Tulisan ini dibuat dalam rangka menyambut satu tahun Ngaji Manuskrip Kuno Nusantara (Ngariksa), program kajian manuskrip Nusantara berbasis daring yang dikelola oleh filolog kenamaan yaitu Prof. Dr. Oman Fathurahman. Dimulai sejak tanggal 25 Mei 2019, Ngariksa hadir setiap hari Jumat selama dua pekan sekali dengan menghadirkan tema-tema kajian manuskrip yang menarik.

Dalam siklus kehidupan manusia, usia satu tahun adalah periode emas yang menentukan perkembangan fisiknya. Setelah melalui proses merangkak, tulang-tulang kaki dan punggungnya akan mulai kuat untuk menopang tubuhnya. Ia akan mulai berdiri untuk mulai belajar melangkahkan kaki secara perlahan sambal dipegang oleh kedua oang tuanya.

Mencetak Filolog Santri

Dari ribuan penikmat kajian Ngariksa, sebagian besar diantaranya adalah kaum santri. Pasalnya, Ngariksa menyediakan jadwal kajian rutin yang membahas manuskrip “Ithaf al-Dhaki” karangan Shaykh Ibrahim al-Kurani yang menjadi rujukan ulama Nusantara dalam menjelaskan kajian keislaman khususnya tasawuf.

Jika mengasosiasikan pada unsur pesantren yang dikemukakan oleh Zamakhsyari Dhofier, maka Ngariksa adalah pesantren bagi penikmat kajian pernaskahan Nusantara. Dari lima unsur yang harus ada, hanya satu yang tidak dapat diasosiasikan dengan Ngariksa yaitu masjid. Selebihnya, semuanya ada!

Prof. Oman Fathurahman sebagai ‘kiai’ yang mengasuh Ngariksa menggunakan nama populer sebagai ‘Kang Oman’. Unsur kiai amatlah paling menentukan dari semua unsur yang menentukan maju-mundurnya sebuah pesantren (baca:Ngariksa). Selain sebagai filolog yang berpengalaman membaca ribuan manuskrip, Kang Oman adalah santri yang memiliki komitmen tinggi, piawai mengatur sebuah program, dan mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi.

Unsur kedua adalah adanya kitab klasik yang dikaji. Selain “Ithaf al-Dhaki”, Kang Oman juga menyelinginya dengan pembahasan tematik yang merespon kondisi terkini di dunia nyata dan dikaitkan keterkaitannya dalam dunia manuskrip di masa silam. Misalnya,dalam kondisi pandemi, Ngariksa membahas manuskrip-manuskrip Nusantara yang mengulas tentang wabah. Kang Oman juga merespon Sunda Empire yang pernah ramai beberapa waktu lalu.

Selain sajiannya manuskrip-manuskrip yang menarik, Ngariksa juga seringkali menghadirkan narasumber handal sebagai ‘tandem’ diskusi Kang Oman. Ia pernah menghadirkan Ervan Nurtawab, seorang filolog ahli tafsir Alquran dari IAIN Metro Lampung. Ketika merespon Sunda Empire, Kang Oman mengundang Ilham Nurwansah yang ahli dalam kajian manuskrip Sunda Kuno. Bahkan, pada sesi terakhir, Kang Oman menunjukkan keluasan jejaringnya dengan para filolog dari berbagai negara seperti Perancis, Inggris, Jerman, dan Rusia.

Di pesantren, seluruh kegiatan belajar mengajar harus diselenggarakan di pondok. Lalu, di mana pondok Ngariksa? Jawabnya adalah di sosial media. Ngariksa ditayangkan secara live di Twitter “@ofathurahman” dan Facebook “Oman Fathurahman”. Setelahnya, beberapa hari kemudian, tayangan tersebut direproduksi agar dapat diputar ulang di kanal Youtube “Ngariksa Channel”.

Lalu siapa santrinya? Analogi manusia berusia satu tahun kelihatannya tidak berlaku untuk Ngariksa. Selama setahun, kajian yang diampu oleh Staf Ahli Menteri Agama ini sudah mendapatkan tempat di hati para pencinta manuskrip Nusantara khususnya kaum santri. Pada seri terakhir yang tayang pada 22 Mei 2020 lalu saja, Ngariksa disaksikan oleh setidaknya seribu orang di Facebook dan puluhan kali dibagikan.

Itu baru di Facebook. Di Twitter, tercatat 600an orang menonton tayangan seri terakhir yang membahas objek budaya yang sudah usang ini. Biasanya, beberapa hari setelahnya, tayangan tersebut akan direproduksi dan ditayangkan ulang di kanal Youtube “Ngariksa Channel”. Pelanggannya juga hampir seribuan akun.

Kang Oman dan Ngariksa, Sumber FB Oman fathurrahman

Kemajuan Ngariksa amat ditentukan oleh pengasuhnya, Kang Oman. Setidaknya, hingga kini, Kang Oman memiliki ribuan santri-santri daring yang potensial. Di Facebook, 5,000an orang telah menjadi teman. Itu belum termasuk akun-akun yang mem-follow sehingga mereka mendapatkan pemberitahuan setiap kali Kang Oman memposting sesuatu termasuk Ngariksa. ‘Santri’ Twitter lebih besar lagi angkanya yang mencapai 21,200 akun. Sehingga tidak aneh akan ada puluhan bahkan ratusan ‘retweet’ dan mention setiap kali iklan Ngariksa ditayangkan.

Sebuah angka yang fantastis untuk sebuah acara yang menayangkan kajian produk kebudayaan dulunya tidak banyak diminati orang. Ternyata, kini ada cara cepat untuk mencintai manuskrip Nusantara. Nonton Ngariksa! Selamat ulang tahun Ngariksa!

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *