelis Taklim Al-Ummahat dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah di Kelurahan Tuah Karya Pekanbaru oleh Salman Usaid Al-Humaidi (2015) (Syarat & Memperoleh, 2015), karakteristik keluarga sakinah adalah sebagai berikut:
• Adanya ketenangan jiwa yang ditandai dengan ketakwaan kepada Allah SWT dan mencintai Rasulullah dengan mengamalkan nasihat-nasihatnya.
• Memiliki semangat untuk mempelajari, memahami, dan memperdalam ajaran Islam.
• Memiliki hubungan sosial keluarga yang harmonis, hubungan suami istri yang saling mencintai, menyayangi, terbuka, dan selalu bermusyawarah jika menghadapi masalah serta saling memaafkan.
• Hubungan orangtua dengan anak yang saling terbuka. Orangtua harus menunjukkan rasa cinta dan kasih sayangnya, memberikan perhatian, dan bersikap adil serta mampu membuat suasana terbuka sehingga anak merasa bebas mengutarakan perasaan dan permasalahannya. Sementara sang anak berkewajiban menghormati dan menunjukkan kasih sayangnya dengan selalu mendoakan orangtuanya.
• Dari segi ekonomi, baik suami maupun istri, memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok.
• Dari segi kesehatan, keadaan rumah dan lingkungan harus bersih serta sehat. Jika ada anggota keluarga yang sakit segera diberi pertolongan dengan menggunakan jasa pertolongan puskesmas atau dokter.
Karakter
Karakter merupakan sesuatu yang terdapat pada individu yang menjadi ciri khas kepribadian yang berbeda dengan orang lain berupa sikap, pikiran, dan tindakan. Karakter seseorang dengan orang lainpun tidak akan sama meskipun mereka dilahirkan sebagai orang yang sama atau kembar, situasi yang dialami oleh seseorang dengan orang lain akan selalu mempengaruhi kehidupan serta cara dalam pembentukan karakter jiwa serta wataknya.
Karakter juga menjadi ciri khas yang dimiliki individu yang berkaitan dengan kualitas (mental atau moral), akhlak (budi pekerti), jati diri seseorang untuk bekerja sama baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa maupun negara. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, sosial, emosional, dan etika). Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal terbaik.
Menurut (Wiyani, 2013), karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus, yang menjadi pendorong dan penggerak, serta membedakannya dengan individu lain.
Namun dalam mengembangkan karakter anak tentunya kita membutuhkan pola asuh yang baik dan benar. Terdapat pola pengasuhan orang tua terhadap anak yang berisi; Secara umum, ayah dan ibu memiliki peran yang sama dalam pengasuhan anak-anaknya. Namun, ada sedikit perbedaan dalam sentuhan dari apa yang ditampilkan oleh ayah dan ibu (Studi et al., 2017).
Peran Ibu, antara lain: Menumbuhkan perasaan sayang, cinta, melalui nkasih sayang dan kelembutan seorang ibu, Menumbuhkan kemampuan berbahasa dengan baik kepada anak, Mengajarkan anak perempuan berperilaku sesuai jenis kelaminnya dan baik. Peran Ayah, antara lain: Menumbuhkan rasa percaya diri dan berkompeten kepada anak, Memumbuhkan untuk anak agar mampu berprestasi, Mengajarkan anak untuk tanggung jawab. Sudah menjadi tugas orang tua untuk memberi anak pengalaman yang dibutuhkan anak agar kecerdasannya berkembang sempurna. Masing-masing orangtua tentu memiliki pola asuh yang berbeda. Oleh karena itu keterlibatan ibu dalam mengasuh dan membesarkan anak sejak masih bayi dapat membawa pengaruh positif maupun negatif bagi oerkembangan anak dimasa yang akan datang. Perbedaan cara mengasuh ayah dan ibu tidak menjadi menghalang dalam mengurusi anak, tetapi akan menjadikan saling melengkapi kekurangan masing-masing dan menjalankan perannya dengan baik dan efektif. Kemudian akan menjadikan anak mempunyai kepribadian yang baik dan keluarga akan menjadi harmonis dan sejahtera.
Menurut Harun Al Rasyid (dalam Asmani, 2009) pemberian pengasuhan pada anak usia dini akui sebagai periode yang sangat penting dalam membangun sumber daya manusia. Periode ini hanya datang sekali serta tidak dapat diulang lagi, sehingga stimulasi dini salah satunya adalah pola pengasuhan anak yang baik bersifat mutlak diperlakukan. Lalu, pola pengasuhan yang bagaimanakah yang diperlakukan? Tentu saja pengasuhan yang tidak sekedar mengejar target merawat, membimbing atau untuk mengejar keinginan masyarakat/orang tua, seperti kemampuan anak dalam membaca, menulis, dan berhitung secara maksimal; tetapi pendidikan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengasuhan bagi anak telah berkembang luas, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Berbagai macam program pengasuhan dengan berbagai pengembangannya anak ini dikembangkan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat.
Minat mengembangkan pengasuhan anak sebenarnya bersumber dari lima macam pemikiran; a) Meningkatkan tuntutan terhadap pengasuhan anak dari para ibu yang bekerja, yang berasal dari berbagai tingkatan sosial ekonomi; b) Adanya perhatian yang dikaitkan dengan produktivitas, persaingan yang bersifat internasional, permintaan tenaga kerja yang bersifat global, kesempatan kerja yang luas; c) Pandangan bahwa pengasuhan anak sebagai sesuatu kekuatan utama guna membantu para ibu untuk meningkatkan kualitasnya, baik sebagai ibu maupun sebagai sumber daya manusia pada umumnya, sehingga dapat bersaing dalam pasar tenaga kerja; d) Adanya hasrat untuk meningkatkan kualitas anak terutama bagi mereka yang orang tuanya kurang beruntung, antara lain yang kurang mampu memasukkan anak ketaman kanak-kanak; e) Program untuk anak usia dini mempunyai dampak positif yang panjang terhadap peningkatan kualitas perkembangan anak. Manusia lahir ke dunia dan tumbuh serta berkembang menjadi besar dan dewasa melalui perjalanan waktu, pengalaman pergaulan dengan sesama manusia, alam sekitar dan pendidikan tentunya.
Kemudian bekerja dan selanjutnya melakukan pernikahan yang melahirkan generasi baru yang baik, itulah siklus kehidupan manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Manusia tidak bisa terlepas dari itu semua karena manusia sudah mempunyai jalan dan garis sendiri- sendiri. (Rakhmawati, n.d.)

Penyebab Konflik Keluarga
Sangat sulit untuk merangkum penyebab-penyebab dari masalah keluarga, karena setiap keluarga mempunyai masalah sendiri-sendiri. Beberapa faktor dibawah ini adalah penyebab masalah keluarga yang sering timbul: Menurut Wirawan dalam (Hyoscyamina, n.d.)

  1. Kurangnya kemampuan berinteraksi antar pribadi dalam menanggulangi masalah. Dalam usahanya untuk menghadapi masa transisi dan krisis, banyak keluarga kesulitan menanggulangi masalah karena kurangnya pengetahuan, kemampuan dan fleksibilitas untuk berubah, hal ini disebabkan karena masing-masing mengalami kesulitas beradaptasi, yang menghalangi penyesuaian kembali dengan situasi yang baru. Jenis halangan-halangan tersebut dapat muncul dengan tipe yang berbeda-beda, yaitu: a. Halangan dalam komunikasi, timbul jika masing-masing anggota keluarga tidak tahu bagaimana mereka harus membagikan perasaan mereka dengan anggota keluarga lainnya atau bagaimana mengungkapkan perasaan mereka dengan jelas. Hal yang sulit bagi sebuah keluarga adalah jika masing-masing dari anggota keluarga tidak dapat berkomunikasi secara efektif. b. Halangan dalam hal keakraban/kedekatan merupakan ciri dari keluarga yang mempunyai hubungan yang tidak erat satu sama lain. Mereka jarang meluangkan waktu untuk bersama-sama, tidak saling percaya atau tidak menghormati anggota keluarga yang lain, jarang berbagi masalah, dan punya kesulitan dalam menangani krisis karena mereka tidak pernah belajar untuk bekerjasama dengan akrab. c. Halangan dalam hal aturan keluarga yang tidak tertulis, bahkan seringkali tidak dikatakan, namun biasanya merupakan hukum-hukum yang diterima tentang siapa tidak boleh melakukan apa. Hampir semua keluarga tidak mempunyai aturan yang baku sehingga hal ini seringkali membingungkan terutama bagi anak-anak. d. Halangan sehubungan dengan sejarah keluarga, terutama rahasia keluarga yang tidak boleh diungkapkan, misalnya kehamilan yang tidak sah, anak cacat, hutang dan lain sebagainya.
  2. Kurangnya Komitmen Terhadap Keluarga Menjadi sangat sulit untuk membangun kebersamaan keluarga dan menangani masalah jika satu atau lebih dari anggota keluarga tidak mempunyai keinginan atau waktu untuk terlibat dalam menyelesaikan masalah keluarga.
  3. Peran yang kurang jelas dan kaku dari anggota keluarga. Setiap keluarga menetapkan peran masing-masing anggotanya dan harus fleksibel jangan kaku.
  4. Kurangnya kestabilan menghadapi lingkungan. Masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga kerap kali berasal dari luar rumah, adanya campur tangan dari keluarga besar dan orang-orang lain yang dapat mengganggu kestabilan keluarga. 5. Tidak lancarnya komunikasi dalam keluarga sehingga permasalahan yang muncul tidak dapat dibicarakan dan dicari jalan keluar terbaik.
    Dosen Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB Ratna Megawangi PhD, mengungkapkan hasil studi menunjukkan bahwa keluarga yang bahagia, yaitu keluarga yang penuh kasih sayang dan hubungan antara orang tua dan anaknya baik, maka sedikit sekali (5%) anak yang mengalami masalah gangguan psikologis, sedangkan 95% masalah gangguan psikologis anak ditemukan pada keluarga yang tidak bahagia dan hubungan orang tua dan anaknya buruk (http://www.pikiranrakyat.co.id/hikmah /) Minggu,18 April 2004). Fagan juga mengatakan faktor sosial ekonomi juga berperan dalam keluarga, karena kemiskinan dan kesulitan hidup sering melingkupi kehidupan keluarga dimana kemiskinan juga berhubungan erat dengan tingkat stres yang tinggi dalam keluarga, perilaku kekerasan, dan akhirnya berpengaruh terhadap kualitas karakter anak. Keadaan stres dan tekanan akan berpengaruh negatif terhadap kualitas pengasuhan anak. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tindakan kekerasan yang dilakukan di dalam keluarga, baik kekerasan suami terhadap istrinya, kekerasan istri terhadap suaminya dan kekerasan orang tua terhadap anak-anaknya, setiap saat terjadi pertengkaran atau percekcokan diantara anggota keluarga, akan berakibat kehidupan dalam keluarga tidak ada kedamaian dan ketentraman (bercerai tidak, harmonis pun tidak). Suasana kekerasan yang demikian, akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan jiwa dan kepribadian anak.

Kesimpulan dan Saran
Dari pembahasan yang telah diuraikan peran keluarga dalam pengasuhan anak sangatlah penting karena dapat mempengaruhi dan membentuk kepribadian atau karakter anak. Keluarga merupakan faktor yang penting dalam pembentukan kepribadian anak. Anak dapat diibaratkan seperti selembar kertas putih kosong yang harus diisi, dalam hal ini peran orang tualah yang sangat dominan. Orang tua harus mendidik anak semenjak dini agar mereka dapat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Karakter anak tentu saja bergantung dari pola asuh orang tua terhadap anaknya. Maka dari itu orang tua harus bisa menentukan pola asuh seperti apa untuk anak.
Komunikasi dua arah yang efektif seperti saling bercerita dan saling mendengarkan. Ini sangat diperlukan untuk membentuk hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak. Orang tua harus berusaha mendengar dan memahami kemauan anak, dan orang tua harus mampu mengarahkan dan membimbing anak, karena perilaku, tindakan dan sikap anak berawal dari keluarga.
Pilihkan sekolah untuk anak tingkat TK dan SD di sekolah yang dasar agama Islamnya bagus sehingga dia akan terbiasa dengan ibadah, doa-doa dan akhlak mulia. Berikan perhatian dan kasih sayang, serta kejujuran dan saling pengertian dalam keluarga. Seni dan minat belajar harus ditanamkan pada anak sejak usia dini (pra sekolah) agar anak lebih peka, tidak egois dan tidak malas belajar.

Referensi
Al Qur’an al-Karim.
http://www.pikiranrakyat.co.id/hikmah /.
Asmani, J. M. (2009). Tips menjadi guru inspiratif, kreatif, dan inovatif. Yogyakarta: DIVA Pres.
Bimbimbingan, D., Penyuluhan, D., & Belakang, L. (1974). Membangun keluarga sakinah. 99–108.
Chadijah, S. (2018). 14(1), 113–129.
Hyoscyamina, D. E. (n.d.). Peran keluarga dalam membangun karakter anak.
Ii, B. A. B. (n.d.).30.
Izzaty, R. E. (2012). PERAN KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK. 1–7.
Rakhmawati, I. (n.d.). Peran Keluarga dalam Pengasuhan Anak. 6(1), 1–18.
Studi, P., Pendidik, B., Diploma, J., & Kesehatan, F. I. (2017). Perbedaan peran ayah dan ibu dalam pemberian pendidikan kesehatan reproduksi remaja di kelurahan ngampilan yogyakarta.
Syarat, S., & Memperoleh, U. (2015). SKRIPSI Diajukan.
Wiyani, N. A. (2013). Manajemen kelas: Teori dan aplikasi untuk menciptakan kelas yang kondusif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *