Oleh: Daffa farras alghazy (Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Perbandingan Madzhab)
Pada zaman Rasullah.S.A.W perbedaan atau selesih pendapat hapir tidak ada karena pada saat itu jikalau para sahabat ingin meminta mendapat penjelasan mengenai suatu hukum, mereka segera menuju kepada Rasullah.S.A.W untuk mendapatkan penjelasan agama. Ketika pada masa khalifah Utsman bin ‘affan.R.A para sahabat mulai menyebar diseluruh penjuru ada yang menjadi pengajar, hakim, dan mufti maka lewat jasa mereka terciptalah para ulama yang mengikuti jalan mereka dan berjalan mengikuti metode metode mereka dalam fikih, fatwa dan memutuskan hukum. Dari situlah memperluas daerah penyebaran diantara para ulama.
Ada banyak sebab-sebab perbedaan pendapat diantara para ulama dalam hukum fiqih diantaranya adalah karena lafazhnya, karena periwayatanya, karena pertentangan Antara dalil-dalil yang ada, karena karena urfi (kebiasan masyarakat setempat) dan dalil-dalil yang diperselisihkan.
Yang pertama ada sebab perbedaan pendapat di antara para ulama dalam hukum fiqih adalah dikarenakan lafazh yang ada memiliki lebih dari satu makna. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa kondisi, yaitu kondisi pertama diaman satu lafazh memiliki banyak makna secara Bahasa. Hal tersebut bisa disebut sebagai isytirak al-lafzhi (lafazh yang bermakna ganda). Misalnya seperti lafazh Al-Qar’u dan Al-Qur’u karena dua perkataan tersebut muncul perbedaan pendapat di antara para ulama tentang iddah perempuan yang ditalak dalam keadaan tidak hamil dan perempuan itu memiliki hitungan masa haidh. Adapun kondisi kedua yaitu lafazh tersebut memiliki makna hakiki secara Bahasa dan sedangkan lainya adalah hakiki menurut syariat. Seperti pada contoh kata nikah, menurut Bahasa nikah adalah al-wathi’ (hubungan badan) namun secara syariah nikah menunjukan pada akad, hal tersebut membuat para ulama berbeda pendapat ketika lafazh nikah diucapkan secara mutlak tanpa adanya sesuatu yang menunjukan pada makna yang dimaksud, yaitu apakah secara Bahasa atau secara syariat. Adapun kondisi ketiga yaitu dimana suatu lafazh yang maknanya hakiki lalu diperselisihkan para ulama ketika penyebutan lafazh itu secara mutlak, Contohnya adalah lafazh yang berisi al-amr (perintah) atau an-nahi (larangan), para ulama berebeda pendapat tentang hakikat tersebut ketika diucapkan secara mutlak. Adapun kondisi yang keempat yaitu lafazh bermakna hakikat yang sudah maklum yang kemudian terdapat dalam Bahasa pembuat syariat sehingga ada kemungkinan kalo lafazh tersebut makna hakikat dan makna majaznya karena adanya suatu qarinah yang menjadi perbedaan di Antara ulama. Lulu kondisi yang terakhir adalah Mufrad (bentuk tunggal) dari suatu lafazh yang secara zhahirnya menunjukan makna hakikat.
Yang kedua sebab perbedaan pendapat diantara ulama dalam hukum fiqih adalah dikarenakan periwayatnya, perlu kita ketahui bahwasanya riwayat adalah jalan yang meyambung suatu nash kepada Rasulullah.S.A.W, atau riwayat orang orang yang meriwayatkan dari suatu orang kepada orang lain sehingga orang terakhir diantara mereka adalah orang-orang yang meriwayatkan dari Rasullah.S.A.W jalur seperti ini namanya isnad atau sanad. Sanad berbeda-beda sesuai dengan seberapa banyaknya perawi, sementara hukum nash berbeda-beda sesuai dengan hal tersebut. Yaitu seperti banyaknya perawi (at-tawur) dan hadits yang tidak mutawatir atau hadits ahad, dan hal tersbut yang memunculkan perbedaan pendapat.
Lalu yang ketiga sebab-sebab terjadinya perbedan dikalangan para ulama pada hukum fiqih adalah dikarenakan adanya pertentangan diantara Dalil-Dalil, yang dimana bisa dijelaskan bahwasanya masing masing dari dalil menunjukan pada penafian dailil yang lain. Misalnya seperti salah satu dari dua dalil menunjukan larangan melakukan sesuatu, sedangkan dalil yang lain menunjukan suatu kewajiban atau jaiz. Misalnya dari firman Allah.S.W.T “diwajibkan atas kamu, apabila diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya” (Al-Baqarah: 180) ayat ini menunjukan pada kewajiban wasiat terhadap ahli waris dan kerabat yang bukan ahli waris, akan tetapi ada dalil yang menentangnya yaitu sabda rasulullah.S.A.W “Sesungguhnya Allah memberikan kepada setiap orang yang berhak atas haknya, maka tidak adawasiat bagi ahli waris”. Hadits ini menunjukan larangan terhadap ahli waris. Dengan demikian, dua dalil tersebut sudah jelas saling bertolaj belakang dalam suatu permasalahan wasiat terhadap kerabat. Sebagaimana para ulama imam madzhab mengatakan bahwa ayat tersebut di khususkan dengan hadits tersebut atau bisa dibilang di nasakh oleh hadits tersebut.
Lalu yang keempat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hukum fiqih dikarenakan Urfi atau bisa disebut kebiasaan masyarakat setempat, perlu diketahui bahwasanya Urfi bisa menyebabkan dalil yang dapat dianggap keabsahanya selama tidak ada nash khusus yang membatalkanya, apabila ada nash-nash yang membatalkan maka urfi tersebut tidak dianggap, seperti contoh urfi dalam meminum arak, transaksi dengan riba, dan adat-adat lainya yang pada masa awal-awal islam sangat popular kemudian dengan datangnya Islam maka adat tersebut dihapuskan dan diganti dengan syariat yang shahih. Begitu pula jika ada nash-nash umum yang bertentangan dengan urfi, maka urfi tersebut batal dan tidak bisa diamalkan. Adapun jika Urfi mengukitu kepada nash-nash, maksudnya adalah nash-nash tersebut bisa di takhsis dengan Urfi dan tidak menimbulkan kerusakan maka bole di takhsis nash denga Urfi, seperti contoh pada misalnya masalah istishna’ (pembuatan produk, yaitu seseorang pergi kepada tukang jahit dengan memeberikan bahan untuk dijadikan pakian dengan upah yang disepakati, ketentuanya mulai dari benang, kancing baju dan tambahan kain dari tukang jahit, kesepakatan seperti ini mekipun menyelisihi zhahir nash-nash umum yang memberi pengertian untuk memberi upah dan apa yang harus dipenuhi sebagaimana dalam jual beli, akan tetapi penyelisihan tersebut tidak menimbulkan suatu pertikaian sebab sudah ada kesepakatan mengenai spesifikasi yang harus dibuat, dan itu disepkati oleh dua pihak. Oleh karena itu, tidak ada yang melarang untuk mentakhsis nash-nash umum dengan adanya Urfi,
Lalu yang terakhir dari sebab-sebab perbedaan pendapatan dikalangan ulama yaitu karena Dalil-Dalil yang diperselisihkan, sesungguhnya para ulama imam madzhab setelah mereka besepakat secara general atas kehujahan kitabullah, sunnah, dan ijma’, mereka kemudian berbeda pendapat mengenai kehujahan selain dalil-dalil tersebut. Sebagian diantara mereka yaitu menjadikan itu sebagai dalil sedangkan yang lain tidak. Dalil-dalil itu ada enam yaitu: Qiyas, Mafhum Al-mukhalafah, perkataan sahabat yang masyhur dan tidak ada yang menyelisihinya, Al-Mashalih Al-Mursalah, Istishab Al-Ashl, Amalan penduduk Madinah. dan lain-lainnya termasuk kepada dalil yang diperselisihkan pemakaiannya. Artinya, para ulama tidak sepakat untuk memakai itu semuanya sebagai sumber hukum. Ada yang memakai istihsan dan ada pula yang menolaknya, dan begitu pula seterusnya. Bahkan, qiyas pun tidak digunakan oleh Al-Zahir. Hal-hal ini semua cukup membuat beragamnya metode istinbat hukum yang dihasilkan walau terhadap kasus tertentu.
Dapat dijelaskan di atas bahwasanya ada banyak sebab perbedaan pendapat dikalangan ulama-ulama mengenai hukum fiqih dan perlu diketahui bahwasanya perbedaan pendapat ini tidak akan mengakibatkan pengaruh yang negatif. justru pendapat bisa memberikan hikmah yang begitu besar. Dengan pemikiran yang kritis dan bersikap terbuka terhadap perbedaan pendapat para ulama, maka perbedaan pendapat itu akan memberikan hikmah yang besar. Akhirnya dapat dinyatakan bahwa perbedaan pendapat adalah wajar dalam masalah-masalah ijtihadiyah selama kita tetap bisa menjaga persatuan dan ukhuwah Islamiyah. Perbedaan pendapat menjadi tidak wajar apabila menjurus kepada perselisihan dan permusuhan, serta melampaui batas-batas dalil. Intinya tetap toleran pada suatu perbedaan pendapat jangan terlalu fanatik dalam suatu hal yang dimana suatu kefanatikan akan menyebabkan perselisihan dibanyak kalangan dan itu sangat dilarang dalam agama Islam.
No responses yet