Categories:

Oleh: Irvan Yanuar Firmansyah (Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Seorang anak pertama dari tiga bersaudara lulusan dari MTs’N ingin melanjutkan sekolah di Pondok Pesantren. Akan tetapi, melihat kondisi keluarga nya yang tidak memungkinkan dari segi ekonominya. Maka anak itu, berinisiatif untuk tidak mementingkan ego nya sendiri. Dilihat dari sisi lain jika ia tetap mementingkan ego nya, belum lagi biaya di Pondok Pesantren dua kali lipat dari sekolah pada umumnya. Belum lagi biaya hidup sehari hari dan uang sangon untuk di Pondok Pesantren itu. Terlepas dari itu, anak itu pun mencari – cari informasi mengenai sekolah yang pendidikannya hampir mirip dengan Pondok Pesantren.

Anak itu pun mendapatkan informasi mengenai sekolah yang ia inginkan yang berada di Jakarta.

Kemudian, anak itu pun mencoba mendaftarkan diri nya ke salah satu Aliyah Negeri di Jakarta. Dan berusaha bersaing dengan ribuan orang yang mendaftarkan ke Aliyah tersebut. Setelah mengikut prosedur yang ada pada Aliyah tersebut, tepat dimana hari itu diumumkan siswa/i yang berhasil lolos ketahap selanjutnya dan berhasil menjadi siswa/i di Aliyah tersebut.

Namun sangat disayangkan, anak ini belum berhasil lolos di Aliyah itu. Anak itu pun memberitahukan kabar ini kepada kedua orang tuanya bahwa ia tidak berhasil mengikuti seleksi di Aliyah tersebut. Namun anak itu tetap kepada pendirian yang di awal itu bahwa ia ingin melanjutkan pendidikan yang hampir mirip dengan Pondok Pesantren.

Anak itu pun mencari informasi terkait sekolah yang ia inginkan di awal, anak itu pun berhasil mendapatkan informasi terkait sekolah yang ia inginkan di awal. Akan tetapi sekolah itu bukan Negeri melainkan Swasta. Lalu anak itu pun bilang kepada kedua orang tuanya mengenai hal ini.

Kedua orang tuanya awal mendengarnya agak bimbang karena terkait perekonomian yang dialami oleh kedua orang tuanya. Lalu selang beberapa waktu orang tuanya pun meng-iyakan omongan anaknya, karena orang tuanya menginginkan pendidikan anaknya lebih tinggi daripadanya. Kemudian orang tuanya meminta untuk diantarkan ke sekolah yang diinginkan anaknya.

Kedua orang tuanya datang menghampiri sekolah itu. Hal yang pertama ditanyakan oleh kedua orang tuanya yaitu fasilitas yang ada di sekolah dan tak lupa juga kedua orang tuanya menanyakan biaya yang ditawarkan di Aliyah Swasta itu. Lalu pihak sekolah pun menjelaskan secara detail mengenai sekolah dan menjelaskan terkait pembayaran awal. Kedua orang tuanya setuju dengan biaya yang ditawarkan oleh sekolah itu. Kemudian orang tuanya mendaftarkan anaknya ke sekolah Aliyah Swasta itu, seperti pada umumnya sekolah negeri yaitu di tes. Akan tetapi, karena sekolah ini berbau Agama maka anak ini diuji membaca Al-Qur’an, Pemahaman Agama, dan Tajwid. Setelah berhasil mengikuti semua prosedur pendaftaran di sekolah itu. Anak itu pun diberikan jadwal awal pembelajaran di sekolahnya.

Lalu anak itu pun mengikuti proses MPLM di sekolah itu, setelah semuanya kelar selama kurang lebih 4 hari dan kedua orang tuanya berpesan kepada anaknya bahwa ” Jangan menyia-nyiakan perjuangan kedua orang tuanya “. Lalu anak itu pun menjawab pesan dari kedua orang tuanya ” Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan kepadanya “.

Setelah mengikuti semua kegiatan MPLM di Aliyah Swasta itu. Seperti halnya ia berada di MTs’N tiap pagi ia rutin melakukan kegiatan sholat dhuha di sekolahnya dan membaca Al-Qur’an selepas sholat dhuha.

Akan tetapi terjadi perubahan yang signifikan yang ia rasakan selama kurang lebih 6 bulan lamanya ia mengikuti pelajaran di sekolah itu mulai dari akhlak, tutur bahasa dan terdapat pengajaran yang menjadi nilai Plus terhadap sekolah nya. Disekolah ini mengutamakan akhlak, tutur bahasa, dan menaati peraturan yang ada disekolah itu. Dan yang terpenting adalah akhlak seperti pada umumnya di Pondok Pesantren lainnya yang ia inginkan. Dan ia menemukan sosok guru yang menjadi panutan ia sampai lulus sekolahnya.

Guru itupun, mengajar mata pelajaran Ushul Fiqh di sekolahnya yang bernama Ustadz Syauqi. Beliau menjadi sosok pribadi yang dicintai oleh anak itu dan juga dari segi ilmu yang beliau miliki, akhlak, gaya bahasanya, dan juga pemikiran yang ia sampaikan kepadanya. Bukan hanya kualitas gurunya yang bagus di Aliyah tersebut, akan tetapi dari segi fasilitas yang di berikan oleh Aliyah tersebut juga bagus.

Anak itu pun tidak mau menyia-nyiakan perjuangan kedua orang tuanya yang ingin menyekolahkan anaknya dengan pendidikan yang bagus, dia pun berusaha meringankan beban kedua orang tuanya dengan cara berjualan. Walau sedikit hasilnya setidaknya ia bisa sedikit meringankan beban kedua orang tuanya.

Anak itu selain mandiri dalam kehidupannya ia juga aktif mengikuti organisasi yang disediakan oleh sekolahnya. Mulai dari Rohis, Tahfiz Al-Qur’an, Taekwondo dll. Ia mengikuti kegiatan organisasi tersebut dengan baik sampai kelas XI.

Anak itu pun teringat sebuah hadits yang berbunyi :

الدنيا ملعونةُ ملعونُ ما فيها الا ذكر الله تعال ، وما والاه ، وعالمََا ، او متعلمََا

Yang artinya dunia itu terlaknat dan maka terlaknat orang yang didunia kecuali orang yang berdzikir kepada Allah Ta’ala , membawa manfaat , orang alim , atau orang yang belajar. Anak itu pun tidak mau menjadi seorang yang terlaknat didunia dan tidak berguna bagi kedua orang tuanya.

Anak itu pun memiliki sebuah prinsip Pelajar yaitu sebuah masa yang harus digunakan untuk meningkatkan bakat dan minat seseorang untuk mengembangkannya agar berguna dimasa yang akan datang serta berguna bagi diri sendiri dan masyarakat sekitar.

Nabi Muhammad Saw menjajikan surga bagi siapa saja yang menuntut ilmu dan ini termasuk untuk pelajar juga sebagaimana sabda-Nya :

من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا الى الجنة

Yang artinya Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka akan Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.

Kemudian memasuki kelas XII sekolahnya mengadakan organisasi baru yaitu Tahfiz Hadits, anak itu pun tertarik untuk mengikuti organisasi tersebut.

Lalu anak itu mendaftarkan dirinya untuk mengikuti Tahfiz Hadits, tujuannya agar ia dapat menghafalkan hadits-hadits yang berasal dari Nabi Muhammad Saw dan juga untuk membahagiakan kedua orang tuanya nanti agar ia tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh kedua orang tuanya.

Di Aliyah tersebut terkhusus siswa/i yang mengikuti Tahfiz Hadits tersebut. Dan setiap siswa/i diberikan sebuah buku yang berisi hadits-hadits dan terdapat dua tipe kemudian memilih. Yang Pertama, menghafalkan hadits dengan sanad dan matan sebanyak 100 Hadits. Yang Kedua, menghafalkan hadits dengan matan saja sebanyak 500 Hadits. Anak tersebut pun memilih yang menghafalkan hadits dengan sanad dan matan sebanyak 100 Hadits.

Di organisasi Tahfiz Hadits tersebut bukan hanya menghafal saja akan tetapi diberikan sebuah tips dan cara membaca hadits yang benar dan baik dari segi makhorijul hurufnya dan sifat hurufnya. Guru pengajar yang mengajarkan Tahfiz Hadits yang bernama Prof. Dr. Ahmad Fudhoili M.A beliau juga mengajarkan cara mengetahui turunnya hadits atau yang dikenal dengan Asbabul Wurud.

Seiiring berjalannya waktu, sekolahnya terpilih untuk mengikuti lomba Musabaqah Hadits di Pontianak dan menyeleksi anggota yang mengikuti Tahfiz Hadits diambil 4 orang anggota untuk mengikuti perlombaan Musabaqah Hadits di Pontianak. Namun mengingat ia sudah memasuki kelas XII sangat disayangkan yang diseleksi untuk perlombaan Musabaqah Hadits di Pontianak yaitu kelas X dan XI saja.

Lalu hal tersebut bukan menjadi penghalang semangat ia untuk menuntut ilmu, ia pun mengulang-ulang kembali Hadits yang sudah ia hafal tujuannya agar tidak lupa dan selalu menyebut nama Nabi Muhammad Saw. Sampai pada akhirnya ia lulus dari Aliyah itu.

Lalu pada akhirnya ia mencoba mendaftarkan dirinya untuk mengikuti seleksi di Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta. Ia mengikuti dua jalur supaya bisa lolos seleksi dan dilakukan secara online. Dan Qodarullah semua jalur yang ia ikutin berhasil lolos. Yang pertama jalur tes ujian dan ia dapat di Luar Jakarta. Yang kedua jalur nilai rapot selama di Aliyah dan ia dapat di Jakarta, karena tidak memungkinkan ia ambil yang di daerah maka ia putuskan untuk ambil di Jakarta. Karena memudahkan nya dalam menuntut ilmu dan kebetulan ia juga tinggal di Jakarta.

Dan anak itu pun tidak akan menyia-nyiakan perkuliahan yang ia dapatkan di Jakarta sebagai tanda bersyukur kepada Allah Swt dan kepada kedua orang tua yang sudah membiayai sampai detik ini.

“Mungkin jalan yang kita mau bukan jalan yang baik menurut Allah, akan tetapi jalan yang sudah ditetapkan oleh Allah sudah pasti baik dan berguna serta terdapat hikmah didalamnya”.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *