Buku “Penyatuan Kalender Islam : Dari Solidaritas Individual-Sektarian Menuju Solidaritas Kebangsaan-Keumatan”

Judul lengkap buku ini adalah “Penyatuan Kalender Islam (Dari Solidaritas Individual-Sektarian Menuju Solidaritas Kebangsaan-Keumatan) karya Prof. Dr. H. Susiknan Azhari, MA (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Seperti tampak dari judulnya, buku ini membahas aneka dinamika penyatuan kalender Islam di tanah air yang meliputi pembahasan seputar hisab rukyat dan kalender Islam. Seperti dituturkan penulisnya, buku ini berupaya mengisi dan mengambil bagian kecil dari proses penyatuan kalender Islam yang telah dan sedang berjalan saat ini, khususnya di Indonesia. Bila disimak, uraian-uraian dalam buku ini merupakan respons dan sekaligus ekspresi kegelisahan penulisnya terhadap momen dan peristiwa terkait kalender Islam di tanah air dan bahkan dunia internasional yang tak kunjung menemukan solusi dan opsi terbaik.

Selain itu, uraian dalam buku ini juga bersifat naratif-informatif namun didukung dengan data-data autentik sehingga seluruhnya dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, buku ini juga ditulis dengan gaya bahasa yang ringan dan mengalir sehingga semua kalangan akan mudah memahaminya. Keseluruhan uraian dalam buku ini berisi 37 isu dan atau fenomena yang mana antara satu dengan lainnya saling terhubung dan terkait. Secara umum, uraian-uraian dalam buku ini meliputi pembahasan tentang hilal, hisab, rukyat, dan kalender Islam.
Dalam konteks hari ini, buku ini merupakan sumbangan penting dalam kajian tentang kalender Islam, sebab di dalamnya terdapat data-data dan informasi-informasi berharga. Selain itu, kehadiran buku ini juga ibarat buku harian dan atau catatan tentang isu kalender Islam agar tidak hilang, dimana suatu saat manakala diperlukan akan mudah dibaca dan didapatkan.

Beberapa pembahasan menarik dalam buku ini antara lain pembahasan berjudul “Sidang Isbat di Tegah Wabah” (halaman 34-37), dalam pembahasan ini penulis buku menyatakan bahwa seyogianya sidang isbat guna menentukan masuknya awal Ramadan di tengah wabah yang sedang melanda saat ini tidak perlu dilakukan. Menteri Agama cukup mengumumkan saja tanpa perlu melakukan seremoni dan mengumpulkan banyak orang. Hal ini tidak lain dilatari kondisi pandemi yang sedang melanda. Atas pendapat dan pernyataannya ini, penulis buku banyak mendapat kritik terutama dari kalangan yang masih memegang teguh rukyat dan segenap prosesi dan prosedurnya. Pembahasan menarik lainnya adalah terkait anggitan kalender Islam yaitu bahasan berjudul “Kalender Uhadi dan Kalender Tawlifi Sebuah Pilihan Menuju Penyatuan”. Dimana selain kalender Uhadi, penulis buku menyebut dan mengusulkan sebuah tawaran konsepsional kalender Islam yang bernama “Kalender Tawlifi”, yaitu sebuah sistem kalender yang dibangun berdasarkan sistem kalender Muhammadiyah dan berdasarkan data hasil rukyat yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama (halaman 140-154). Selain itu, penulis buku juga menekankan pentingnya “otoritas kolektif”, bukan otoritas tunggal dalam perumusan dan perwujudan sebuah kalender.

Lebih lanjut penulis buku menyatakan bahwa persoalan kalender Islam sejatinya berada pada ranah fikih dan ijtihad, yang berdasarkan pada daya telaah teks (dalil) terkait. Selain itu, penulis buku juga menekankan pentingnya cakrawala yang luas, pengetahuan mendalam, dan cara pandang yang terbuka dan sikap siap menerima perubahan. Hal ini tidak lain guna memudahkan proses integrasi atau sintesa dalam perumusan kalender Islam pemersatu (halaman 144).

Selanjutnya di halaman 155-162 tertera bahasan dengan judul “Perjalanan Upaya Penyatuan Kalender Islam”. Disini ditampilkan berbagai peristiwa seminar (muktamar) dunia, seluruhnya ada 29 peristiwa dari sejak tahun 1400 H/1980 M yaitu “Muktamar Pennyatuan Awal Bulan Kamariah” di Kuwait samppai tahun 1441 H/2019 M yaitu “Muzakarah Falak Peringkat Kebangsaan Tahun 1441 H/2019 M” di Kuala Lumpur. Betapapun dapat dipastikan bahwa berbagai seminar (muktamar) ini belum mewakili seluruh peristiwa muktamar di dunia, namun data dan informasi ini sangat membantu dan memberi informasi penting bagi para pengkaji astronomi dan khususnya pengkaji diskursus kalender Islam di era modern.

Selanjutnya pada halaman 163-188 terdapat satu bahasan menarik bertitel “Pandangan Para Tokoh Seputar Penyatuan Kalender Islam”, yaitu berupa tanggapan dan komentar para tokoh terkait penyatuan kalender Islam. Secara umum, di bagian ini dikemukakanngan pandangan 25 tokoh dari berbagai kalangan, seperti Amin Abdullah, Ayumardi Azra, M. Din Syamsuddin, Baharuddin bin Zainal, Moedji Raharto, Lukman Hakim Saefuddin, Firdaus Yahya, dan lain-lain. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA (Guru Besar UIN Walisongo Semarang dan mantan Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI) misalnya menyatakan sebagai berikut, “Jika suatu saat terjadi kesatuan penetapan awal Ramadan dan hari raya seperti beberapa tahun terakhir ini bukan berarti kehebatan mereka yang mengelola penetapan awal bulan hijriyah tetapi karena siklus peredaran bulan tidak berada pada titik kritis sehingga antara mereka yang menggunakan cara hisab dan rukyat bisa bertemu dalam satu titik pandangan yang sama” (halaman 165).

Sementara itu Lukman Hakim Saefuddin (Menteri Agama RI periode 2014-2019) mengatakan sebagai berikut,
“Proses penyatuan yang sudah panjang jangan dibiarkan terus berjalan. Hasil konferensi Turki perlu ditelaah bersama. Jadikan Indonesia sebagai teladan penyatuan kalender Islam di dunia” (halaman 176).

Di bagian awal, buku ini diberi apresiasi positif oleh sejumlah tokoh di tanah air, yaitu Prof. Dr. Amany Lubis, MA (Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Prof. Dr. H. Faisal Ismail (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Prof. Dr. Misri A. Muchsin (Guru Besar Sejarah Pemikiran Modern dalam Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh), Prof. Dr. Noorhadi Hasan (Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy (Rektor IAIN Salatiga), Prof. Dr. Ahmad Rofiq, MA (Guru Besar UIN Walisongo Semarang), Assoc. Prof. Dr. Sonny Zulhuda (Dosen International University Malaysia), K.H. Sirril Wafa, MA (Ketua Lembaga Falakiyah PB Nahdlatul Ulama), Dr. K.H. Shobahussurur, MA (Ketua Takmir Masjid Al-Azhar Jakarta), Amich Alhumami, Ph.D (Direktur Pendidikan dan Agama, Kementerian PPN/Bappenas), dan Dr. H. Fuad Thobari, MA (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Secara umum, buku ini memiliki ketebalan xvi + 264 halaman, buku ini diterbitkan oleh Museum Astronomi Islam Yogyakarta yang bekerjasama dengan Absolute Media Yogyakarta, merupakan cetakan pertama, tahun 2020 M/1441 H.


Sementara itu di bagian akhir buku ini terdapat sejumlah lampiran yang sangat berguna dan informatif seperti hasil-hasil keputusan terkait hisab rukyat dan kalender Islam, lalu keputusan-keputusan seminar internasional (salah satunya Rekomendasi Jakarta 2017 dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab), dan lain-lain.[]

One response

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *